Adam dirawat di rumah sakit, Pak Arif menyuruh gue dan Dea pulang karena orang tuanya telah datang dari Jakarta. Adam mungkin akan absen selama beberapa hari, atau bahkan ia akan lebih dulu pulang ke Jakarta. Gue memutar badan gue memandangi ranjang Adam yang kosong. Menghela nafas kemudian tidur.
Paginya, gue melihat Dea sedang duduk di kantin. Pandanganya kosong. Gue mengahmpirinya dan langsung duduk di sebelah Dea.
"Pagi Dea," sapa Gue.
"Pagi," jawabnya.
"Kamu kenapa?"
"Gakpapa,"
"Kamu mikirin Adam yaa?" Tanya Gue.
"Hmm iyaa, aku khawatir sama dia," katanya.
"Kamu gak usah khawatir yaa, nanti pulang sekolah kita jenguk dia,"
"Memangnya dibolehkan sama Pak Arif?"
"Boleh,"
"Kata siapa?"
"Kata aku barusan,"
"Ishh..," kata Dea sambil mencubit lengan gue.
"Hahaha,"
"Gak ada yang lucu, Tian," katanya.
"Ada,"
"Siapa? Kamu lagi?"
"Bukan, kamu,"
"Tiann," katanya sambil mencubit lenganya yang kali ini lebih keras.
"Aw..aw..Dea sakit udah,"
"Lagian kamunya,"
"Tapi aku serius soal tadi,"
"Soal apa? Matematika?"
"Bukan, soal jenguk Adam,"
"Kita gak akan diizinkan untuk menjenguk Adam, sudah kubilangkan tadi,"
"Dea, aku akan berusaha agar kamu bisa menjenguknya, aku janji," kata gue sambil memegang tanganya.
"Terima kasih Tian," katanya.
"Permisi, maaf ganggu, lo yang namanya Tian kan?" Tanya seseorang yang merupakan teman sekelas gue di sekolah ini. Dia duduk di belakang Aldi.
"Iya kenapa?"
"Lo dipanggil Bu Sumarni di lab Bahasa,"
"Okey gue ke sana, tapi gue gak tau lab bahasanya di mana? Lo mau nganterin gue?"
"Iya gue akan antar lo,"
"Baiklah, ayo Dea,"
"Tunggu, Bu Sumarni bilang lo harus datang sendiri," kata anak itu.
"Tian, kamu percaya dengannya? Dia kan duduk di belakang Aldi? Aku curiga sama dia," bisik Dea.
"Udah tenang aja, oke?" Kata gue yang dibalas dengan dengan anggukannya.
"Ayo cepat tunjukan di mana jalanya,"
Gue berjalan di belakangnya tanpa menaruh curiga apapun dengannya. Kami sampai di ujung koridor. Dia berhenti.
"Kenapa berhenti?"
"Maaf gue cuma bisa nganter lo sampai sini doang, lab ada di ujung sana," katanya.
"Hmm oke, thanks yaa,"
Gue berjalan ke tempat yang ditunjukan. Gue membuka pintu yang terletak paling ujung.
"Permisi bu," tidak ada jawaban. Gue belum menaruh rasa curiga pada anak tadi. Gue tetap berjalan masuk. Tempat ini kotor dan berantakan. Tempat ini lebih tepat disebut gudang daripada sebuah lab. Apa? Gudang? Gue baru menyadari kalau ini adalah gudang. Gue berjalan keluar namun sayang seseorang sudah menutupnya dari luar. Anak itu!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Triangle Love
Teen FictionTian seorang siswa kelas 9 tiba-tiba jatuh cinta dengan seorang wanita lain. Padahal Tian sendiri sudah berpacaran dengan seorang perempuan sebayanya sejak 1 tahun yang lalu. Apakah pacarnya mengetahuinya? Bagaimana hubungan mereka selanjutnya?