Delapan

1.3K 95 10
                                    


Tawamu di kala senja datang masih terbekas di sini; di hatiku. Senyum yang sama- yang entah kini untuk siapa. Dalam kenangan itu aku masih hidup. Menata bahagia demi untuk sebuah perjuangan yang entah. Entah untuk apalagi aku berjuang.

Demi hatimu aku berjuang. Demi pelukmu aku menantang. Sejak itu, masih namamu yang bersemayam. Melahap habis sisa ruang yang ada.
Izinkan kubalut segala luka sambil mengingat semua. Yang telah terlewatkan dan tak pernah terbalaskan.

***

Waktu terus menunjukkan kuasanya. Makin hari kedekatan Rei dan Luna semakin muncul ke permukaan. Membuat dada Riana semakin terasa sesak dengan kenyataan.

Ibu jarinya terus menggeser atas-bawah layar ponsel yang memaparkan foto-foto kebersamaan dua insan itu di dunia maya.

Tuhan, jika ada rasa sakit yang lebih dari ini, berikan aku kekuatan untuk bersyukur bahwa rasa ini adalah yang terbaik, batin Riana.

Ia memejamkan mata. Setetes air jatuh membasahi layar smartphonenya. Diremasnya sedikit benda itu sambil merasakan sakit yang membludak dalam hatinya; jiwanya.

Lagi-lagi kehilangan adalah hal terakhir yang harus dipilihnya. Karena segala sesuatu yang dipaksakan, hanya akan mengundang luka.

Karena jatuh cinta sendirian, adalah hal menyakitkan yang tak terbantahkan.

Dulu saat kehilangan Adam, dia berusaha melupakan lelaki itu dan tak lama takdir membuat lukanya sembuh dengan cara mempertemukannya dengan Rei. Rei-lah pelabuhan laranya dan tempat ia kembali 'pulang' setelah melewati badai yang sukses memporak-porandakan.

Namun sekarang? Siapa lagi orang yang dapat dijadikannya 'rumah' untuk kembali 'pulang'?

Ia kembali mendesah lagi. Lagi dan lagi. Lagi-lagi harus begini.

Mengapa ada pertemuan bila selalu berakhir kehilangan?

Ditatapnya jalanan melalui jendela di sampingnya yang basah karena gerimis yang lumayan deras.

"Masih nyari penyakit aja lo?"

Riana terjengkit. Dengan gerakan cepat dihapusnya sebulir airmata di pipi dan menatap orang di sampingnya.

Ia langsung menaruh ponselnya ke dalam sling bag dan memasang wajah se-biasa mungkin.

Natha mendengus. Ia cuma bisa geleng-geleng kepala mengetahui bahwa sahabatnya ini masih saja mencari tahu informasi terbaru tentang mantan kekasihnya itu.

"Gue nggak bisa ngeliat lo begini terus, Riana. Apa bayangan Rei di sana belom hilang juga?" Tanya Natha, matanya menatap langsung ke manik Riana.

Riana tertunduk lemas dengan jari-jarinya saling bertautan. Melupakan Rei? Bahkan belum masuk agendanya.

Natha menghela napas. Selama berteman dengan Riana belum pernah ia melihat sahabatnya sekacau ini. Pengaruh Rei memang luar biasa.

"Lo harus cepetan cari pengganti Rei. Gue bakal bantu lo," sahut Natha lagi.

Beberapa hari ini Natha seolah merangkap jadi mak comblang. Ia mencoba mengenalkan Riana pada teman-teman lelakinya. Mulai dari teman sekolah dulu hingga teman kuliah mereka.

Namun hasilnya tetap saja nihil. Terakhir dia mengenalkan Riana pada temannya, seorang dokter muda. Tapi baru saling mengenal seminggu, Riana mengetahui kenyataan paling absurd tentang si dokter itu. Ternyata dia simpanan seorang tante berumur. Zz..

Riana menatap Natha dengan sedikit terkejut dan berkata, "Nggak. Jangan lagi. Nggak perlu, Nat. Lo mau ngenalin gue sama simpanan apalagi? Simpanan janda kaya? Apa simpanan istri pejabat? Kalo simpanan bank sih, gapapa deh lumayan."

How To Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang