CHAPTER 7

30 3 0
                                    

Song Chapter : James Bay - Need The Sun to Break
.
.
.
.
.
Chapter 7

"Maaf aku bukan tipikal romantis seperti dia yang memperlakukanmu dengan bunga
dan segala perlakuan manis.
Aku hanya seperti ini, seperti pecundang."
.
.
.
.
.

bruak

Samar-samar aku mendengar bunyi benda jatuh di kamarku, aku membuka mata. Pukul 12 tengah malam.

Aku berjalan lunglai menghampiri sumber suara. Tak ada apapun. Oh aku ngantuk sekali mungkin aku salah dengar.

Pintu balkonku terbuka, aku lupa menguncinya. Setelah menguncinya aku kembali ke atas ranjangku.

***

Aku berjalan melintasi taman kampus menuju gedung faculty seusai memarkirkan mobil tua-ku, mataku menangkap gerombolan The Boys di tempat parkir dekat gedung itu, beberapa duduk diatas mobil dan motor seraya merokok, beberapa sibuk menggodai mahasiswi yang lewat, dan yang lainnya lagi tengah membully seorang nerd.

Ada beberapa gadis berkumpul di sekitar The Boys, oh sial aku tahu siapa mereka, Breva dan tiga serangga-nya, Brad duduk disana, diantara mereka. Tatapannya dingin, ia tampak menikmati rokoknya.

Sepasang mata biru safir milik Brad menangkap mataku, tatapan kami bertemu. Apa yang ada difikirannya? Ia menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan.

Hari ini aku sudah berniat ingin menjauhinya. Aku tak berhenti, terus melangkah, mataku tak menatap jalan di hadapanku, tapi menatap sosok Brad di antara gadis - gadis itu, seolah mata biru safir miliknya itu mengunci tatapanku. Aku berusaha tidak mempedulikan tatapan beberapa anggota The Boys yang ikut tertuju ke arahku, mereka menatapku lekat sama seperti yang dilakukan Brad.

'Sebagian anggota The Boys menyukaimu Letta. Kau tidak tahu itu.'

Tiba-tiba kalimat Brad itu mengudara di kepalaku, lengkap bersama bayangan seringai menyebalkan itu. Sial.

Ini berjalan seperti slow-motion. Aku bisa melihat mereka hampir tidak berkedip menatapku, tapi tatapanku terus kembali pada sosok menyebalkan yang tengah menghembuskan kepulan demi kepulan asap rokok ke udara.

Ia membiarkan Breva menggelayuti pundaknya, gadis itu berbisik manja di telinganya. Aku melihat Brad menyeringai puas ke arahku sebelum wajah itu menghilang dibalik tembok gedung, aku telah melewati pemandangan itu dan tiba di gedung yang kutuju. Dadaku terasa nyeri setelahnya. Tenang saja, setelah ini aku akan menjauhinya, dia tak lebih dari sekadar pembuat onar.

“Letta.” Suara bass itu.

Aku tidak mau menoleh, aku tahu itu dia. Pandanganku tetap lurus ke depan, terus melanjutkan berjalan. Suara langkah kakinya terdengar mendekat, jantungku semakin berdebar. Dia berhasil menyamai langkahku.

“Kenapa kau menghindariku?” tanya Brad tidak mengerti.

Dadaku terasa nyeri melihat kehadirannya, seperti ada yang menusuknya dengan ribuan jarum. Mungkin karena aku telah melihatnya bersama gadis lain daripada bersamaku.

“Tidak.” Jawabku tanpa menoleh sama sekali ke arahnya.

“Lihatkan?” Brad melompat ke hadapanku. Membuat langkahku terhenti, aku mendongak menatapnya.

“Apa?” aku menunjuknya dengan dagu.

“Kau marah padaku?” dia menunduk menatapku lekat.

“Tidak.” Aku mengangkat kedua alisku, memang aku tidak marah padanya.

“Baiklah, kalau begitu ayo kita ke perpustakaan.”

“Tidak mau.” Aku berjalan melewatinya.

The Oddeants (Kutukan 300 Tahun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang