Dua Puluh Enam

981 77 37
                                    

"Pas!"

Riana tersenyum riang saat satu butir nastar terakhir tersusun dengan sempurna di toples beningnya. Seperti tahun-tahun sebelumnya, ia berdua dengan Mamah Dedeh sang ibu, sibuk membuat berbagai macam kue kering khas lebaran.

Senyumnya makin mengembang saat menaruh toples nastar terakhir berdampingan dengan toples-toples berisi kue kering lainnya seperti kastangle, lidah kucing dan putri salju.

"Udah semua?" Tanya Mamah Dedeh yang baru keluar dari kamarnya dengan tampilan segar.

"Udah, Ma."

"Yaudah, sana bersih-bersih. Anak perawan harus wangi. Bau asem gini," titah Mamah Dedeh sambil menjawil lengan baju Riana.

Riana mendengus lalu menuruti perintah sang baginda ratu. Ia bergegas menuju kamarnya dan membersihkan diri.

Usai membersihkan tubuh dan mengeringkan rambut, Riana meluruskan badan dia atas tempat tidurnya saat getaran ponselnya membahana.

"Haluuuuu~"

"Udah selesai bikin kuenya?"

"Udah doooong! Ini baru beres bersih-bersih. Kesini dong, nyobain!"

David tertawa, "Hahaha.. ntar malem, ya. Sekarang lagi temenin mama belanja. Sekalian takbiran yuk nanti malem."

Riana berguling mencari posisi yang pas dengan ponsel tak lepas dari telinganya.

"Hmm, boleeh. Abis Isya aja, ya.."

"Oke. Tunggu ya, Cantik."

Selanjutnya pembicaraan di akhiri dengan omongan-omongan absurd David dan Riana yang hanya bisa tersipu-sipu nggak jelas.

Tak sabar menanti malam tiba.

***

Allahuakbar Allahuakbar Allahuakbar..
Laailaahaillahu allahuakbar..
Allahuakbar waillaa ilham..

Gema takbir berkumandang dari segala penjuru daerah. Seolah saling bersaut dari masjid satu ke masjid lainnya. Dan ini adalah momen yang paling ditunggu dan disukai Riana. Atau mungkin seluruh umat muslim di dunia.

Ramadhan tahun ini mungkin menjadi ramadhan terindah baginya. Selain karena ibadah yang ia jalankan semaksimal mungkin berjalan lancar, ada sosok baru yang memberi warna lain dalam hidupnya.

Ia memang tidak muluk-muluk untuk berharap lebih pada kenyataan. Saat ini Riana hanya membiarkan apa yang seharusnya terjadi, ya terjadilah. Tidak perlu dipikirkan terlalu dalam hingga membuat sesak.

Deru mesin mobil memasuki pekarangan rumahnya. Tak lama terdengar sapaan salam dari suara berat yang sangat dihafal telinga Riana. Sang mama yang menyambut terdengar riang di depan pintu. Entahlah, Mamah Dedeh memang selalu girang jika bertemu David.

"Kalian mau jalan-jalan?" Tanya Mamah Dedeh saat Riana sudah siap di samping David.

David mengangguk seraya menyunggingkan senyum. "Iya, Tante. David pinjem Riana sebentar, ya? Sebelum tengah malem udah dipulangin kok."

"Iya boleh, boleh. Silahkan,"

Riana mendengus geli mendengar izin cuma-cuma dari ibunya. Dulu-dulu saat bersama Rei, ada saja ide jahil ibunya memberi tes IQ pada Rei sebelum memberi izin memperbolehkan anak perempuan semata wayangnya pergi.

Sementara bagi Mamah Dedeh, mengizinkan Riana pergi dengan David memang suatu hal yang biasa. Dari penilaiannya selama ini, David tidak pernah menunjukkan sikap dan tanda-tanda sebagai orang yang tidak benar. Cukup baginya untuk tahu bahwa lelaki itu tepat untuk menjaga dan menyayangi putri kesayangannya.

How To Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang