Sasaran

167 7 0
                                    


Luna POV

Oke. Sekarang aku sangat bingung.

Sangat.

Ini semua karena mulut sialan ini yang tiba-tiba mengatakan sesuatu yang berakibat fatal.

Sangat fatal.

Oke, aku merasa gila sekarang.

Oh—tapi percayalah, aku bingung banget.

Setelah tadi aku ngaku sama Varo kalau aku mempunyai pacar, aku gak pernah berfikir kalau dia akan menantangku seperti itu.

Dia menantangku untuk memperkenalkan pacarku padanya.

Nah.

Siapa yang akan aku kenalkan?

Sudah jelas-jelas aku gak punya pacar.

Eits—tapi bukan berarti aku jomblo ngenes, ya!

Aku hanya sedang menunggu seseorang.

Oh, Tuhan...tolong hambamu ini.

Dengan gontai aku berjalan ke arah kantin, sendirian. Aku tidak bersama Dina dan Tiff, karena saat bel istirahat tadi aku belum selesai mencatat materi sejarah, jadi Dina dan Tiff lebih dulu ke kantin.

Saat perjalanan menuju kantin, dari arah pandangku aku melihat seseorang yang aku kenal yang sedang berjalan beriringan dengan hmm—mungkin teman-temannya?

Aha!

Dan saat itu juga aku mempunyai ide.


**


"Luna!"

"Sini buruan!"

Panggil seseorang yang tidak lain tidak bukan adalah Dina dan Tiff. Mereka melambaikan tangannya dan memanggilku untuk menghampiri mereka.

Aku berjalan malas sambil menghampiri mereka.

"Hei, lesu banget sih, lo." Ucap Tiff sambil mengaduk mie ayamnya.

"Gapapa, lagi males aja." Ucapku lesu.

"Males kenapa sih?" tambah Dina.

"Arrgghh! Bingung nih gue." Ucapku sambil memukul-mukul meja sehingga menimbulkan suara gaduh, dan itu membuat beberapa orang yang ada di kantin menoleh ke arahku.

Aduh, aku malu.

Ah—bodo amat. Saat ini aku bener-bener kesel.

Arrgghh!!!

"Heh heh lo kenapa sih? Cerita aja sama kita. Ya gak, Tiff?" ucap Dina.

"Hmm." Jawab Tiff dengan bergumam karena dia sedang mengunyah makanannya.

"Gini, gue tadi pagi ngobrol sama Varo. Terus—"

"Apa? Lo ngobrol sama Varo? Wah! Langka banget tuh. Biasanya juga lo berantem mulu sama dia." Ucap Dina memotong ceritaku.

Aku mengendus malas. Baru saja aku cerita malah dipotong.

Malesin banget.

"Dengerin dulu, elah. Jangan motong cerita gue." Ucapku sinis.

"Eh eh iya maap, hehe." Dina menyengir.

"Ya gitu. Gue 'kan tadi ngobrol sama dia. Nah dia nanya kalau kemarin gue jalan sama siapa. Karena gue kemarin jalan sama cowo dan—"

My ENEMY is My LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang