27

115 9 0
                                    

Tian sudah di tandu menuju tumpukkan kayu yang cukup besar di tengah. Di sekeliling kahu itu sudah banyak orang yang mengelilinginya sambil membaca sebuah mantra. Entah apa yang mereka semua bicarakan. Tian di tempatkan di atas tumpukkan kayu itu.

"Hey mau apa kalian?" Tanya Tian. Tubuhnya diikat sehingga ia tidak bisa kemana-mana.

"Waktumu sudah tiba, Tian," kata Ketua Adat yang baru Tian sadari ada di sana.

"Apa maksudmu? Waktu apa?" Tanyanya.

"Kau adalah korban selanjutnya,"

"Apa? Lepaskan aku sekarang!" Teriak Tian yang mulai meronta.

"Cepat nyalakan apinya!" Suruh ketua adat.

"Hey tunggu, ada apa dengan kalian? Apa salahku?"

"Heyy!" Teriak Tian.

Namun sayang, api sudah dinyalakan tanpa ada yang bisa mencegahnya. Tian mulai merasakan badanya terbakar. Ajalnya sudah menjemputnya hari ini.

"Ahhhhhhh.......," teriaknya yang merupakan kata-kata terakhir darinya.

"Tiannnnn," teriak Tante Mia yang terbangun. Badanya berkeringat. Nafasnya tersengal-sengal.

"Ada apa? Kamu baik-baik aja kan ma?" Tanya Om Bram yang ikut terbangun karena teriakan Tante Mia.
"Tian pah, Tian,"

"Kenapa?"

"Aku bermimpi kalau dia di bakar hidup hidup," katanya tersengal-sengal.

"Itu hanya mimpi tidak akan terjadi," kata Om Bram sambil membawa kepala Tante Mia ke dadanya kemudian mengelus kepalanya.

"Tapi aku punya firasat buruk, kau tau kan bagaimana firasat seorang ibu?"

"Iya iya, kamu tenang yaa, sekarang kamu tidur lagi. Aku yakin Tian akan ditemukan dengan selamat. Aku yakin itu," kata Om Bram sambil menaruh kepala tante Mia di atas bantal. Akhirnya Tante Mia berhasil tidur kembali dilanjutkan dengan Om Bram.

***

Pagi itu tak biasanya Adam mengobrol dengan Radit. Adam juga tidak tau mengapa ia ingin mengobrol denganya.

"Lo gak khawatir sama keadaan Dea? Gue lihat lo biasa-biasa aja," tanya Radit yang sukses membuat Adam terkejut.

"Khawatir pasti, tapi gue percaya sama Tian kalau Tian pasti akan menjaga Dea, dia gak akan ngebiarin Dea terluka, itu pasti," kata Adam.

"Tapi lo gak takut apa?"

"Maksud lo?"

"Sorry yaa dam, bukan gue mau manasin lo atau apa tapi mungkin itu akan jadi kesempatan Tian buat ngedeketin Dea dan membuat Dea mulai menyukai Tian," kata Radit yang membuat Adam bingung.

"Lo aneh, sumpah lo aneh. Kemaren lo bersikukuh untuk mencari Tian. Sekarang lo malah ngejelekin dia di depan gue, lo berkepribadian ganda?" Kata Adam.

"Gak dam gue cuma takut aja,"

"Kenapa lo harus takut? Gue aja gak takut padahal gue yang pacaran, kalau Tian mau ngerebut Dea itu harusnya dari dulu, dan asal lo tau sebenernya Tian yang ngebantu gue deket sama Dea, jadi gak mungkin dia kayak gitu," kata Adam

"Oke oke gue minta maaf," katanya.

Dalam hatinya Adam berkata bahwa ia pantas disebut munafik kali ini, ia juga takut hal yang dikatakan Radit itu benar. Ia benar-benar takut. Sangat takut.

***

Setelah sarapan Tian memberanikan diri menemui Ketua Adat. Didampingi Dea di belakangnya yang masih sedikit marah dengan Tian.

The Triangle LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang