Setelah Sade Pergi

110 1 3
                                    

Oktober, 2010.

  1bulan berlalu setelah Karin putus dengan Sade. Semuanya terasa begitu lama. Karin masih belum bisa sepenuhnya mengontrol diri. Jika dia tidak disibukan lagi dengan pekerjaannya, ia tiba-tiba bisa menangis ketika teringat Sade. Ia berharap ini hanya mimpi, dan Sade tiba-tiba akan mengajaknya kembali dengan gaya juteknya yang khas. Ia merindukan segala tentang Sade. Ia hanya berharap apa yang diucapkan Sade sebulan lalu hanyalah kejahilannya ingin mengerjainya.

Apalagi, ia mendengar dari Shella bahwa Sade sudah kembali pacaran dengan Dira. Dunia Karin serasa runtuh. Tidak menyangka bahwa Sade begitu cepat melupakannya. Terlalu menyakitkan apa yang ia terima saat ini.

Seperti saat ini, ketika detik-detik menjelang ulang tahunnya, Karin duduk di tempat favorit coffee shop langganannya dengan Sade. Tidak seperti biasanya, ia memesan black coffee. Padahal ia tahu itu bukan minumannya. Ia beranggapan, bahwa dengan ini ia mampu mengenang Sade. Mampu mengenang apa yang pernah terjadi di tempat ini bersama Sade, terlebih ulang tahunnya setahun lalu.

Air matanya tak berhenti menetes sedari tadi. Ia merasa hampa tak ada Sade. Merasa sakit hati ditinggalkan dengan cara yang teramat tragis. Kenapa baru 1,5 tahun mereka bersama, semuanya baru terbuka ?Ini menjelang hari ulang tahunku..mengapa semuanya terasa menyakitkan...Batin Karin di dalam hati. Ia masih terus meneteskan air mata. Tak peduli pengunjung yang datang silih berganti melihat Karin dengan keadaan yang – kacau.

"Kamu disini toh Rin.." Tiba-tiba seseorang menyapanya. Karin familiar betul dengan suara itu. Mas Yudhis. Ia mendongak ke arah mas Yudhis, kemudian mas Yudhis tersenyum.

Karin tak mampu menjawab. Ia hanya mampu tersenyum sekilas. Kemudian kembali menatap keluar jendela.

Tanpa diminta, mas Yudhis duduk di sebelah Karin. Kemudian ia mengikuti ekor mata Karin, apa yang sedang dilihat Karin. "Semua orang nyariin kamu, Rin..HP kamu mati. Ibu tadi nyari kamu melalui Shella..Shella SMS sama telepon kamu nggak bisa..Terus Shella tadi telepon aku minta tolong buat nyariin kamu..Makanya aku kesini.."

Karin tak menjawab. Ia masih terdiam.

"Sudah malam..Ini sudah jam 11 juga..Kamu nggak capek ?"

"Karin mau ulang tahun disini mas..." Jawab Karin akhirnya, lirih.

"Ulang tahun dengan keadaanmu yang kacau kayak gini, nggak akan berarti apa-apa Rin.." Mas Yudhis mengusap pelan kepala Karin. "Sini lihat aku..." Pinta mas Yudhis. Karin kemudian menatap mas Yudhis. Mas Yudhis merasa iba melihat Karin. Matanya sudah seperti bola golf. Rambutnya yang tadi terikat rapi menjadi berantakan. Wajahnya lusuh, terlalu banyak menangis.

"Karin..aku tahu ini berat..aku juga pernah merasakan bagaimana menjadi kamu.." kata mas Yudhis lembut. "Tapi inilah hidup, yang datang juga akan pergi..Mungkin Sade bukan untuk kamu..Kamu bolehlah sedih, tapi jangan berlarut-larut dan jangan menyiksa dirimu sendiri, Karin. You deserve to be happy too.. Kamu bukan Karin yang aku kenal..."

"Maafkan Karin, mas..Karin selalu..merepotkan..." Ujar Karin terbata. Ia tak mampu membendung air matanya lagi. Ia menutup wajahyna dengan kedua telapak tangannya. Mas Yudhis semakin iba. Kemudian menarik pelan Karin ke dalam pelukannya. "Karin..aku nggak merasa terepotkan..aku hanya merasa..miris ngeliat kamu sedih kayak gini sementara aku nggak bisa apa-apa...."

Karin semakin sesenggukan. Ia tak tahu sampai kapan keadaannya akan begini.

"Kamu pasti belum makan sama sekali..." Mas Yudhis menatap meja Karin yang hanya berisi secangkir kopi hitam yang sudah dingin. "Dan lagian...mana mungkin kamu minum kopi hitam..Bukannya kamu nggak suka kopi ?"

SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang