Dua Puluh Tiga

1.6K 120 41
                                    

"Bahagiaku adalah menjadi diri sendiri. Menjawab pertanyaan ini, lalu memantapkan hati. Untuk mencintai."

Riana terkesima mendengar jawaban David yang mendadak diplomatis begini. Belum lagi rasa lututnya yang lemas karena tatapan mata David saat mengatakan kalimat-kalimat tadi begitu teduh namun terkesan tegas. Ada makna tersirat yang dapat samar-samar ia tangkap. Bolehkah dia merasa percaya diri sekarang?

Jauh di ujung hatinya, Riana lelah dengan semua drama kisah percintaannya ini. Ia jenuh untuk menerka-nerka kepada siapa hatinya ingin berlabuh. Ia bosan untuk menebak siapa orang yang bisa dipercayai untuk masuk kedalam hidupnya lagi. Bila ingin fokus pada hidup dan pekerjaan saja juga sulit. Ia tidak mau munafik, bahwa dirinya juga membutuhkan seseorang yang bisa menyemangatinya dari segi manapun.

Dan jika dipikir lagi, kisahnya ini persis cerita di novel-novel romansa remaja. Padahal umurnya sendiri sudah tidak lagi masuk kategori remaja.

Perlahan, dibalasnya tatapan David. Lama mereka sama-sama tenggelam dalam lautan berjuta makna. Mencoba menyelami maksud satu sama lain.

"Ri, kalau kita coba buat mulai semuanya dari awal, gimana?" Tanya David.

Namun bukan jawaban yang David terima. Melainkan wajah Riana yang nampak menahan tawa.

"Kenapa kamu mesam mesem begitu?" Kata David snewen.

Riana membekap mulutnya sebelum menetralkan ekspresinya. Ia berdehem sejenak kemudian menjawab.

"Kamu mau tahu gak eskpresi kamu tuh daritadi kayak gimana? Kayak anak SD lagi tegang karena raportnya diambil sama orang tua, hahahaha.."

Wajah David langsung berubah datar. Tidak menyangka respon yang didapat malah seperti ini. Rasa-rasanya gemas sekali dengan wanita satu ini.

"Oke oke, sorry."

Riana menggeser tubuhnya agar ikut berhadapan dengan David yang sudah lebih dulu menghadapnya.

"Jadi gimana tadi?" David memutar bola matanya jengah. Riana itu kalau diajak serius memang suka susah. Tapi kalau David yang ajak serius, semoga aja mau. Hahaha.

"Ih ngambek," Riana mencolek lengan David. "Maaf, deh. Tadi abisnya beneran muka kamu gitu banget."

"Udah ketawanya?" Tanya David dengan raut dan nada yang sangat datar. Riana kembali tertawa.

"Udah kok udah. Lanjut,"

David menarik napas sebelum mulai berkata kembali. "Aku serius soal tadi, Ri. Kita mulai semuanya dari awal, sama-sama. Kamu mau?"

Ekspresi Riana yang berubah dan tak bisa dibaca dapat David tangkap. Raut yang tadinya penuh tawa seketika terkesan sendu.

"Kenapa?" Tanya Riana.

David mengernyit, "Kenapa apanya?"

Pria itu mulai was-was. Ia takut alih-alih Riana malah menolak bahkan yang paling parah membencinya setelah ini.

"Kenapa sekarang minta aku jadi pacar kamu?" Ada sedikit guratan senyum pedih tercetak di bibir tipis wanita bersurai panjang itu. Dan Riana bukannya bodoh. Dia tahu semua maksud David tadi adalah menginginkannya untuk lebih dari sekedar teman.

Wajah David berubah pias. Riana benar. Kenapa sekarang ia meminta wanita itu untuk bersamanya? Dan apa maksud memulai semuanya dari awal? Dulu ia juga pernah mengatakan hal yang sama, lalu dengan mudahnya ia berpaling lagi pada Luna, cinta lamanya. Cinta yang tak pernah sempat dia gapai.
Lantas apakah nanti akan seperti itu lagi akhirnya?

"Vid, aku kasih tau kamu satu hal. Perihal cinta, nggak ada yang bisa dipaksa. Aku juga yakin kamu pasti udah tau hal ini," Riana menghela napas sejenak. "Kalau kamu belum yakin, ngga usah diteru.."

How To Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang