Halte

174 7 0
                                    


"Hujannya deras banget, sih." Gumam Luna kesal.

Sore ini hujan deras mengguyur jalanan sekitar sekolah Graha. Tidak banyak juga para siswa yang kehujanan, walaupun mereka sudah memakai payung, tapi hujan ini terlalu deras sehingga tetap membasahi tubuh.

Saat ini Luna sedang duduk di halte depan sekolahnya. Dia sedang menunggu Rico—kakaknya menjemput dirinya. Karena mengetahui Luna adalah anak pindahan sehingga dia belum terlalu hafal arah jalan pulangnya.

Dilihatnya jalanan yang ada di depan pandangan Luna, banyak mobil dan motor yang berlalu lalang. Karena hawa dingin yang menyelimuti tubuh Luna, dia menggosokkan kedua telapak tangannya kemudian menggosokkan lengannya berusaha membuat tubuhnya sedikit hangat.

Dan karena merasa bosan, ia mengambil handphone dan earphone yang ada di dalam tasnya sembari menunggu kakaknya itu menjemputnya.

Kenapa Rico lama sekali menjemputnya dan kenapa mereka tidak pulang bersama, padahal jam pulang mereka sama. Itu karena sebenarnya siang tadi saat bel pulang sekolah berbunyi, Rico langsung pulang sekolah dan Luna bilang pada Rico kalau dia akan mengerjakan tugasnya dulu di sekolah, sehingga Luna meminta Rico untuk pulang duluan. Dan jadilah sekarang Luna meminta Rico menjemputnya, alasan lainnya juga karena hujan dan karena Luna tidak tahu arah pulang.

"Ih, kak Rico bener-bener deh. Nyebelin. Lama banget datengnya, dingin kali nunggu di sini." Ucapnya kesal sambil memilah-milah lagu yang akan didengarnya.

Saat Luna sedang mendengarkan musik di earphone nya, seorang laki-laki berlari dari arah kanan Luna ke hatle yang sama dengannya. Karena Luna sedang sibuk dengan hp-ya dan sedang mendengarkan musik, sehingga dia tidak sadar dengan hadirnya laki-laki tersebut.

Laki-laki itu langsung duduk dengan jarak agak jauh dari Luna dan membenahi rambutnya yang sedikit berantakan karena terkena air hujan tadi.

Dilihat dari perawakannya, laki-laki ini bisa dibilang lumayan tampan dengan tinggi sekitar 170 cm-an, kulitnya yang putih, rambutnya yang ditata sedikit urakan tapi terlihat cocok di kepalanya, dan tidak lupa matanya yang biru menambah pesona laki-laki ini.

Setelah selesai menata rambutnya, laki-laki ini langsung menoleh kearah kiri, dilihatnya seorang gadis sedang duduk dengan earphone yang bertengger di kupingnya. Dilihat juga muka gadis tersebut, 'keliatannya dia lagi bosen, deh', batinnya.

Kemudian, laki-laki tersebut menghampiri Luna, gadis yang sedari tadi ia perhatikan.

"Hei." Sapa laki-laki tersebut.

Tidak ada balasan. Luna tetap diam dan berkutat dengan hp-nya. Karena Luna sedang mendengarkan musik, ditambah suara hujan yang cukup deras, membuat Luna tidak mendengar sapaan laki-laki tersebut.

Laki-laki ini menghembuskan nafasnya kasar, karena mengetahui tidak ada balasan atas sapaannya tadi, lalu ia memanggil Luna lagi dengan suara yang sedikit kencang.

"Hei!"

Tidak ada balasan lagi.

Karena geram, laki-laki tersebut mencolek lengan Luna.

Karena kaget, spontan Luna melepas earphone nya dan menengok ke arah seseorang yang mencolek lengannya tadi, Luna sedikit mendongakkan kepalanya karena posisi Luna yang sedang duduk dan seseorang tadi yang sedang berdiri.

"Eh, iya. Ada apa?" Ucap Luna yang sembari beranjak dari duduknya.

"Hmm, sendirian aja di sini?" Tanya laki-laki tersebut. Sebenarnya dia bingung ingin berkata apa, jadilah ia bertanya seperti itu. Sebenarnya itu pertanyaan konyol, karena tanpa perlu ditanya lagi, dia bisa melihat kalau gadis ini sedang duduk sendirian di halte.

My ENEMY is My LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang