Trouble Causes

289 30 11
                                    

You're so beautiful
But that's not why I love you
I'm not sure you know
That the reason I love you is you
Being you..
Just you..
Yeah the reason I love you is all that we've been through
And that's why I love you

(Avril Lavigne - I Love You)
.
.
.
.
.

Pagi ini sebelum menuju kelas, aku menyempatkan diri membuka lokerku dan disana sudah ada setangkai mawar merah muda yang wanginya segera menyeruak memasuki hidungku. Wangi sekali. Aku meraih mawar itu, menatapnya nanar. Dia indah namun mengingatkanku pada sebuah pemakaman, pada kesedihan.

Semoga harimu menyenangkan.


Sean


Begitulah pesan singkat di sebuah kertas yang terikat bersama mawar itu. Akhir-akhir ini Sean menjadi sering memberiku bunga, dia juga lebih protective, terutama sejak kemunculan Brad. Aku tidak tahu apa alasan di balik itu semua, Brad juga, dia sangat gencar mendekatiku sejak hari pertama ia datang kesini.

Kupikir mereka pasti saling mengenal. Apakah mereka kakak beradik? Karena keduanya sama-sama memiliki aura yang tak dimiliki mahasiswa lain, bahkan manusia lain yang pernah kulihat.

Meskipun sama-sama tampan tapi mereka tidak mirip sama sekali. Mata Brad biru safir sedangkan Sean berwarna hazel, rambut Brad hitam pekat, sedangkan Sean berwarna kecoklatan.

Aku menghirup aroma mawar itu sesaat lalu menutup pintu lokerku setelah mengambil beberapa sketchbook di dalamnya. Aku bergegas menyusuri koridor yang sepi sambil terus membaui aroma setangkai mawar di pagi hari yang begitu wangi.

Tanpa ada peringatan apapun, empat orang gadis menghadang jalanku, seketika kuhentikan langkahku.

"Good morning Brad's favourite." sapa salah seorang gadis berambut blonde dengan tindik di hidungnya. Dia terlihat familiar bagiku. Ah aku ingat! Dia adalah gadis yang sama yang duduk disamping Brad saat turnamen basket kemarin. Tubuhku menegang seketika.

"Ada apa?" Aku menatapnya was-was.

Si blonde itu mendengus. "Huh? Ada apa?" ia maju selangkah lebih dekat.

"WE WANT YOU, TO STAY AWAY FROM BRADLEY." ujar si Blonde kriting itu dengan nada mengancam. Dia pikir aku akan takut padanya? No way no.

"Brev, apa kau yakin gadis jelek ini yang sedang dikabarkan dekat dengan Bradley?" Tanya seorang gadis hitam yang berdiri di sebelah si Blonde.

Aku melengos tak menghiraukan kata-katanya namun si Blonde keriting itu menarik tanganku dan melempar tubuhku hingga bahu kiriku menghantam salah satu dinding loker. Sial itu sakit sekali.

Aku berdiri tanganku sudah terulur untuk mendorongnya namun ketiga temannya menahanku agar tetap berbaring. Aku memberontak berusaha melepaskan diriku namun percuma mereka bertiga terlalu kuat.

"Oohh. Apa dia memberimu mawar ini? huh?!" si Blonde kriting nan kusut itu menatap tangan kananku yang masih memegang bunga mawar dari Sean.

Dia mengira bunga itu dari Brad. Kakinya yang mengenakan heels 7 cm menghentak dan menginjak tanganku yang masih menggenggam mawar itu, ia menginjaknya tanpa ampun, aku menjerit kesakitan karena duri duri mawar menancap dalam di tanganku.

"Letta." Suara lantang itu menggema di sepanjang koridor. Dari kejauhan aku melihat Sean berlari menghampiriku.

"Hey.. kau sangat tampan." Sapa si Blonde itu pada Sean.

"Menjauhlah. Darinya." Desis Sean tajam pada keempat gadis itu, Sean menatap mereka hingga kilat dimatanya menyala.

Keempat gadis itu segera menyingkir dan menjauh dengan raut ketakutan. Aku baru saja melihat sisi yang berbeda dari Sean, ia yang selalu lembut, hangat, dan sopan itu kini menampakkan sisinya yang tajam.

"Kau tak apa?" tanyanya seraya membantuku berdiri, tatapannya sudah kembali melembut.

Aku berdiri dibantu Sean "Tidak apa." Jawabku seraya menahan sakit di tanganku akibat heels si Blonde itu merobek kulitku sedikit, darah segar mengalir dari telapak tanganku.

Aku menatap tanganku yang masih menggenggam mawar pemberian Sean yang rusak, kelopaknya yang rontok bercampur darahku.

The Oddeants (Kutukan 300 Tahun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang