Sebuah pernyataan dan jawaban

164 2 3
                                    

Awal Maret, 2009.

"and finally...you're fallin in love, huh ?"

Tepat setelah hampir 3 minggu setelah kejadian di Bromo, ia mengajak Shella untuk hangout ke mall. Tidak hanya sekedar hangout, mereka juga saling bertukar cerita. Kini mereka berdua duduk di sebuah cafe yang terletak di bagian mall yang pengunjungnya tidak seramai bagian-bagian mall yang lainnya.

"I don't know..." Karin mengangkat bahu. Ia menatap gelas berisi lemon tea nya tersisa setengah. "Setelah dia ngomong gitu nyatanya sekarang dia ngilang..sama sekali nggak ada kabar..nggak sms atau apa..udah hampir tiga minggu Shell..jangan-jangan dia Cuma guyon..."

"Haha jangan mikir yang enggak-enggak dong Rin.." Shella tertawa pelan melihat temannya yang ternyata bisa mendadak risau selain masalah tugas-tugas kampus. "Mungkin dia lagi butuh waktu juga..butuh waktu berpikir..dia nggak mau ngasih harapan kamu..Mau mantepin perasaannya..Sade pasti kasih penjelasan kamu nanti..."

Karin menghela nafas. Entah menurutnya, lebih baik dia mengerjakan soal-soal statistika ketimbang terjebak cinta-cintaan seperti ini. Sejujurnya, ia masih trauma dengan kisahnya dengan Ardi yang sudah hampir 2 tahun berlalu itu. Terlebih lagi Sade adalah sahabat dekat Ardi. Ia takut Sade akan melakukan hal yang serupa dengan Ardi. Apalagi ia juga tahu track record Sade selama ini. Huf..Cinta ini rumit batin Karin.

"Semua terserah kamu Rin..kamu yang ngejalanin..Kamu tahu yang terbaik..kalo memang Sade terbaik buat kamu saat ini ya...why not ? Nggak usah mikir yang macem-macem..jalanin aja apa yang menurutmu benar..." saran bijak Shella membuat Karin sedikit tenang. "Gimana..sudah pantes jadi psikolog kan ? apalagi kata-kataku setahun lalu terbukti bener kan ?"

"Lebih pantes jadi dukun tapi.." Karin tersenyum jahil. Shella pura-pura manyun. "Waduuuh hujan..." Karin melihat ke arah luar jendela. Nampak hujan deras telah membasahi dinding cafe tersebut.

"Kamu pulangnya gimana ? Sama Pak Pardi kan ?" Shella menyebutkan supir yang setia mengantar jemput Karin selama kuliah ini.

"Seharusnya begitu..Tapi Pak Pardi lagi jemput ibu di kantor harusnya jam segini.." Karin melirik jam tangannya. Sudah pukul 5. Ia yakin pak Pardi masih terjebak di sekitaran kantor ibu. "Gampang deh..aku nunggu aja kalo nggak naksi...Kamu sendiri ?"

"Dijemput yayang..hihihi..." Shella tersenyum centil. Karin Cuma bisa geleng-geleng lihat kawannya satu ini. Meskipun Shella ini unprecditable, nyatanya ia bisa bertahan 4 tahun dengan pacarnya itu. Keren.

Drrtz..Drrtz...Hp Karin bergetar. Ada SMS masuk.

From : Sade

Coba lihat ke arah jam 3 dari tempatmu.

Karin mengerutkan kening. Kemudian ia mengarahkan pandangannya ke arah jam 3 sesuai instruksi Sade tadi. Nampak seorang cowok berkaos biru sedang menikmati secangkir kopi dengan santai. Dan itu Sade.

"Siapa Rin ?" Shella memperhatikan Karin yang sedari tadi celingukan.

"Sade.." Jawab Karin nyaris tak terdengar. "Umur panjang itu anak..bisa-bisanya kita ngomongin dia dan ternyata dia ada disekitar kita...turunan orang sakti..."

Shella tertawa ngakak mendengar gumaman Karin. Konyol sekali anak ini. "Jodoh nggak kemana..Yuk aku anterin ke Sade.."

"Ngapain..biarin aja..." Karin pura-pura cuek. Tapi tatapan matanya terkadang melirik-lirik Sade. Kemudian ia pura-pura sibuk bermain Hpnya.

"Hai Sade..." Tiba-tiba Shella berseru, menyapa Sade yang ternyata kini sudah berdiri di sebelah sofa Karin. "Apa kabarnya?"

"Hai Shell..baik aja kok..Kalian udah lama disini ?" Sade nampak beramah tamah dengan Shella yang notabane teman SMAnya itu.

SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang