CHAPTER 5

265 31 7
                                    

Song Chapter : Avril Lavigne - I Love You
.
.
.
.
.
Chapter 5

"Pada ruangan yang dipenuhi dengan seni, aku tetap akan memandangi dirinya.
Dia tidak tahu bahwa senyumnya adalah pahatan mahakarya terhebat.
Dialah masterpiece langsung dari Yang Kuasa."
.
.
.
.
.

Aku berjalan tergesa menuju mobilku yang masih terparkir di tempat yang sama seperti saat kuparkirkan semalam. Peugeot-ku yang mulai terlihat kotor meluncur deras membelah jalan di kota Orlando. Kendaraan ramai berlalu lalang, hingar bingar kota Orlando sangat terasa ketika hari Senin.

Segalanya sibuk. Untungnya hari ini jadwal kuliahku jam 11 dan jam 2 siang, bukan jam pagi yang mengharuskanku bangun pagi dan mungkin buru-buru.

Jadwal kuliah ditentukan tergantung mata kuliah dan dosen yang bersangkutan. Kebetulan aku mengambil jurusan yang sama dengan Anna dan Sean,  Fine of Art. Dosen-dosen seni itu tak banyak yang suka bangun pagi, atau beraktivitas terlalu pagi, mereka suka menikmati pagi atau matahari terbit sebelum memulai hari. Itu semua pengecualian untuk Mr Coltsman.

Aku tiba di kampus kebangganku lalu memarkirkan mobil, berjalan cepat menuju ruang kelas Mrs Mary. Aku melirik jam tanganku, masih tersisa sepuluh menit. Semakin kupercepat langkahku, melewati koridor yang ramai, berjalan cepat bukan karena takut telat, namun karena semua tatapan orang padaku. Ada yang biasa saja tapi curi-curi pandang, ada yang segera berbisik ke temannya setelah melihatku, ada yang menatapku intens dari atas hingga bawah lalu tersenyum meremehkan. Mereka membuatku risih.

“Letta.” panggil suara itu.

Aku memutar tubuhku, Brad berdiri disana dengan—Oh Damn. Aku berbalik dan melengos memunggunginya. Ia mempercepat langkahnya hingga menyamaiku. Aku menutupi wajahku dengan helai-helai rambutku yang turun menjuntai. Aku tidak mau orang-orang melihat wajahku.

“Apa yang kau lakukan disini?” tanyaku nyaris berbisik, aku tidak tahu kenapa aku berbisik.

“Aku kesini untuk memastikan kau akan hadir di balapanku nanti malam.” Ucapnya datar.

“Aku tidak akan hadir. Kau mengerti? Sekarang pergilah.” Aku mempercepat langkahku, meninggalkannya di belakang tanpa menatapnya sama sekali.

“Letta!” Panggil seseorang, aku melihat Sean, ia berjalan ke arahku.

“Ayo masuk kelas.” Sean menarik tubuhku hingga merapat ke tubuhnya, ia menatap Brad sekilas.

Mereka saling menatap selama beberapa saat, tatapan Sean masih sama teduhnya tapi tatapan Brad begitu tajam dan penuh amarah, aku bahkan bisa melihat alis tebal miliknya yang berkerut dan rahangnya yang mengeras. Apa yang terjadi pada mereka?

Sean menarikku untuk segera pergi dari hadapan Brad, tapi urusanku dengan Brad sepertinya belum selesai, aku menoleh ke belakang Brad menyeringai padaku. Seringainya hilang di balik tembok setelah aku berbelok.

“Apa yang kau lakukan bersama laki-laki itu?” tanya Sean tetap berjalan disisiku bahkan tanpa menatapku sama sekali.

Aku mendongak menatap ekspresinya yang tampak kaku, rahangnya mengeras.

“Aku hanya kebetulan bertemu di koridor.” Jawabku.

“Kau tahu, dia laki-laki yang berbahaya, jangan dekat-dekat dengannya.” Sean menatapku intens. Berbahaya? Apa maksudnya berbahaya? Kenapa Brad berbahaya untukku?

“Heyy!” Anna melambaikan tangannya padaku dan Sean dari kejauhan. Anna berjalan menghampiri.

“Hey Sean. Jam berapa timmu akan bertanding?” Tanya Anna.

The Oddeants (Kutukan 300 Tahun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang