Sebuah Keputusan.

105 1 1
                                    

Tidak banyak yang tahu, bukan hanya Karin yang tersiksa. Tetapi Sade pun juga tersiksa akan hal ini. Ia semakin tersiksa, ketika mendengarkan cerita mas Yudhis bahwa Karin nampak muram ketika menceritakan tentang dirinya. Tetapi selain itu, ia juga masih terbayang apa yang ia lihat 2 bulan lalu..Dan semua ceritanya yang berhubungan dengan dirinya dan Karin. Bukannya ia tak ingin membicarakan kepada Karin, tetapi ia yakin hal ini sangat sensitif sekali jika Karin harus tahu..Dan mungkin akan menghancurkan segalanya.

Lama Sade berpikir, kemudian terlintas satu pikiran yang sebenarnya tak ingin ia jalankan. Tetapi, hanya inilah satu-satunya yang terbaik. Ia hanya berharap, Karin akan tahu maksudnya seiring waktu berjalan.

***

Awal September, 2010.

Perasaan Karin pagi ini tidak enak entah mengapa. Hari Sabtu pagi, dan mendung semakin memperburuk suasana hatinya. Firasatnya pun mengatakan akan terjadi sesuatu. Ia tidak paham, semoga ini hanya perasaan buruknya saja.

"Ada apa toh nak ?" Tanya Ibu Karin ketika melihat Karin yang sedari tadi mondar-mandir nggak tentu di ruang TV.

"Perasaan Karin kok nggak enak ya bu..." Jawab Karin pelan. Kemudian ia mencoba tenang dan duduk di samping ibunya.

"Mungkin hanya pikiranmu saja..Mimpi buruk kah semalam ?" Tanya ibu lembut sembari mengusap pelan

Karin menggeleng pelan. Ia kemudian mencoba untuk rileks.

Tak berapa lama kemudian, tiba-tiba bel rumahnya berbunyi. Kemudian pembantu Karin mendatangi Karin ."Non...ada Mas Sade diluar nyariin..."

Karin terbelak. "Sade ?! Kok dia nggak bilang....."

 "Udah gih....Temuin dulu sana...." Ujar Ibunya kepada Karin. Karin mengangguk dan kemudian beranjak keluar. Ia menemukan Sade sedang duduk di beranda depannya dengan menggunakan jaket. Wajahnya terlihat suram.Kenapa ya?. "Sade...kok nggak bilang mau kesini...."

Sade tersenyum. "Hai sayang...sengaja kok hehe...ada acara hari ini ?"

Karin menggeleng. "Di rumah aja kok...Mau ditemenin kemana kah ?"

   "Aku kok pengen jalan-jalan ya...entah kemana...Mau ikut nggak ?"

   "Mendung-mendung gini ?" Karin menatap langit yang muram.

   "Kan aku bawa mobil Rin...Tenang aja nggak bakalan kehujanan....."

    "Hmm..boleh deh..." Karin tersenyum. Memang hampir 2 minggu ini mereka tidak bertemu karena Sade baru saja ada tugas ke Makassar dan Balikpapan. "Tunggu ya De, aku ganti baju dulu...."

***

Hampir 2 jam mereka mengelilingi Surabaya tanpa ada juntrungan yang jelas. Akhirnya, Sade menepikan mobilnya pada cafe langganan mereka. Bersamaan dengan itu, hujan pun turun.

      "Pas deh ya...hujan langsung turun begitu kita nyampe..." Karin menatap ke arah jendela, hujan turun dengan derasnya. Kemudian ia menatap mug berisi hot chocolate nya yang masih mengepul. "Gimana kerjaan kemarin, lancar De ?"

     "Lumayan...biasalah paling ribet masalah teknis doang...." Jawab Sade seadanya. "Rin....." Tiba-tiba wajahnya berubah serius. "Ada yang pengen kuomongin...."

     "Hem...iya De...Kenapa ?" Karin tetap menatap Sade tenang, walaupun ia sendiri juga deg-degan...."

     "Nggak kerasa ya kita udah 1,5 tahun jalan bareng...." Tiba-tiba Sade berucap. "Lama juga ya...aku nggak nyangka kita bisa selama ini...."

Karin menatap Sade penuh tanda tanya. Kemudian Sade melanjutkan kata-katanya lagi.

       "Terima kasih ya Karin, kamu sudah hadir dihidupku dan banyak membawa perubahan yang menurutku...luar biasa...." Sade tersenyum menatap Karin. Tapi senyumannya muram. "Aku juga masih inget, tempat ini adalah tempat yang pertama kali bikin kita bisa kayak sekarang...tempat ini sejarahnya banyak memang...."

       "Karin, aku memulai semuanya baik-baik, dan aku juga bakalan mengakhiri semuanya baik-baik...." Jantung Karin serasa copot ketika mendengar kata-kata terakhir Sade. "Kayaknya, kita sampai disini aja Karin...Aku ngerasa, lebih baik kita hidup sendiri-sendiri aja...."

Saking kagetnya, Karin tak mampu berkata-kata. Yang keluar hanyalah air matanya yang semakin deras. Setelah 1 menit ia membiarkan air matanya keluar, ia hanya sanggup berkata. "Kenapa Sade ?"

 Sade menatap Karin, tak tega. Tapi ia memang harus mengakhiri ini semuanya. "Yang pertama, aku sibuk...Kamu tahu sendiri sejak aku kerja, jarang banget punya quality time sama kamu...."

       "Tapi aku kan nggak pernah mempermasalahkan itu, Sade..."

       "Aku tahu...aku tahu kamu nggak pernah protes dan aku terima kasih sekali akan hal itu..." Sade mencoba tersenyum tegar. "Tapi aku juga nggak pengen nyakitin kamu dengan ketidak hadiranku ketika kamu butuh...nggak pernah ada buat kamu...apa-apa sendiri..jadi aku lebih baik mengakhiri semua....Dan yang kedua...." Sade menghela nafas panjang, ini adalah kata-kata tersulit yang akan ia katakan setelah ini. "Masih ada bayangan Dira dalam hidupku, Rin.....semakin kesini, bayangan itu semakin menghantui...aku tahu kata-kata ini bakalan nyakitin kamu, tapi...kalau aku nggak ngomong dan kita terus jalan...akan semakin nyakitin kamu...."

Hancur sudah hati Karin. Pertemuan yang Karin kira akan memperbaikki hubungannya yang merenggang, ternyata justru pertemuan ini adalah akhir dari 1,5 tahun perjalanan mereka. Karin tak mampu mengatakan apa-apa, ia hanya bisa menangis.

          "Kamu boleh benci aku Rin..boleh banget...Aku memang yang bersalah atas semua ini...Aku terima semua caci makimu ke aku, Rin...Aku cuma bisa bilang maaf dan berharap kamu dapat yang lebih baik dan yang terbaik setelah ini..."

        "Salahku ke kamu apa sih De, sampai kamu kayak gini....." Karin masih terisak, masih nggak percaya dengan apa yang dilakukan Sade.

        "Aku yang salah Rin...kamu nggak pernah salah..." Sade berusaha sekuat mungkin menahan air matanya. "Aku minta maaf......"

Karin kemudian bangkit dari tempat duduknya." Makasih Sade...makasih kamu bikin semuanya jadi hancur...semoga kamu bahagia...." Karin meninggalkan Sade, yang masih terpaku di tempat duduknya dan tak mampu berkata apa-apa.

Sade hanya mampu terdiam. Perlahan air matanya menetes. "Maafin aku Karin..suatu hari kamu akan tahu hal yang sebenarnya................"

***

SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang