H u r t || D u a p u l u h d u a

194 13 2
                                    

Tifarsy

Pada akhirnya, bukan hanya aku, Mikha, dan Digma yang mengikuti belajar bersama, melainkan Fani, Keina, bahkan geng Digma. Hampir lengkap, hanya kurang Lean dan kekasih Keina, mungkin.

Menit pertama, kami telah siap berkumpul di sebuah meja bundar. Masing-masing memegang pulpen dan menghadap buku, tak ada alat lainnya. Hingga beberapa menit berikutnya, kami telah berpencar di seluruh sudut ruang belajar Mikha yang serba putih-cokelat.

Gary dan aku masih asyik belajar fisika di tempat semula, sedangkan Digma dan Keina belajar di karpet cokelat berbulu tebal sambil sesekali terlihat becanda dan tertawa, persis pasangan kekasih yang menganggap bahwa dunia hanya milik berdua. Begitu pun Dika dan Fani, mereka malah asyik mengobrol di samping jendela dengan bingkai putih, sambil sesekali memainkan ponsel dan berfoto bersama. Riko sedang bermain game di sofa tidur berwarna krem, sedangkan Genta dan Bima asyik mengusili kami sambil bernyanyi-nyanyi. Sesekali Bima memainkan ponselnya, mungkin untuk bertukar pesan dengan Lean.

Mikha sendiri pergi entah ke mana. Dia yang mengundang, dia yang menghilang -meski sebenarnya ia hanya mengundangku, haha.

"Bukankah kita kesini untuk belajar?" Tiba-tiba Mikha bersuara. Ia memasuki ruangan, diikuti oleh dua orang wanita yang membawa nampan berisi banyak kudapan dan minuman.

"Asikkkk, harusnya dari dulu kita dateng kemari!" seru Genta yang berada di antara Fani dan Dika.

Aku terkekeh, lalu berkata, "Lo bisa tekor banyak loh Mikh, kita kan bakalan terus belajar bareng selama dua minggu." Mikha ikut terkekeh, begitu pun Keina dan yang lainnya, sedangkan Digma hanya menyeringai.

Tepat ketika kedua wanita pengikut Mikha keluar dari ruangan, Riko bangkit dari sofa, lalu mendekati meja bundar.

"Makanan dihidangkan untuk dimakan, betul?" Lelaki itu mengambil satu makanan, lalu memasukkannya ke dalam mulut, membuat kami tertawa sambil mengikuti perlakuannya.

***

Dua minggu telah berlalu, dan ujian semester genap telah berakhir. Meski kegiatan belajar bersama yang kami adakan kurang efektif -lebih tepatnya tidak efektif karena ... semua siswa tahu sendiri apa yang akan terjadi jika merencanakan belajar bersama-, tetapi ujian kami berjalan cukup sukses.

"Lo semua harus banyak berterima kasih sama Mikha," ingatku setengah mengejek. Kami baru saja berhamburan ke luar ruang ujian, dengan tas di bahu atau di punggung, serta senyum ceria seolah baru saja berhasil selamat dari maut.

"Lo juga kali!" balas Fani yang membuatku terkekeh.

"Dan kalian harus berterima kasih sama gue, karena gue yang ngajak kalian buat belajar bareng," timpal Digma yang sedang bercermin di jendela sambil merapikan rambut.

"Yaaa, terima kasih, Digma." Tiba-tiba terdengar suara Mikha yang mendekat ke arah kami.

Digma mengerlingkan matanya, membuatku tertawa. Keina ikut tertawa, lalu mengalihkan pembicaraan, "Makan-makan, yuk, rayain!"

"Di rumah Mikha aja lagi," celetuk Riko.

"Eh, jangan kali, ngerepotin mulu." Gary membela Mikha.

"Sekalian, cuma sekali lagi kok," bujuk Dika sambil mendekati Mikha dan merangkulnya.

"Dih si gila, pelangi lo!" ejekku sambil menarik Mikha agar menjauh dari Dika, membuat semua orang disana terkejut.

Uh, apa yang aku lakukan ini berlebihan? Aku melirik Mikha yang hanya tersenyum malu -manis sekali, seperti anak kucing yang sedang dielus-elus-, lalu melirik Digma yang tampak seperti anak anjing sedang cemburu. Haih, begini rasanya diperebutkan?

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang