"Focus on my voice
Gotta let me through
Gotta get to you
Turn down all the noise
Focus on me
I'll focus on you"(Jacob Whitesides - Focus)
.
.
.
.
.
Beberapa detik sebelum waktu habis, aku mengumpulkan lembar ujianku. Cloey menghampiriku setelah itu."Letta, terimakasih untuk kemarin." Ujar Cloey seraya membenarkan kacamatanya yang sedikit turun.
"Aku hanya melakukan hal yang menurutku benar. Mereka tidak seharusnya melakukan itu padamu." Balasku tersenyum.
Cloey berterimakasih sekali lagi sebelum pergi dari hadapanku. Dari kejauhan aku melihat Anna berjalan menghampiriku, ekspresi wajahnya seolah menggambarkan jika ia mempunyai berita uptodate. Namun lagi-lagi aku mendapati teman-teman sekelasku menatap ke arahku, sedikit curi pandang.
"Kau lihat sedari tadi mereka curi pandang ke arahku." Bisikku seraya mengamit lengan Anna untuk segera keluar kelas. Sean mengekor di belakang.
"Itu yang coba kujelaskan padamu Letta. Kejadian di cafeteria kemarin. Berita itu sudah sampai ke telinga semua orang. Kau jadi perbincangan hangat Letta, satu-satunya yang berani melawan The Boys." Ujar Anna exited.
"Oh Damn." Aku memijat dahiku. Tatapanku beralih pada Sean, dia menggedikkan bahunya.
Aku tidak biasa jadi pusat perhatian. Sejujurnya tatapan semua orang padaku membuatku risih. Setelah sekian lama aku ada disekitar Sean, sosok yang terkenal itu, lantas itu tak membuat namaku juga dikenal. Orang mulai mengenalku justru setelah tindakanku yang menghebohkan. Entah aku harus malu atau bangga dengan diriku.
"Kau tidak perlu khawatir, ada aku dan Sean disini untukmu." Anna menepuk-nepuk bahuku pelan, aku tersenyum, itu sangat membantu. Aku melirik Sean dia mengangguk seraya tersenyum.
"Aku mau latihan basket, kalian mau ikut?" Tanya Sean.
"Ikut!" jawabku dan Anna serempak, kami berdua saling tatap lalu terkekeh geli.
Aku dan Anna bergegas menuju lapangan basket, sementara Sean pergi ke ruang ganti bersama beberapa teman tim-nya. Aku tidak menyangka kursi penonton ramai terisi, namun kebanyakan oleh gadis-gadis penggemar Sean. Gadis-gadis cheerleader bersorak sorak manja menyemangati para pemain. Sorakan semakin ramai saat tim basket Sean keluar. Sean berjalan diantara teman-temannya, namun dialah yang paling bersinar, paling berbeda, paling mencolok.
Gadis-gadis disekitarku mulai meneriakkan nama Sean, lelaki itu berdiri dengan posisi siap, tubuh atletisnya dan lekuk ototnya itu menonjol dari balik baju basketnya, membuatnya terlihat.. entahlah, hot.
Untuk latihan, mereka terbagi menjadi 2 tim, tim A dan tim B.
Bola pertama ada di tangan Sean, sesaat sebelum peluit tanda mulai ditiup, Sean menoleh ke arahku dan Anna, tapi matanya menatapku. Ia menyunggingkan senyum, membuat gadis-gadis seketika berteriak histeris. Peluit mulai ditiup, Sean mulai men-dribble bola, tubuhnya meliuk menembus benteng pertahanan lawan, tak butuh waktu lama, ia melempar bola langsung masuk ke ring, three point shoot.Seketika lapangan dibanjiri oleh sorakan riuh dan tepuk tangan.
Bola selanjutnya ada di tangan James, teman satu tim Sean. Dia adalah kapten tim. Permainan berlangsung dengan seru. Aku terkejut, tiba-tiba seseorang tidak sengaja menumpahkan minumnya diatas rokku."Oops."
Hanya itu yang terucap, aku mendongak dan menatap seorang gadis gendut yang baru saja menumpahkan minumnya diatas rokku berlalu begitu saja, aku tidak yakin dia tidak sengaja menumpahkannya. Sial.
"Kau tidak apa?" Anna meraih tissue dari dalam ranselnya untuk diberikan padaku.
"Aku tidak apa-apa, aku ke toilet saja untuk membersihkan ini."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Oddeants (Kutukan 300 Tahun)
FantasyBagaimana rasanya terjebak di dimensi lain selama 300 tahun? Di dunia yang belum pernah kau datangi sebelumnya? Terjebak untuk membuktikan sebuah ramalan dan mendapatkan sang 'pemilik hati'. SEAN Kelak kau akan menemukan seseorang yang lebih baik da...