Decitan pintu sama sekali tidak memengaruhi pikiran seorang laki-laki yang sejak dua jam lalu duduk di balkon, memandangi hamparan langit malam.
"Kapan kamu mau masuk?"
Suara perempuan itu tidak membuatnya mengalihkan pandangan.
"Ini sudah malam. Ayo masuk."
Laki-laki itu masih bergeming.
"Gio, sampai kapan kamu akan diam di situ? Ini sudah larut malam."
Dia menoleh, seolah tersadar dari lamunannya.
Gio menunduk lemas. Ia mengembuskan napasnya kasar. Hati dan pikirannya tidak sinkron.
Tidak pernah sinkron lagi semenjak perempuan yang dicintainya pergi dari kehidupannya.
"Gio, ayo masuk!"
"Ma."
Gio menepuk kursi kosong di sampingnya. Menginterupsi ibunya untuk duduk.
"Kalau mau ngobrol di dalam aja, di sini udara dingin."
"Gio lebih suka di sini, Ma. Tenang."
Ia masih duduk santai di kursinya.
"Ayo masuk. Mau sampai kapan kamu kayak gini? Kamu masih mikirin perempuan itu?"
Nada suara ibunya terdengar tidak suka. "Dia kemari dua bulan yang lalu kan?"
"Perempuan itu punya nama, Ma," ucapnya tanpa berpaling dari langit malam. "Iya."
"Mama gak peduli. Dia sudah menghancurkan anak Mama."
Wanita itu masih berdiri di ambang pintu.
"Gio gak hancur, Ma," belanya.
"Kalau begitu, ayo masuk. Besok kita berkunjung ke rumah Darin."
"Untuk apa?"
Nada suaranya mulai malas ketika nama itu disebutkan.
"Membicarakan pernikahan kalian."
🍀
Seorang perempuan tengah membaca di depan televisi. Suara bising dari benda elektronik itu sama sekali tidak mengganggu konsentrasinya. Ia membalikkan lembaran demi lembaran setelah selesai membacanya.
"Belum selesai juga?"
Perempuan itu mengalihkan pandang dari buku bacaan yang menguasai perhatiannya sejak malam kemarin. Ia melihat suaminya yang sudah ada di sisinya. Bahkan dia sama sekali tidak menyadari hal itu.
"Anak Abi lagi apa ya?"
Alif mengusap perut istrinya yang sudah semakin besar mengikuti usia kandungannya.
"Lagi baca," jawab Inaya dengan suara yang dibuat seperti anak kecil.
"Yah, dia gak bisa baca di dalam, Ay."
KAMU SEDANG MEMBACA
Great Qadar
Spiritual[FINISH] *Sequel: Back On True Love* ____ Ketika takdir mengkhianatiku. Namun, akhirnya takdir juga yang membawa kebahagiaan untukku. Di setiap perpisahan pasti ada sebab yang Allah tetapkan. Ternyata rencana Allah senantiasa indah di akhirnya. -Ina...