10. Pacar oh pacar

11.1K 483 3
                                    

°°°°°

"Tasya, ada yang nyari lo!." Teriak putri dari pintu kelas.

Aku hanya mengangguk dan berjalan kekearahnya. Dalam keadaan istirahat seperti ini aku memang jarang ke kantin karna biasanya aku bawa makanan atau cemilan dari rumah.

Nggak ada yang nyuruh hanya saja, ini perjanjian ku dengan Vizi untuk saling menikmati bekal walaupun hanya sekedar jajanan. Kalau soal Stella dia mah mana bisa sehari aja nggak ke kantin, seorang Stalker sejati itu nggak pernah diam untuk mencari berita baru.

Nadia tampak tersenyum aneh kearah ku. Bibirnya nyengir dan gigi terbuka bagi ku adalah senyum aneh yang sulit diidentifikasi kan.

Aku menatap keluar dan ku dapati Gibran berdiri tegak menatap ku dengan senyum jahat.

"Mau apa?." Tanya ku tanpa basa basi.

Dia tersenyum dan menarik ku keluar. "Elo sama gue hari ini udah resmi pacaran, jadi lo harus ikut gue ke kantin." Dia menggenggam tangan ku dan langsung ku hempas tangannya.

"Lo itu maunya apa sih, kan udah gue bilang jangan ganggu jam sekolah gue." Aku menatapnya kesal dan dia mendekati ku dan tetap menggenggam tangan ku.

Tampak semua orang memperhatikan aku dan Gibran. Ini lah yang selalu ingin ku hindari. Menjadi pusat perhatian karna berdekatan dengannya. Si ketua osis abal.

"Ikut gue pokoknya." Dia menarik ku dan aku hanya pasrah dibawa kemana pun dia mau.

Lama berjalan berjalan dengan genggaman tangan yang kasar akhirnya dia melepaskan tangan ku dan membiarkan aku berdiri tanpa gangguannya.

"Duduk." Dia membawa ku ke kantin dan lagi-lagi aku jadi pusat perhatian karnanya. Aku hanya mengangguk dan langsung duduk tanpa berbicara. "Mau pesan apa?." Tanyanya.

Aku hanya menggeleng dan menatap kosong ke arah tangan ku yang memerah. Baru pertama kali aku dikasari dan aku yang memang rapuh dalam soal ini tidak dapat memungkiri bahwa aku bisa saja nangis saat ini.

"Lo nggak papa." Sepertinya dia peka akan keadaan ku. Aku hanya menggeleng dan menyembunyikan tangan ku.

"Gue nggak pengen makan, kalau lo mau makan gue temenin lo aja deh, gue nggak laper." Aku berusaha normal dan tidak ingin menimbulkan pusat perhatian karna aku tidak mau.

"Lo bener nggak papa?." Dia lagi lagi bertanya dan aku hanya menggeleng. aku menatapnya dan berusaha menyakinkan bahwa aku baik hingga akhirnya dia pergi memesan makanan dan meninggalkan ku sendiri.

Tak lama dia datang dengan dua piring bakso dan dua jus. Aku jadi merasa aneh, perasaan yang pesan satu, tapi kenapa yang di bawa dua porsi. apa mungkin dia mau makan sebanyak itu, kan nggak mungkin banget.

"Nih makan, gue takut lo pingsan lagi."  Ternyata bakso dan jus alpukat itu untuk ku. Dari mana dia tau kalau aku suka sama jus alpukat dan untuk apa coba dia bawain makanan yang sudah jelas jelas aku nggak mau.

"Gue bilang kan gue nggak laper, lagian apaan sih lo, sok sok peduli sama gue."

Dia tampak sibuk dengan baksonya dan kini sibuk dengan garpu dan bakso.

"Nih makan." Dia berusaha menyuapi ku dengan garpunya.
Aku menggeleng dan dia tetap memaksa. Dengan terpaksa aku membuka mulut dan langsung saja dia tersenyum manis yang membuat tingkat ketampanannya meningkat 100%. "Nah gitu dong kan pacar gue harus makan apapun caranya." Ucapnya dengan senyum.

"Ya ya ya." Aku hanya menggeleng dan menyeruput minum ku tanpa berniat memakan baksonya lagi.

"Nih." Lagi lagi dia berusaha menyuapi ku dengan garpu yang membuat semua pandangan tertuju pada ku.

"Gue nggak mau Gibran." Aku berusaha menolak dan dia tetap bersikukuh untuk menyuapi ku.

Pasrah dan terus pasrah hingga bakso ku tandas, dan tersisa lah kuah. Kantin sudah sepi dan Gibran tersenyum puas dengan mencekoki ku bakso pembeliannya. Entah apa yang dia masukkan dalam bakso tapi intinya aku menyesal mengiyakan tawarannya saat di gerbang depan.

Aku menyesal.

Ketua Osis [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang