Enam Belas

1K 77 4
                                    

Bandung

Riana memakirkan Honda Jazznya di pekarangan Panti Asuhan Gemintang. Ingat di bagian 1 dimana dia dan mantan kekasihnya pernah kesini?

Ya, dan sekarang ia kembali. Sendirian. Ia sempat menyesal terlambat menyadari kenapa tak dari kemarin-kemarin saja kesini.

Karena di sini adalah tempatnya mencari kebahagiaan yang lain.

Ia turun dari mobil lalu mengelilingi mobilnya, menuju bagasi dan membukanya. Tadi sebelum kesini, ia mampir ke supermarket, membeli banyak makanan ringan hingga makanan berat untuk para penghuni panti.

Apalagi Raga, balita yang sedikit banyak mencuri hatinya. Anak itu sangat suka makanan ringan seperti biskuit atau ciki-ciki. Tapi Riana sangat memperingati para pengasuh untuk tidak terlalu sering memberi snack ber-MSG tersebut.

Baru saja selesai menuruni semua belanjaannya, seorang  gadis menghampiri sambil meneriaki namanya.

"Dindaaa.." Riana tersenyum lebar sambil merentangkan kedua tangannya yang segera disambut oleh gadis manis tersebut.

"Dinda nggak sekolah?" Tanya Riana sambil mengusap surai hitam Dinda.

Gadis kecil itu menggeleng sambil mencebikkan bibirnya lucu. Riana mengernyit sambil mengusap halus dahi anak itu.

"Kenapa?"

Dinda kembali menggeleng  lalu menenggelamkan wajahnya ke perut Riana.

Riana mendesah sambil menangkup kepala anak itu, "Bantuin kakak angkatin barang, mau?"

Gadis itu mengangguk antusias. Ia membawa benerapa snack yang Riana berikan dengan wajah sumringah.

"Assalamu'alaykum.."

Riana masuk kedalam ruang tamu dengan dua pelastik besar di kanan-kirinya.  Tak lama ada sahutan balasan salam dari dalam.

"Wa'alaykumsalam.. Loh, Ri! Dateng kamu," sahut bu Warsih yang langsung memeluk hangat Riana. 

Riana menaruh pelastik besar itu di lantai dan menyambut bu Warsih. Di belakang bu Warsih sudah berkumpul anak-anak panti yang turut menyambutnya.

"Ibu, sehat?" Tanya Riana dengan mata berkaca-kaca. Ah.. Kalau sudah menyangkut orang-orang di panti entah kenapa ia sangat sensitif.

Bu Warsih mengangguk sambil mengelus lengan Riana, "Alhamdulillah sehat, anak-anak juga sehat semua. Yuk, Nduk.. masuk."

"Eh, ini bu, aku bawa makanan buat anak-anak." Diangkatnya kembali pelastik besar itu.

"Duh, repot bawa-bawa segala kamu, tuh. Ayok anak-anak dibantu kakaknya bawa kedalam yah makanannya.."

Setelah diberi aba-aba, anak-anak itu mengambil pelastik-pelastik tersebut dan berlarian kedalam sambil tergopoh-gopoh. Membuat Riana tertawa kecil saking gemasnya.

"Kamu sendirian?" Tanya bu Warsih.

Riana merangkul bahu bu Warsih sambil berjalan menuju ruang tengah tempat anak-anak berkumpul.

"Iya," jawabnya santai.

"Nak Rei mana?"

Mendengar nama Rei, Riana yang baru saja akan mendaratkan pantatnya di sofa untuk bergabung bersama bu Warsih yang sudah lebih dulu, segera memasang wajah malas.

"Ke sungai amazon kali, nyari encu."

Bu Warsih kontan menganga. Dipukulnya pelan lengan Riana yang terbalut kemeja putih.

"Kamu tuh kalo ngomong," tegurnya.

Riana nyengir tanpa dosa. Pandangannya teralih pada sesosok balita yang tiba-tiba saja keluar dari ruangan di depannya sambil menyedot botol susu yang tersisa sedikit susu di dalamnya.

How To Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang