Oktober, 2009.
Ada yang pernah bilang, katanya pasangan baru itu bawaannya pengen ketemu terus, tetapi tidak bagi Karin dan Sade. Selepas mereka pacaran, mereka kembali disibukkan dengan realita jadi anak kuliahan. Apalagi waktu itu mereka menjadi mahasiswa semester 6. Karin sibuk dengan kuliah, bem serta kegiatan sosial diluar kampus, sedangkan Sade tetap sibuk dengan praktikumnya serta KKN. Jatah bertemu merekapun nggak nentu. Kalau kesibukan bisa ditolerir seminggu bisa 2-3 kali, tapi kalau sudah kena tugas, bisa-bisa 2 minggu sekali mereka bertemu. Tapi, mereka tidak lupa bertukar kabar. Sesibuk apapun, mereka tetap saling mengingatkan agar tidak lupa untuk sholat dan makan, mengabarkan ketika mereka akan bepergian. Bagi Karin, itu teramat sangat cukup.Tapi, hari-hari sibuk itu kini perlahan sudah berkurang. Menginjak semester 7, Karin sudah mulai menyiapkan proposal skripsi, begitu pula Sade. Mata kuliah yang mereka ambilpun sudah sedikit. Jadi, jatah mereka bertemu seharusnya makin banyak, tapi.....kampus Sade tetaplah sama meskipun sudah menginjak semester akhir ; tetap sibuk dengan praktikum-praktikum, ketambahan magang pula.
Mereka berdua pun tidak berubah walaupun status mereka naik satu tingkat jadi pacaran. Mereka tetaplah Sade dan Karin yang suka saling mengejek, berdebat yang nggak penting (walau pada akhirnya Karin yang tetap mengalah), hingga pada akhirnya beberapa teman-teman mereka menyebut mereka pasangan paling konyol dan gila. Mereka juga masih tetap bersahabat ; berbagi cerita, berbagi mimpi seperti sedia kala. Hal yang sangat menyenangkan bukan ? Walaupun sebuah hubungan tak lepas dari perselisihan, namun hal tersebut bukanlah alasan mereka untuk egois. Sade yang Karin kira akan menjadi orang paling egois ketika mereka sedang dirudung masalah, nyatanya akan menjadi orang yang pada akhirnya terlebih dahulu mengalah ketika Karin mulai jengah berbicara dengan Sade. Menjadi orang yang mati-matian memperjuangkan agar keadaan menjadi baik seperti semula, walau hal itu jarang terjadi. Pada intinya, mereka masih mampu mengatasi permasalahan mereka sendiri hingga mereka memasukki bulan ketujuh.
"Gila..Sade berubah 180 derajat..." Begitu komentar Shella ketika Karin menceritakan bagaimana sikap Sade ketika mereka menghadapi masalah. "Yang aku denger dari temennya Dira dulu, Sade mana pernah mau ngalah. Dan sering marah masalah sepele..Bener-bener yaaa dia berubah maset sejak sama kamu..Kamu jampi-jampi ?"
Karin tertawa mendengar pernyataan Shella. Segitunya kah Sade ? Tapi memang yang Karin tahu, Sade banyak berubah. Sekarang dia jadi murah senyum, lebih sabar dan nggak seenaknya sendiri. Lebih dekat dengan mamanya terlebih-lebih yang Karin tahu. Selama ini, Sade dikenal acuh tak acuh dengan keluarganya, karena kesibukan keluarganya. Apa ini pengaruh karena Sade bersama Karin ? Karin tidak mau ge-er. Menurut Karin, ia hanya memberikan yang terbaik untuk Sade, selebihnya Sade sendiri yang lebih tahu mana yang terbaik atau tidak untuknya.
"Masa tampang alim kayak aku main jampi-jampi sih.." Karin nyengir usil. "Tapi nggak tahu lagi sih kalau memang aku punya bakat menjampi-jampi orang dengan cintaku..."
"Dih...sok banget..." Shella mencibir. "Eh ya..aku jadi inget..beberapa waktu lalu aku ketemu Ardi.."
"Oh ya? Then ?" Karin nampak biasa saja ketika Shella menyebutkan nama Ardi.
"Dia sempet tanya ke aku tentang kamu sama Sade..ya aku cerita seadanya..Nggak tau sih ya..menurutku kayaknya Ardi nyesel setengah mati nyakitin kamu..Pikirku kemana aja dia pas kamu masih sayang sama dia ?"
"Right !!" Karin terbahak. "Udah ah biarin aja..." Tiba-tiba HP Karin bergetar. Ada SMS masuk dari Sade.
From : mybear
Duh betah amat lama-lama di kampus. Buruan gih. Aku udah sampe dan sudah parkir di depan fakultasmu. Muah :*
Karin tertawa membaca pesan dari Sade. Kemudian ia berpamitan kepada Shella. "Udah dijemput nih..aku duluan ya..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja
RomanceBegitulah cinta, tidak pernah terprediksi. Tidak semua langsung bertemu dengan pelabuhan yang tepat, melainkan melewati pelabuhan-pelabuhan lain terlebih dahulu. Atau mungkin harus merasakan kerasnya gelombang kehidupan, barulah kita menemukan cinta...