H u r t 2 || T i g a

38 3 0
                                    

Maaf updatenya lama ya. Semoga pada bertahan di cerita ini:((



Seminggu telah berlalu. Dari kuliner hingga tempat wisata kota baru Si Kembar, semua telah dikunjungi oleh Tifarsy dan teman-temannya. Mereka bersenang-senang dan mengambil banyak foto dengan smartphone masing-masing, juga dengan kamera digital milik Fani, dan kamera milik Bima-Genta.

Hari ini mereka akan pulang. Sebentar lagi masuk sekolah, mereka harus mempersiapkan diri menghadapi tahun ajaran baru yang tampaknya akan sangat melelahkan.

"Sialan, parfum gue bocor!" umpat Fani di tengah keheningan, saat geng perempuan itu sedang berdandan masing-masing. "Ada tisu enggak?"

"Abis," jawab Tifarsy cepat.

"Di tas gue ada. Ambil aja, ya, mau ngeringin rambut," ujar Keina yang kemudian masuk ke dalam kamar mandi.

Fani mengambil tas Keina dari meja, lalu membuka dan mengambil kotak tisu. Tepat ketika kotak itu terangkat, sebuah foto terjatuh tanpa seorang pun menyadari hal itu.

Beberapa menit berlalu. Seseorang mengetuk pintu, mengingatkan untuk segera turun dan makan sarapan yang telah dibeli oleh Digma dan kawan-kawan.

"Hari ini kita kemana?" tanya Fani bersemangat.

"Pulang," jawab Dika sekenanya, disambut dengan gerutuan Fani.

"Ke pusat oleh-oleh, mau?" tawar Bima.

Di sela perbincangan, telepon Gary berdering. Ia pun menjauh dari meja makan, lalu kembali setelah teman-temannya setuju untuk pergi ke beberapa pusat oleh-oleh sebelum pulang nanti malam.

"Gue harus buru-buru pulang nih, ada urusan keluarga mendadak," terang Gary, disambut kekecewaan dari ketiga gadis yang sebelumnya begitu semangat untuk belanja.

"Lagian mau pada beli oleh-oleh buat siapa? Pacar aja enggak punya," sindir Digma.

"Eh, Fani sih punya," bela Dika cepat.

"Siapa?" goda Riko. Dika dan Fani hanya tersenyum malu, sedangkan Keina menyimpan sendoknya, enggan melanjutkan makan.

"Gue udah selesai, ke kamar duluan ya." Keina berusaha tersenyum.

Tifarsy dan Fani saling pandang, lalu setelah terdengar suara pintu tertutup, mereka mengomel bersamaan, "Pada bahas pacar sih!"

Sarapan pun berakhir lima belas menit kemudian. Kedua gadis yang tersisa mau tak mau membereskan meja makan dan mencuci piring, sedangkan para pangeran asyik merokok di halaman setelah sepakat bahwa mereka akan pulang satu jam ke depan.

Setelah pekerjaan beres, Tifarsy dan Fani kembali ke kamar. Awalnya mereka pikir Keina sedang tidur atau main ponsel sambil berguling kesana-kemari seperti perempuan pms yang tiba-tiba hancur moodnya, tetapi ternyata Keina malah sedang sibuk mengeluarkan semua pakaian dari koper.

"Ada apa, Kei? Kenapa lo acak-acakin koper?" tanya Fani sambil memungut beberapa pakaian temannya itu dari lantai.

"Foto gue ilang."

Tifarsy dan Fani mengerutkan dahi, lalu bertanya, "Foto apa?" Namun Keina tampak tak berniat menjawab pertanyaan tersebut.

"Emang lo simpan foto itu dimana?" Tifarsy bertanya sambil membantu Keina mencari di sekitar tempat tidur, sedangkan Fani berjalan menuju kamar mandi setelah menaruh pakaian-pakaian Keina di tempat tidur.

"Di tas kecil, tetapi sekarang enggak ada. Mungkin gue lupa udah mindahin ke koper," jawab Keina sambil membuka semua retsleting yang ada di kopernya, lalu ia memutar kepala ke arah Fani dan berkata datar, "gue enggak mungkin bawa foto ke kamar mandi, Fan."

"Gue mah kebelet, bukan mau nyariin foto." Fani buru-buru menutup pintu kamar mandi.

Tifarsy dan Keina melanjutkan pencarian. Tepat ketika sang pemilik foto mulai menyerah, Tifarsy menemukan sebuah foto di bawah ranjang tempat tidur. Setelah meniup debu yang menempel pada foto itu, Tifarsy berteriak senang, "Ketemu!"

Namun setelah melihat sosok pada foto tersebut, kesenangan Tifarsy menguap. Sementara itu, Keina yang terlalu bersemangat merebut foto miliknya dari tangan Tifarsy. Perempuan tersebut tersenyum lega, tanpa menyadari tanda tanya yang muncul di wajah orang yang menemukan fotonya.

"Ketemu? Foto Hufi, ya?" tebak Fani yang muncul dari belakang Keina.

Keina hanya tersenyum malu. Ia merasa sedang digoda. Hingga beberapa saat kemudian, senyum Keina pudar. Ia baru ingat, kini Hufi bukanlah siapa-siapanya. Perempuan itu beranjak, menyimpan foto tadi di tasnya, setelah Fani mengingatkan bahwa mereka akan pulang sebentar lagi.

Sementara itu, Tifarsy masih terpaku di tempat. Dadanya berdebar, tenggorokannya terasa kering. Pikirannya berulang kali mencerna nama yang Fani sebut sekaligus membuka memori tentang wajah tampan yang baru saja ia lihat.

"Tidak mungkin …." Perempuan itu bergumam lirih.

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang