#24

2.3K 128 1
                                    

***

Hari ke-empat di Bali. Rindu itu mulai terasa.

Gia membuka layar ponselnya. Mencari nama Ryan didaftar pertemanannya. Dan..

KLIK.

Sebuah panggilan video terhubung.

Dengan, perasaan yang tak karuan, Gia menunggu jawaban. Namun, sayang. Tidak ada jawaban disana.

Berkali-kali Gia berusaha menghubungi anak laki-laki itu. Tetap, tidak ada jawaban.

"Lagi sibuk kali, Gi," ujar Aca sambil membawakan gelas minuman.

Gia meletakkan ponselnya diatas meja.

"Gimana perasaan lo?"

Gia menoleh. Bingung.

"Perasaan lo setelah ketemu Ryan. Dia bersusah payah buat bikin lo lupa sama Putra."

Gia menengguk minumannya. "Gue gak mau kepedean lagi. Terakhir kali gue kepedean, malah berakhir sengsara."

Sasa sibuk melihat-lihat ukuran aquarium yang ada di cafe itu. Tanpa memperdulikan kedua pasang mata sahabatnya memperhatikannya.

"Putra dulu juga kayak gitu 'kan? Perhatian, baik, dan selalu bersikap seolah gue istimewa. Tapi, ternyata? Gue Cuma dianggep temen."

"Iya, sih.. Tapi, bukan berarti semua orang sama 'kan? Siapa tau Ryan gak kayak gitu."

"Siapa yang tau isi hati manusia seperti apa. Kadang orang perhatian dan baik sama kita bukan karena sayang. Bisa jadi, lo Cuma pilihan disaat dia bosan."

"Guys.. Itu sumpah ikannya lucu banget. Mau bawa pulang satu boleh gak sih," celetuk Sasa yang datang dengan tiba-tiba. Membuat kedua sahabatnya kebingungan, tidak mengerti apa yang ia bicarakan.

"Di Jakarta banyak, Sa. Gak usah lebay."

"Ih, kalo di Jakarta mah ikannya ganas-ganas kayak cabe-cabean ngeliat mangsa. Disini mah ikannya kalem. Dikasih makanan ikan aja dia gak urakan. Makannya high class banget."

"Sa, yang namanya ikan tetep aja ikan."

"Ya, tapi 'kan –"

"AU AH, SA."

-

DING.

LINE.

Ryan ; maaf Gi gak sempet angkat telfon. Lagi jagain Mamah gue di Rumah Sakit.


LostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang