2012
Akhirnya, Karin lulus juga. Dengan perolehan nilai A, ia mantap untuk mencari pekerjaan di Jerman. Sementara mas Yudhis masih baru saja memulai perkuliahannya di S2. Mereka berdua saling mendukung dan memberi semangat. Bagaimana mas Yudhis membantu Karin mengurus visa kerja, dan Karin yang terkadang menjadi tempat curhat mas Yudhis terkait kuliahannya (walau agak nggak nyambung sih akuntansi sama Psikologi).
Selain kuliah, mereka juga sesekali melakukan travelling singkat di kota dan negara sekitaran Hamburg, Jerman. Beberapa waktu lalu mereka baru saja dari Austria, untuk melihat tempat tinggal Beethoven. Atau nggak, terkadang mereka mencoba menjelajahi kuliner di Jerman yang menurut mereka – harganya aduhai juga -- . Terkadang mereka juga menonton pertunjukkan opera, atau konser-konser musik klasik. Banyak waktu yang telah dihabiskan mereka berdua sepanjang tahun ini. Saling melengkapi dan mendukung. Saling menjaga dan memahami, hingga akhirnya Karin menyadari, bahwa mas Yudhis merupakan sosok pengganti Sade. Sosok yang mampu mengobati luka hatinya. Sosok yang selalu sabar untuk memahami dirinya. Orang yang tak akan pernah membuatnya sedih, dan orang yang akan selalu memberikan senyumnya. Untuk Karin seorang
Suatu malam, Karin menatap langit dari taman kecil di dekat apartemennya. Kebiasaannya dengan Sade tidak pernah terlupakan oleh Karin, bahkan ketika Karin kini berada di negeri orang. Langit kota Hamburg jauh lebih bersih daripada Surabaya, sehingga sering sekali terlihat bintang-bintang di langit.
Ia teringat pesan Sade yang menyuruhnya semacam telepati. Hal itu pernah 2 kali ia lakukan, tetapi ia merasa Sade tidak merasakannya. Kali ini, ia mencoba lagi.
"Hai Sade..kamu lagi apa ? pasti sedang berbahagia yaa disana..." Kata Karin berusaha riang. Ia kemudian menatap kalung hati pemberian Sade. "Apa kabarnya buat Dira ? maaf ya aku nggak datang ke acara nikahmu...Aku Cuma mau bilang..akhir-akhir ini aku merasa sedikit ketenangan di batin..Mungkin efek setelah mas Yudhis datang disini dan aku merasa nggak sendirian menghadapi kerasnya hidup di Jerman.." Karin berusaha tersenyum, agar air matanya tak menetes.
"Semoga kamu terima pesanku ini ya Sade..." Karin menutup pembicaraannya. "Oh ya aku juga mau bilang lagi..langit di Hamburg lebih bersih lho..bintang-bintangnya kelihatan banyak..."
Karin menatap langit-langit lagi sembari meneteskan air mata. Saat ini ia hanya berharap kebahagiaan Sade. Tidak lebih. Dan ia pun berharap, ia mampu berbahagia seperti Sade ; mampu meninggalkan segala kenangan yang pernah tercipta.
Tanpa Karin sadari, dari sudut yang tidak jauh dari tempat Karin duduk, mas Yudhis mengamati Karin. Ia juga mendengar kata-kata Karin tadi di tengah apartemen yang sedih. Mas Yudhis menghela nafas panjang. Sampai kapan kamu menderita seperti ini Karin ? Tanya mas Yudhis miris dalam hati.
***
Juli, 2012
"Jadi ya begitu Rin...kadang memang dosen-dosen itu unprecditable yaaa...Kupikir cuma Indonesia aja yang begitu"
Hari ini, mas Yudhis baru saja menyelesaikan Ujian Tengah Semesternya. Sesuai janji mereka, selepas Karin pulang kerja, Karin berkunjung ke kamar apartement mas Yudhis, memasakkan nasi goreng keju kesukaan mas Yudhis.
"Hahaha ya memang mas..Serba salah..dulu waktu aku kuliah juga gitu..kadang mereka seenak jidatnya sendiri..kalau nggak ngajuin argumen ya kita bakalan kalah..." Jawab Karin sembari memindahkan nasi goreng dari wajan ke 2 piring yang ia bagi sama rata. "Sabar ya mas masih ada...yaaa 1 tahun lebih lagi lah..hehe.."
"Yaaah gitu lah.." Nampak mas Yudhis sudah bersiap menyantap nasi goreng buatan Karin. "Hmmm..baunya ini yaa...enak banget..."
"Bilang aja laper mas..." Karin terbahak melihat kelakuan mas Yudhis yang mengendus-endus. "udah gih ndang dimakan..semoga aja nggak keasinan..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja
RomansaBegitulah cinta, tidak pernah terprediksi. Tidak semua langsung bertemu dengan pelabuhan yang tepat, melainkan melewati pelabuhan-pelabuhan lain terlebih dahulu. Atau mungkin harus merasakan kerasnya gelombang kehidupan, barulah kita menemukan cinta...