"Aku mau cerita, Ay," ucap Alif yang duduk di sebelahku.
"Iya, ada apa?"
Saat ini kami sedang duduk di tepi ranjang. Kedua kaki menjuntai menyentuh lantai, sensasi dingin merambat dari ujung jari kaki. Kepalaku masih bersandar di bahu Alif dengan nyamannya. Bahkan aku tak menengok saat dia berkata akan bercerita.
"Tadi, aku ketemu Gio."
Ucapannya membuatku mendongak untuk menatapnya.
"Gio? Dagio maksud kamu?" tanyaku untuk memastikan.
"Iya,"
"Lucky Dagio Arham?"
Aku masih tak percaya. Sedang apa Gio ada di kota ini.
"Iya iya. Kamu hapal banget ya, segitu masih ingetnya ya kamu sama dia."
Tiba-tiba raut wajah Alif berubah datar. Suaranya tidak meninggi, tapi raut wajahnya tidak senang.
"Eh, ng-gak gitu Sayangku."
Aku kembali menyandarkan kepala di bahunya. Inilah tempat ternyaman saat ini.
"Tadinya dia bakalan jadi pegawai baru di SDC."
Sayangnya, ucapannya kembali membuatku kembali mendongak dengan mata membulat.
"Seriusan? Kok bisa sih?"
"Biasa aja dong. Segitu semangat nya ya kamu, jadi bisa ketemu dia lagi."
Wajahnya memrengut, bibir mungilnya mengerucut.
Alif lucu.
"Gak gitu ih. Hari ini kamu kok sensitif banget sih," godaku.
"Bawaan dedek bayi."
Aku terkekeh mendengar alasannya "Ye, kok nyalahin dedek bayi sih. Lagian kan aku yang hamilnya juga."
"Ya habisnya, kamu tuh kayaknya semangat banget denger cerita aku tentang dia."
"Bukan gitu, Mas. Aku aneh aja, kok dia bisa sih ngelamar kerja di tempat kamu."
Aku menyilangkan kaki dan menaruh bantal di atasnya. Kedua tangan kugunakan untuk menopang dagu.
Alif berbalik, posisinya kini menghadapku. Ia menaruh bantal di atas kakinya yang bersila. Menopang dagu seperti yang kulakukan.
"Aku juga gak tahu sih. Kalau menurut aku nih ya, dia gak tahu kalau SDC itu perusahaan keluargak."
Kudengar sedari tadi Alif memanggilnya dengan dia dan dia terus tanpa menyebutkan namanya.
Aku mengetuk bibirku dengan jari beberapa kali, "Bisa jadi."
"Oh ya."
Alif seperti orang yang baru saja mengingat sesuatu. Atau mungkin dia memang mengingat sesuatu. "Dia gak tau kalau kita udah nikah."
Matanya menerawang, seperti mengingat suatu kejadian, atau mungkin percakapan.
"Masa sih? Kata siapa?"
"Di ruanganku kan ada foto kita, Ay."
"Ya terus apa hubungannya?"
"Pas dia masuk, aku sempat kaget karena ternyata calon pegawai yang akan di-interview selanjutnya itu Gio."
Mataku terfokus pada Alif yang sedang bercerita.
"Jadinya kita malah kebanyakan ngobrol, nanyain kabar dan hal-hal lainnya lah. Dan ternyata benar Gio gak tau kalau SDC itu milik keluargaku. Dia juga sempat terkejut saat melihatku. Dan kamu tahu ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Great Qadar
Espiritual[FINISH] *Sequel: Back On True Love* ____ Ketika takdir mengkhianatiku. Namun, akhirnya takdir juga yang membawa kebahagiaan untukku. Di setiap perpisahan pasti ada sebab yang Allah tetapkan. Ternyata rencana Allah senantiasa indah di akhirnya. -Ina...