#28

2.4K 139 1
                                    

***

Jadi, Ryan belum ngehubungin lo sampe sekarang? Tanya Aca sambil mengeringkan rambutnya yang basah.

Mungkin dia sibuk, Gi. Dan, gak sempet ngabarin. Sambar Sasa yang sibuk memakan cemilannya.

Sibuk?
Gak ada orang yang bener-bener sibuk, sampe gak bisa ngabarin.
Itu tergantung seberapa penting kita dia prioritaskan.
Sanggah Aca.

Terus maksud lo? Gia gak penting buat Ryan, gitu?

Ya, gak tau.. Abisnya gak ada kabar gitu.

Gia hanya terdiam, memperhatikan kedua sahabatnya saling beradu pendapat.

Sasa bener. Mungkin gue gak penting buat Ryan. Gia menatap layar laptopnya dengan sendu.

Heleh. Udah deh. Gak usah baper, Gi.

Yaudah gini, kalo emang dia serius, dia pasti bakal ngehubungin lo. Kalo nggak, you know what you have to do.

Setuju!

Tak lama kemudian, pintu kamar Gia pun terbuka.

"Gi, ada Ryan dibawah," ujar Ratna, yang dibalas dengan anggukkan oleh Gia.

Panjang umurnya. Baru aja dibilangin. Serentak, kedua sahabatnya mengucap bebarengan.

Yaudah, nanti gue video call lagi. bye.

KLIK.

Laptop ditutup. Sambungan terputus.

Gia segera beranjak dari tempat tidurnya. Panik. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Senang, sedih, kesal, gundah, semuanya jadi satu.

Diraihnya kotak kecil yang berisikan gelang untuk anak laki-laki itu. Dan, ia bergegas turun ke ruang tamu.

"Gia.."

Kedua pasang mata itu pun bertemu. Melepas rindu dalam bayangan sendu. Bibir mereka terbungkam, tapi pancaran mata keduanya tampak jelas berbicara.

Bahwa, ada rasa yang tak biasa yang mereka punya.

-

"Lo gak dateng jemput gue, sibuk?" Gia melontarkan sebuah pertanyaan yang membuat Ryan terdiam dari aktivitasnya.

"Cie, nyariin, ya," Ryan mengacak pelan rambut sahabatnya.

"Lo udah janji," balasnya singkat.

Ryan tersenyum. Ia berdiri menghadap hamparan bunga yang ada didepannya. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celananya. Tatapannya terlihat hampa.

"Lo baik-baik aj –"

"Gue sayang lo, Gi."

Belum selesai Gia bicara, Ryan langsung membungkam mulutnya dengan sebuah kalimat.

Ryan membalikkan badannya, menatap wajah anak gadis itu. Ia menarik lengan Gia perlahan. Mendekap tubuh gadis itu kedalam pelukan. Erat. Sangat erat. Sampai Gia dapat mendengar detak jantung dari anak laki-laki itu.

Sebuah tetesan airmata jatuh dengan bebasnya, membasahi pipi anak laki-laki itu. Tubuhnya bergetar hebat. Pundaknya naik turun. Emosinya bergejolak. Namun, ia tetap mendekap. Tidak ingin melepaskan tubuh gadis itu begitu saja.

"Guesayang lo, Gia," ulangnya, mempertegas ucapannya."

LostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang