Prolog

1.7K 13 0
                                    

Surabaya, Oktober 2015.

Karin melirik jam tangannya yang tergantung di tangan kanannya. Sudah hampir setengah jam ia berdiri di depan pintu kedatangan domestik bandara Juanda. Bola matanya bergerak dari kiri ke kanan, mengamati kerumunan orang yang berlalu-lalang di sekitar tempat ia berdiri. Tak berapa lama kemudian, seorang wanita berambut bop, perlahan mendekatinya.

"Hai cantik...so sorry nunggu agak lama...Surabaya sekarang macetnya nggak bisa di prediksi..." Tanpa ba-bi-bu, cewek itu langsung memeluk Karin dan mencium pipi kiri dan kanan Karin.

"Gapapa..thanks banget udah dijemput...Tambah cantik ya...kangen banget aku...." Karin membalas pelukan sahabat karibnya yang bernama Shella itu.

"Makanya kamu nih songong abis 4 tahun kagak pernah pulang..." Kemudian Shella melepaskan pelukannya dan melirik ke arah jam tangannya. "Kayaknya kita kudu berangkat sekarang ke rumah Sade..Semoga masih keburu yaa.."

Karin mengangguk. Kemudian ia berjalan menuju parkiran mobil bersama Shella. Tak berapa lama kemudian, mobil yang dikendarai Shella melesat meninggalkan hiruk pikuk Bandara Juanda.

***

Kumandang shalawat dan isak tangis bercampur menjadi satu, ketika Karin tiba di rumah Sade. Rumah tersebut nampak ramai dengan para orang-orang berbaju hitam ataupun gelap, tanda berduka.

Karin hanya mampu terdiam memandangi kerumunan orang tersebut. Bukan tak tahu akan apa yang harus ia lakukan, melainkan diri dan otaknya sedang berperang. Ingatannya melayang kemana-mana, mengingat kejadian beberapa tahun silam yang pernah terjadi di rumah ini.

"Eh ayo masuk ngapain bengong ?" Sella menyikutnya pelan. Kemudian Karin dan Shella berjalan masuk ke dalam rumah tersebut.

"Karin...." Seseorang menyapanya pelan dengan air mata masih menjatuhi pipinya. Matanya begitu sembab, efek menangis dari semalam.

Karin tahu siapa orang itu. Mengenalnya, walaupun ada sedikit perubahan dari perempuan itu. "Dira..." Karin langsung berjalan mendekat ke perempuan itu dan memeluknya. "Diraa..sabar yaaa..."

Dira terisak di pelukan Karin. "Aku...aku...."

"I know, isn't easy to accept the truth, dear..." Bisik Karin sambil mengusap pelan punggung Dira.Ia paham bagaimana perasaan Dira, apalagi ditinggal Sade secara mendadak karena kecelakaan di Malang kemarin. "Ikhlaskan..supaya jalannya mudah..kasihan kalau ditangisi terus.."

Dira mengangguk. "A...ayo m...masuk..." Ucapnya terbata. Karin berjalan masuk sembari memeluk Dira. Kemudian Dira mengajak Karin untuk bertemu kedua orang tua Sade.

"Karin..." Nampak Ibu Sade sedikit terkejut akan kehadiran Karin. "Terima kasih ya sudah mau datang..maafkan segala kesalahan Sade..." Beliau memeluk Karin erat. Karin merasakan pundaknya basah oleh air mata sang Ibu.

"Sama-sama tante.." Jawab Karin berusaha tegar. "Ikhlaskan Sade ya tante..biar jalannya disana tenang.."

Ibunya masih terisak, kemudian melepaskan pelukannya dan mencium pipi Karin. "Kapan datang dari Jerman sayang ?"

"Sejak seminggu lalu tante, tapi di Jakarta" Karin tersenyum hormat. "Saya juga baru dapat kabarnya tadi pagi dari Shella, tan..."

Ibu Sade berusaha tersenyum, disusul Shella kemudian menjabat tangan ibu Sade. Kemudian seorang anak perempuan berusia sekitar 3 tahun menghampirinya. Karin memandangnya. Lucu, berlesung pipit seperti Sade, pikir Karin.

"Ini Aya, Rin..anakku..." Dira yang sedari tadi berada di sebelah ibu Sade, memperkenalkan anak kecil itu kepada Karin.

"Hallo Aya...cantiknyaaa..." Karin mengusap pipi Aya gemas. "Jangan sedih yaa...nanti cantiknya hilang..."

SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang