Black Race

252 32 8
                                    

Aku membuka mataku perlahan, dan menatap jam di dashboard mobilku, sudah pukul 23.45 malam. Sepertinya aku ketiduran di dalam mobilku, padahal sore ini aku baru saja meminum kopi bersama Anna dan menikmati senja bersama Sean.

Setelah Sean mengantarku pulang, aku tidak langsung masuk kedalam, tapi masuk ke dalam mobilku hanya untuk duduk sesaat di dalam dan menikmati alunan lagu The Script, hingga tiba-tiba kantukku datang dan aku tertidur di dalam mobil.

Aku menguap lebar dan mengedarkan pandanganku ke sekitar, seseorang duduk di joke sebelahku.

"AAAAKHH!" jeritku. Aku membuka pintu mobilku dan berlari keluar, sial, kakiku tersandung. Aku tersungkur ke tanah.

"Kau seperti melihat hantu." Suara berat yang khas itu.

Sosok itu berjalan menghampiriku lalu berdiri di hadapanku, wajahnya terkena sorotan lampu taman di halaman rumah.

Apa? Bradley.

Aku menatapnya sinis namun ia balik menatapku dingin. Aku segera bangkit berdiri lalu merapikan rambutku, aku tampak konyol.

"Kenapa kau selalu datang tiba-tiba sih!" Amukku.

"Di loker, di rumah Alex, lalu sekarang di depan rumah."

Lelaki bertindik itu mendengus pelan, menatapku tajam dengan matanya yang mempesona itu. Aku membuang tatapanku darinya.

"Kenapa kau ke sini?" tanyaku berusaha terlihat tidak peduli akan kehadirannya.

"Aku ingin melihatmu." jawabnya datar.

Aku memutar bola mataku dengan kesal. "Kita baru bertemu tadi siaaang." Jawabku tak sabar.

Lagi-lagi dia hanya menyeringai.

"Apa?" Tanyaku galak. Aku masih menatapnya sinis.

"Kau cantik.." Ujarnya, sudut bibirnya sedikit terangkat, membentuk senyuman kecil diwajahnya. Tentu saja aku tidak termakan oleh kata-katanya dan senyumnya yang manis itu. Sial. Kalimatnya membuat jantungku berdebar.

"Sudah berapa lama kau disini?" aku mengalihkan wajahku darinya, menggaruk tengkuk yang tak gatal sama sekali.

"Sudah sejak tadi." Jawabnya ringan.

Sudah sejak tadi itu berarti ia melihatku tertidur di dalam mobil. Apa dia memperhatikan cara tidurku? Oh kuharap aku tidak mendekur atau mengeluarkan liur tadi.

"Lebih baik kau pergi, kakakku akan marah jika melihatku bersama laki-laki malam begini." Aku berbohong, tidak ada Luke, dia masih diluar kota.

"Dua hari lagi ada even balapan di Volusia County." Ujar Brad memasukkan kedua tangannya ke saku jeans, aku menatapnya.

"Aku ingin kau hadir disana untuk menemaniku." Imbuhnya.

Aku membeku ditempatku, Brad mengajakku menonton balapan liar di Volusia County, itu jauh. Aku menggigit bibirku, aku tidak pernah menonton balapan liar sebelumnya. Setidaknya akan ada banyak orang disana, aku tidak bisa terus mengandalkan Sean untuk urusan keselamatanku, aku harus mulai memikirkan itu sendiri. Aku bingung harus memberi jawaban apa padanya, aku tidak bisa menjawab 'iya' dan lebih tidak bisa lagi menjawab 'Tidak'.

Tanpa menjawab, aku melengos pergi masuk ke rumah, meninggalkan Brad yang masih terpaku di tempatnya.

"Letta. Kau harus mau, ingat kita adalah teman." ujarnya.

Aku menutup pintu rumahku dan menguncinya rapat. Kupejamkan mataku dan mengatur nafas. Malam ini jadwal Luke di luar kota, ini artinya aku sendiri dirumah. Jika Brad tahu aku sendiri dirumah aku tak tahu apa yang akan terjadi padaku. Aku bingung jawaban apa yang harus kuberikan padanya. Kuletakkan sepatuku asal, segera kutanggalkan pakaianku dan mulai kuganti dengan shortpants dan kaos oblong.

"Nice shape."

Damn. Aku menatap sekeliling mencari asal suara itu, seorang laki-laki berdiri di pintu balkon kamarku. Kuraih tongkat baseball-ku dan kuhantamkan berkali-kali ke tubuh lelaki itu.

"Pencuri!" ujarku seraya memukul membabi buta.

"Tunggu--ini aku." lelaki itu menahan pukulan terakhir dari tongkat baseball-ku.

Lampu balkonku menyorot wajahnya, itu Brad, ia memegangin hidungnya yang.. entahlah mungkin patah atau berdarah.

"Apa yang kau lakukan? Bagaimana kau bisa sampai ke sini?" tanyaku kesal sekaligus takut karena telah melukai orang.

"Kau harus menonton balapanku." ujarnya seraya nyengir kesakitan. Aku menggigit bibirku, merasa bersalah padanya.

"Tidak akan, keluar sekarang atau aku akan teriak." Ancamku.

"Tidak, sebelum kau menjawab 'Iya'." Balasnya santai.

Harusnya aku tahu bahwa 'memaksakan kehendak' adalah salah satu sifatnya. Dia ini manusia jenis apa sih.

"Keluar sekarang." aku bersiap untuk menghantamnya dengan tongkat baseball-ku lagi.

"Baiklah. Aku akan keluar." Ujarnya mengangkat kedua tangannya seraya menyeringai tajam, memandangiku intens dari ujung kepala hingga kaki. Ia berjalan menuju balkon kamarku. Ya ampun jangan bilang dia akan lompat.

"Ngomong-ngomong aku suka warna bra-mu." seringainya lalu melompat turun begitu saja.

Siaaaaal. Dia melihatku saat berganti pakaian tadi. Dasar menyebalkan, lelaki mata keranjang, tidak sopan, mengganggu privasi. Argh. Aku tidak suka padanya!

***

Thanks yang udah baca. Jangan lupa vote dan comment yaa <3

The Oddeants (Kutukan 300 Tahun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang