CHAPTER 10

14 0 0
                                    

Song Chapter : Ed Sheeran - Thinking Out Loud
.
.
.
.
.
Chapter 10

"Apapun itu, aku telah memaafkannya.
Bagaimanapun dia merusak hariku, membuatku sakit,
hebatnya aku selalu punya cara untuk memaafkannya; tanpa syarat."
.
.
.
.
.

Tengah malam, angin berhembus kencang melalui celah jendela dan pintu kamarku, tubuhku semakin meringkuk menahan dinginnya angin, dimana selimutku? Aku tidak sanggup berjalan dan mencarinya, sangat dingin.

Perlahan tubuhku mulai terasa hangat kembali. Aku membuka mata dan mendapati selimutku telah membungkus tubuh. Kini sepenuhnya aku sadar secara mendadak.

Siapa yang menyelimutiku? Aku duduk di atas ranjangku seraya mengedarkan pandangan ke penjuru kamarku yang gelap, tanganku meraih saklar lampu kamar dan menyalakannya. Angin berhembus lagi, semakin kurapatkan selimutku. Kenapa akhir-akhir ini aku merasa seseorang selalu mengawasiku setiap tengah malam. Sejujurnya ini cukup membuatku takut.

Derr!’

Pintu balkonku berhantam satu sama lain karena tertiup angin yang begitu kencang. Satu lagi, kenapa pintu balkon kamarku selalu terbuka tengah malam padahal aku yakin itu terkunci rapat ketika aku tidur. Apakah seseorang menyelinap ke dalam rumahku? Tapi siapa? Pembunuh itu? Sungguh sekarang aku tidak takut sama sekali.

Aku penasaran seperti apakah sosok itu, sosok yang kata Sean bisa jadi orang yang cukup dekat denganku. Aku berjalan gontai untuk menutup pintu balkon kamarku lalu berjalan kembali ke atas ranjang.

Duk!’

Aduh. Apa ini? Sebuah kado? Tengah malam seperti ini?

Aku membolak balik bingkisan itu, hanya ada tulisan ‘to : Letta’ di bagian depannya, tak ada nama pengirimnya. Semakin penasaran, kubuka bungkusan itu. Gemerlap silver itu segera memenuhi mataku. Aku mengangkat gaun itu, ini adalah gaun yang kupilihkan untuk Breva, secarik kertas jatuh dari balik gaun itu.

Be beautiful queen! See you on Festival.

Hanya itu yang tertulis.
Malam malam berikutnya, aku selalu terbangun tengah malam, entah itu di sengaja atau tidak, terbangun karena suara benda terjatuh ataupun seseorang mengetuk pintu balkon kamarku, atau suara langkah kaki seseorang, itu semua tak membuatku takut, tapi penasaran. Setiap kali aku terbangun dan menyalakan lampu tak ada jejak yang tertinggal kecuali sebuah bingkisan berisi benda yang berbeda setiap malamnya, sepatu kaca, anting dan kalung belian berwarna merah, aku selalu penasaran dengan kejutan di setiap malamnya, hingga tawaran Anna untuk berbelanja keperluan Festival kutolak, yang terakhir ajakan Sean juga tak kuindahkan.

Aku tahu semua hadiah ini dari Brad.

Pada malam terakhir sebelum King and Queen Festival bungkusan terakhir datang padaku, yakni sebuah mahkota bertabur berlian dan perak. Untuk apa Brad memberiku semua ini sementara Ratunya adalah Breva.

***

Tiba hari Festival Raja dan Ratu. Sore itu Anna datang ke rumahku untuk membantuku merias diri, aku memang tidak piawai dalam hal ini. Anna sudah siap dengan dandanannya namun belum mengenakan gaunnya, masih mengenakan kemeja ketika datang kerumahku.

“Dari mana kau dapat semua ini?” Anna tampak terpukau memandangi semua pernak pernikku di atas kasur.

“Seseorang mengirimkannya padaku.” Jawabku diiringi senyum.

Anna mulai meletakkan make up tipis di wajahku.

“Brad?” tanyanya setelah menaburkan bedak dan mengusapnya dengan kuas.

The Oddeants (Kutukan 300 Tahun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang