Kembali?

5.6K 165 33
                                    


Gadis itu melangkahkan kakinya dengan percaya diri di lorong fakultas. Pancaran aura yang menyelimuti tubuhnya bahkan bisa terlihat oleh setiap orang yang berpapasan dengannya.

Langkahnya semakin riang kala melihat seorang pria yang berdiri tegak dengan Audi A8 hitam di belakangnya, di area parkir samping fakultasnya sendiri.

Makin tampan aja, batinnya.

"Hei." Sahutnya ketika mereka sudah berhadapan. Pria itu tersenyum dan membukakan pintu untuk gadis itu.

"Mau kemana kita hari ini?" Gadis itu memamerkan senyum manis sambil memasang seatbelt dan menoleh ke pria tampan itu.

Pria itu tidak menjawab, malah menyalakan mesin mobil dan melaju dengan kecepatan sedang. Tak menghiraukan si gadis yang sudah nyaris cemberut di sampingnya. Selalu saja begitu.

"Rei!" Gadis itu memekik menyadari lelakinya tak menjawab pertanyaannya. Rei bersiul-siul seolah tak mendengar pekikan seorang manusia di sampingnya.

Oke, baiklah. Rei menyerah. Saat ia menoleh, wajah si gadis sudah sangat memerah menahan emosi. Ini adalah hal yang biasa terjadi dalam hubungan asmara mereka yang sudah terjalin selama hampir tiga tahun.

"Aku mau ajak kamu ke tempat yang kamu bilang waktu itu." Gadis itu menoleh. Wajahnya tampak bingung dengan kerutan di dahi mulusnya. Otaknya sedang bekerja mengingat tempat apa yang pernah direkomendasikannya pada Reinhart, kekasihnya.

"Kamu mau, kan? Aku janji ngga akan pulang malam." Ucap Rei lagi. Gadis itu masih sibuk dengan pikirannya.

"Riana?" Panggil Rei saat tak mendapat jawaban dari Riana.

Riana gelagapan, ia langsung menoleh dan mendapati Rei tengah menatapnya dengan kedua tangan memegang kemudi.

"Eh.. I-iya iya. Mau kok!" Sahutnya cepat. Ia tidak mau lagi mengingat tempat apa yang dimaksud Rei.

Waktu masih menunjukkan pukul sembilan pagi dan biarlah Rei menghabiskan waktu bersamanya. Siapa tau Rei ingin memberikan kejutan padanya. Mengingat Rei adalah tipe cowok yang hobi memberi kejutan pada Riana. Betapa geer-nya dia.

Dua jam kemudian mereka tiba di depan pagar sebuah bangunan bermotif klasik. Bangunan itu bercat krem dengan sentuhan gaya arsitektur ala rumah-rumah Belanda. Terdapat jendela besar di setiap sisinya dan pintu kayu besar berwarna coklat yang merupakan akses langsung masuk kedalam rumah itu.

"Wow." Gumam Riana. Pandangannya beralih pada sebuah tulisan yang berdiri di samping pagar.

"PANTI ASUHAN GEMINTANG"

Ia berbalik dan menatap Rei yang tengah tersenyum kepadanya. "Kamu.." Rei mengangguk.

Riana memang pernah mendatangi panti asuhan ini tiga bulan lalu bersama teman dekat kampusnya, Natha. Waktu itu ada acara bakti sosial di kampusnya dan di sinilah acara itu berlangsung. Dalam sekejap, Riana betah dan nyaman berada di antara anak-anak panti dan pengurusnya. Mereka sangat welcome dan ramah atas kehadirannya. Dan ia merekomendasikan tempat ini pada Reinhart.

Rei ingat betul setelah acara bakti sosial itu, Riana seringkali menceritakan seorang balita laki-laki berumur sembilan bulan yang menggemaskan. Dan gadis itu bahkan menangis ketika harus berpisah dengan balita itu karena harus kembali ke Jakarta.

"Yuk, masuk." Rei menggandeng tangan Riana. Gadis itu mengikuti langkahnya. Riana sempat curiga jangan-jangan Rei sering kesini karena bisa-bisanya anak itu leluasa masuk kedalam panti ini.

"Assalamu'alaikum.." dua ketukan pintu dari Rei, belum ada jawaban. Dan ini ketukan ketiga. "Permisi.."

Terdengar jawaban salam dari dalam. Suara parau wanita paruh baya yang dikenal oleh Riana.

How To Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang