Akhir Penantian Karina. --END

90 4 1
                                    

"Karin, poci tehnya taruh di meja beranda belakang ya...."

Hari ini hari Sabtu. Ritual minum teh di keluarga Karin tidak pernah berhenti, meskipun Karin sempat di Jerman selama 4 tahun. Hari ini, ibu Karin membuatnya sedikit spesial. Ritual minum dengan tema piknik, dimana kali ini mereka duduk 'lesehan', plus dimasakkan masakan kesukaan Karin.

 "Nah sudah beres bu...." Karin mengecek lagi persiapan sebelum 'ritual minum teh' berlangsung. Setelah dirasa beres, ia langsung mengambil tempat disamping ibunya. Tak berapa lama kemudian, ayah dan adiknya menyusul.

"Ibu masakkin spagethi favoritmu nih, Rin...ayo dimakan...."

"Percuma bu, Karin kan di Jerman juga sering makan begituan..yang lain kek..." Ayah Karin berkomentar.

"Tetep spagethi jowo nya ibu nggak ngalahin kok yah..." Karin nyengir, kemudian mengambil mie spagethi dari piring yang sudah tertata. Betapa Karin merindukan suasana seperti ini, berkumpul bersama. 4 tahun di Jerman membuat Karin harus melewatkan momen yang sebenarnya jadi penghubung antara keluarganya yang super duper sibuk itu

"Ini kurang calonnya Karin aja ya, Bu..." Tiba-tiba, ayah Karin nyeletuk di tengah keasyikan mereka berbincang-bincang.

"Bentar lagi juga datang yah..." Jawab Ibu sambil tersenyum. Karin mengerutkan kening. "Siapa sih bu ?"

Belum sempat semua menjawab Karin, tiba-tiba dari belakang, seseorang menepuk bahu Karin. Orang itu kemudian tersenyum. "Hei...." Sapanya.

Sontak Karin terkejut melihat kedatangan mas Yudhis. "Lah kenapa kagak bilang-bilang mau kesini mas ?"

"Ibu yang ngundang, nak..." ibu tersenyum, menjawab keheranan Karin. "Ayo nak, duduk dulu, nih tante juga masak..yaaah sederhana aja sih..."

Mas Yudhis mengangguk takzim, kemudian mengambil posisi di sebelah Karin. Ia pun tersenyum kaku menatap orang tua Karin. Mereka pun sempat berbincang sejenak, menanyakan perihat pekerjaan mas Yudhis saat ini. Mas Yudhis pun menjawab seadanya, terkadang pun diselingi guyonan untuk mencairkan suasana. 

"Memang nggak salah ya ibu pilih calon mantu, wong pinter gini.....ya nggak yah..."

"Iya bu, ayah lega calon pendamping Karin pinter...semoga juga kelak bisa njaga Karin yaa" ayah ikut menimpali.

Karin melotot, menatap orang tuanya yang entah mengapa menjadi norak sore ini ketika ada mas Yudhis. "Ayah ibu ahhh..."

"Lah memang iya kan, Yudhis kan calon suamimu nanti..." Ayah menjawab polos. "Nak Yudhis belum bilang sama Karin tah ?"

Mas Yudhis tersenyum. "Belum om, baru ini rencananya mau bilang...."

Ayah memberi komando kepada mas Yudhis untuk berbicara. "Yasudah ayo bilang nak...."

Mas Yudhis nampak memperbaiki posisi duduknya, menghadap Karin. Mau nggak mau, Karin akhirnya menghadap mas Yudhis agar mereka berhadapan. "Maksud ayah apa sih Mas ?"

"Karin, 2 hari lalu aku menghadap ayah ibumu, minta izin buat minta kamu jadi pendampingku..."

"...Aku minta maaf, dulu memilih menyerah waktu kamu sempat nolak. Padahal seharusnya aku meyakinkan kamu, bukan malah meninggalkan kamu...Makanya, ini terakhir aku minta kamu ya Karin. Aku minta kamu jadi istrimu, gimana ?"

Karin sedari tadi menatap mas Yudhis dan perlahan air matanya menetes penuh haru. Suratan takdir sore ini perlahan terbaca. Tuhan memilihkan mas Yudhis untuk menjadi pendamping hidupnya, setelah sekian lama ia pernah terjebak dan tersakiti karena cinta.

Karin masih sibuk menghapus air matanya yang menetes. "Terima kasih mas Yudhis sudah memilih Karin...maafkan kenaifan Karin juga waktu itu. Karin....mau kok jadi pendampingnya mas Yudhis...."

"Alhamdullilah..." Ayah Karin nampak lega, begitu pula ibu Karin. "Habis ini ayah punya mantu ya...."

Karin menatap ayahnya, tersenyum penuh haru. Kemudian ia beranjak menghampiri ayahnya dan memeluk. "Terima kasih ya ayah..."

"Doa Mamamu disana dijabah Allah, nak....Mendapatkan calon sebaik mas Yudhis..." ayah memeluk erat anak perempuan satu-satunya itu.

Tuhan memang selalu tepat mengatur kehidupan manusia.

***

Ritual minum the sore itu sudah berakhir, tetapi hingga malam mas Yudhis masih di rumah Karin untuk membicarakan hal-hal terkait persiapan pernikahan mereka.

Kemudian Yudhis duduk di beranda Karin, ketika sudah selesai berbincang terkait pernikahan mereka. Mereka berdua menatap langit, bintang malam itu terlihat cukup banyak dari halaman Karin.

 "Mas Yudhis kenapa nggak pernah cerita ?" Karin berujar di antara keheningan mereka.

Mas Yudhis sontak menoleh. "Tentang apa, Rin ?"

"Tentang mas Yudhis sama Sade dulu...penyebab Sade akhirnya putus sama Karin..."

"Ibu sudah cerita dulu ya sama kamu..." mas Yudhis tersenyum, menatap Karin. "Iya Rin, yang dikatakan ibu kepada kamu itu nggak salah. Memang Sade itu nggak pernah bisa dinalar jalan pikirannya. Akupun baru tahu alasan itu setelah kalian putus...Sade ngerasa lebih baik aku sama kamu..padahal nggak semudah itu, kan ? Ngelihat kamu dulu aja udah nggak tega gara-gara Sade mutusin kamu...."

"Iya mas...Sade implusif orangnya...tapi yaa....gimana lagi mas sudah terjadi...setidaknya, akhirnya Karin tahu alasan sebenarnya..."

"Kamu...nggak menyesal kan ?"

"Nggak mas...semua sudah berlalu kan ? Sade sudah bahagia sama Dira...dan Sade sekarang sudah bahagia sama Allah...semuanya sudah diatur kan..."

Mas Yudhis tersenyum. "Semoga kamu nggak menyesal jadi pendamping hidupku, ya...."

Karin membalas senyuman mas Yudhis. Ia sadar, ini bukan akhir perjalanan cintanya. Melainkan masih awal. Masih banyak hari-hari yang harus mereka lewati setelah pernikahan. Masih banyak yang harus mereka pelajari setelah resmi menjadi suami istri.

Tapi yang jelas, Karin tidak takut, asalkan bersama mas Yudhis.

***END

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 09, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang