Kring
Bel pulang sekolah membuat hatiku berjingkrak seirama dengan pukulan tanganku di atas meja. Hari ini pulang cepat, aku tidak sabar menunggu paket yang datang nanti.
"(Y/n)? Aku dengar, fisikamu dapat sembilan puluh sembilan koma sembilan(?). Apa benar?"
Aku mengangguk. "Kau siapa?"
"Aku Hoseok, murid baru. Aku buruk dalam fisika. Maukah kau mengajariku? Otakku buntu saat fisika."
"Apa? Kau kan bisa belajar sendiri." Aku berjalan keluar kelas, meninggalkan anak baru itu di dalam kelasku.
"Tapi hanya kau yang dapat nilai bagus." Tasku terasa berat sekarang. Kurasa ia menarik tasku, menahanku untuk pergi.
"Bisakah kau berhenti menggangguku? Aku ingin pulang." Aku membalikkan tubuhku dengan kasar. Reflek, ia menaikkan dua tangannya ke atas.
"Aku akan berikan apapun yang kau mau."
"Apa pun? Kalau aku mau kau belikan aku album Young Forever, kau mau?"
"Apa pun. Termasuk album aneh itu."
Aku menarik napas, menaikkan tinggi nada. "ITU TIDAK ANEH!"
×××
"Ini, coba kerjakan soal ini. Ini mudah, kan?"
Aku memperhatikannya mengerjakan soal-soal yang kuberikan. Dia terlihat serius memperhatikan soal yang kuberikan. Ternyata wajah seriusnya membuatku--
"Ini... aku tidak mengerti semuanya."
Aku menarik kertas yang tadi kuberikan. Dia menjawabnya dengan asal. Astaga! Padahal ini dasar dari fisika! Belum masuk arah hitung-hitungan, masih teori.
Aku menggaruk kepalaku dengan pelan. Aku tidak tahu harus mengajarinya seperti apa lagi, sementara jarum jam terus berjalan. Pasti paket itu sudah duduk manis di atas tempat tidurku sekarang. Aku tidak sabar pulang.
"Bagaimana, kalau besok kita belajar lagi? Aku ingin pulang."
"Ini kan baru jam tujuh,"
"Tapi ada sesuatu yang harus aku buka."
Dia tersenyum. Aku tahu maksudnya.
"Heh! Jangan memikirkan hal yang tidak-tidak! Aku ingin membuka paket milikku." Aku memukul kepalanya dengan kertas. Yah, siapa tahu, teori di kertas masuk ke dalam kepalanya.
"Baik, baik. Bagaimana kalau kau ke rumahku?"
"Aku? Ke rumahmu? Tidak mau. Kau saja yang ke rumahku."
"A--aku tidak diperbolehkan ke luar rumah, selain ke sekolah." Dia menunduk, menatap kertas yang lain.
"Hah! Baiklah. Mana alamatmu?"
Dia tersenyum. Pipinya terlihat lucu sekarang, rasanya aku ingin menggigitnya. Dia mengkedepankan(?) tasnya dan mengambil sebuah pulpen berwarna merah jambu.
"Hey! Pakai saja pulpen warna hitam itu bisa kan? Kenapa harus pink?"
"Karena ini spesial." Dia menyipitkan matanya, berusaha sedramatis mungkin. Justru yang dilakukannya tadi terlihat seperti orang bodoh yang berusaha menjadi pintar.
"Baiklah, cepat." Aku mengetukkan jariku di atas meja.
"Nah. Kau tahu tempat ini kan?"
Aku memperhatikan isi kertasnya. Aku berusaha mengingat tempat ini.
"Ini, bukannya studio big hi--"
"Aku pulang duluan ya, dah!" Dia berlari ke luar perpustakaan sambil melompat-lompat. Anak aneh. Aku menggidikkan bahuku.
Dengan cepat aku membereskan benda-benda yang di atas meja dan pergi meninggalkan sekolah. Hari hampir malam, dan aku lumayan takut berjalan lagi.
Ini begitu sepi.
Hanya terdengar suara sepatuku di jalanan lebar ini. Dan..
Tuk tuk tuk
Suara sepatu orang lain?
Aku membalikkan tubuhku dengan cepat. Tapi di belakangku kosong.
"Siapa itu? Halo?" Aku merunduk, melihat siapa tahu ada binatang yang berjalan ke arahku di antara semak-semak. Hah, bodoh. Ini bodoh. Aku hanya berhalusinasi sepertinya.
Aku menggidikkan bahuku sendiri, dan melanjutkan jalanku. Lebih cepat, lebih baik.
Grep!
Mataku membulat seketika ketika seseorang menarik pergelangan tanganku dan menarikku dengan paksa. Mulutku juga ditutup dengan tangannya.
Aku berusaha berteriak di antara jari-jarinya yang menutupi mulutku.
"Sshh.." dia mendesis, berusaha membuatku diam.
Apa dia si mesum yang akhir-akhir ini berkeliaran? Ah! Menjijikan! Mesum yang suka membuka bajunya di depan orang? Aku memberontak dengan menggerakan seluruh tubuhku dengan sekuat tenaga.
Akhirnya lepas!
"MAU APA--kau?" Aku memelankan suaraku tiba-tiba setelah melihat orang yang hampir menculikku.
"Aku mau dirimu."
Hoseok menatapku dengan tatapan tajamnya. Dia menatap tubuhku dengan intens. Dia menjilati sendiri bibirnya.
"A--aku mau pulang." Aku berlari meninggalkannya sendirian. Aku tidak akan mau ke rumahnya untuk mengajarinya! Tidak akan!