"A million voices rack your brain
Can you hear my love?
I wanna give you everything
Can you hear my love?
Signal's lost, we got cut off
Can you hear my love?"(Jacob Whitesides - Focus)
.
.
.
.
.
Ponselku berdering. Nama Sean tertera disana, aku baru saja memikirkannya kini ia sudah menelponku."Kau dimana?" Tanya Sean diseberang, suara pantulan bola basket dan lantai terdengar begitu jelas, juga sorakan beberapa gadis.
"Apa kau menelponku di tengah-tengah permainan?"
"Haha tidak, aku sedang beristirahat sekarang. Kau belum menjawab pertanyaanku." Ujar Sean, suaranya nyaris hilang tertelan keramaian di lapangan basket, aku mendengar suara beberapa gadis disebelahnya, itu pasti fans-fansnya.
"Aku di perpustakaan." Jawabku.
"Sendirian?"
"Iya sendirian."
"Aku temani ya?"
"Tidak perlu, sebentar lagi mata kuliah Mrs Sharon selesai, dan aku akan pulang dengan Anna."
"Baiklah, jaga dirimu baik baik ya." Ucapnya sebelum mengakhiri panggilan. Dia memang se-perhatian itu padaku.
"Hey, ayo." Anna sudah tiba di depanku.
"Jangan lewat koridor utama ya?" ucapku.
"Kenapa?" Anna menatapku.
"Uhm.. tidak apa-apa, sudahlah ayo." Aku segera mengamit lengan Anna.
Kami bergegas keluar kampus melewati jalan atau koridor yang sepi dan jarang di lewati mahasiswa lain. Sejujurnya aku menghindari the Boys.
Begitu melihat mobilku aku segera masuk dan menyalakan mesin, setelah Anna duduk di joke sebelahku dengan raut heran seraya menatapku, aku segera tancap gas pulang dari kampusku, University of Central Florida di Orlando.
Selama dua minggu ini aku atau Sean secara bergantian akan mengantarkan Anna kembali ke rumahnya karena mobilnya masih berada dibengkel. Aku senang bisa mengantarnya pulang, senang bisa bertemu keluarganya. Itu mengingatkanku pada mendiang mama dan papa, dua belas tahun lamanya mereka pergi, aku sudah lupa bagaimana rasanya memiliki keluarga.
Aku menoleh ke arah Anna yang tampak serius mengetik pesan. Jemarinya bergerak cepat menyentuh layar ponselnya. Tiba-tiba ia menoleh ke arahku raut wajahnya tampak bingung.
"Sean mencarimu, dia mencoba menghubungimu tapi tidak bisa."
Aku mengeluarkan ponselku, ada dua panggilan tak terjawab dari Sean.
"Iya, aku tak melihatnya." Aku mengangkat bahu.
"Ada apa? Kenapa wajahmu bingung?"
"Sean bilang kau harus segera pulang ke rumah dan mengunci pintumu rapat. Jangan keluar rumah sampai esok." ujar Anna, kedua alisku merapat, kenapa aku harus melakukan itu. Mobil berhenti, kami tiba di depan halaman rumah Anna.
"Kenapa?" tanyaku bingung.
"Aku tidak tahu, Sean hanya memberitahuku itu." Anna berpaling, sementara aku masih terpaku memikirkan kalimatnya.
"Terimakasih ya tumpangannya." Sahut Anna.
Kenapa aku harus mengunci diri dirumah? Aku baru saja akan memutar arah mobilku saat mataku menangkap sosok ibu Anna tengah memindahkan tanamannya pada pot bunga. Sosok bersahaja itu tengah berdiri disana dengan topi kebun kesayangannya.
"Bunganya indah sekali Ibu McGrath. Kau sangat pandai mengurus tanaman itu." Ujarku dari dalam mobil.
Dia menoleh terkejut kearahku. "Oh dear.. terimakasih banyak Letta." Ibu McGrath tersenyum dari balik topi kebunnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Oddeants (Kutukan 300 Tahun)
FantasyBagaimana rasanya terjebak di dimensi lain selama 300 tahun? Di dunia yang belum pernah kau datangi sebelumnya? Terjebak untuk membuktikan sebuah ramalan dan mendapatkan sang 'pemilik hati'. SEAN Kelak kau akan menemukan seseorang yang lebih baik da...