28. Dont let me down

7.4K 348 5
                                    

°°°°°
"Acha sptriasa~sampai ku menutup mata"

Hari ini aku tiba disekolah lebih awal dibanding sebelumnya. Ntah apa gerangan hingga membuatku ingin datang sepagi ini, tapi intinya hari ini aku ingin membolos tapi sebelum itu aku ingin memberikan surat dulu karna aku kan anak ipa, yang selalu takut nilanya turun.

Setelah itu aku memilih pergi ke tempat yang membuat ku tenggelam hingga aku lupa dengan masalah ku. Awalnya aku pergi ke danau tapi karna danau mulai ramai jadi aku putuskan untuk datang ke taman usang tempat biasa aku menyendiri.

Aku memakirkan mobilku dan berjalan kearah ayunan. Mengenai kemarin, aku mendapatkan luka pada pipi, tangan, bibir, pelipis, dagu, dan rambut rontok. Ternyata cewek kalau berantem lebih mengerikan dibanding pria dan ngomong ngomong soal luka, aku begitu cerdik menutupinya dengan jaket dan masker agar tidak ketahuan my mother. kan bisa gaswat kalau mama tau anaknya yang alim bin rajin ini berkelahi di sekolah dan soal surat panggilan orang tua. Aku menyewa seseorang untuk menggantikan mama sementara. Wkwk akal cerdik.

Tapi kalau dipikir pikir Gibran nggak ada kabar, apa dia nggak tau kalau aku abis bertengkar hebat dengan pacarnya yang ekstrim atau jangan jangan dia malah perhatian sama kak karin ketimbang aku. Kan itu jahat namanya. Kejam.

"Lo disini?." Tanya seseorang. Aku memutar leher dan ku dapati Gibran berada dibelakang ku. Ternyata dia datang, ku pikir dia nggak bakal nongol eh ternyata nongol juga.

Aku mengangguk tanpa ingin menatapnya. Dia tampak duduk di ayunan kosong disamping ku. Dia menggoyangkan ayunan hingga membuat tubuhnya melayang. Dia tampak begitu menikmati angin dengan sudut bibir terangkat sempurna.

Aku ikut menggoyangkan ayunan ku dan tenggelam dalam imajinasi ku sendiri. Aku memejamkan mata mencoba menekan semua perasaan takut dalam hatiku. Semua terasa lebih baik saat dia berada di samping ku. Dia begitu memberi pengaruh dalam hidupku.

"Kenapa lo lakuin itu?." Tanyanya. Aku menatapnya dan memilih diam hingga ayunan ku terhenti. "Lo buat gue cemas dan karna lo, gue yang lagi diBandung rapat sama para anggota osis antar sekolah harus pulang lebih cepat." Terdengar sendu dan pelan. Aku tetap dalam posisi ku tanpa ingin menatapnya. Aku terlalu takut jika aku menemukan luka pada tatapan matanya.

"Maaf." Hanya itu yang bisa aku katakan.

"Gue putusin dia bukan untuk melihat lo terpuruk atau buat gue semakin hancur. Gue putusin dia karna gue yakin akan hati gue akan elo." Terdengar pahit dan begitu menyayat hatiku. Aku nggak tau dengan kejadian ini dia begitu tersakiti. "Gue tau dibalik masker dan jaket lo ada luka yang mungkin aja lebih parah dari pada luka yang sering gue perbuat saat berkelahi." Aku memberanikan diri menatapnya dan dia terlihat begitu kecewa terhadap ku.

Mata ku memanas dan kurasakan air mata mengalir membasahi kedua pipi ku. Tatapannya begitu terluka hingga membuat hatiku tersayat begitu pedih.

"Gue mohon jangan lakukan sesuatu yang bikin lo terluka, lo boleh pacaran sama Dika tapi please jangan buat gue khawatir sama lo." Dia memohon dengan tatapan mata yang begitu redup.

Air mata ku semakin deras mengalir membuatku terisak dalam diam. Entah mengapa melihatnya begitu hancur membuat tangis ku semakin menjadi.

Sebuah tangan membekap muka ku. Entah sejak kapan dia didepan ku tapi kini aku hanya bisa fokus akan diriku yang semakin menjadi. perih menyelimuti pipiku saat dia sentuh.

"Sakit." Aku meronta dan dia menjauhkan tangannya dari wajahku.

Dia terlihat begitu khawatir dengan mata yang berkaca kaca. "Boleh aku lihat?." Tanyanya pelan. Aku mengangguk tanpa ingin sedikitpun menolaknya.

Dengan perlahan dia membuka masker dan jaket ku. Wajahnya tampak terkejut dengan semua luka ku. Air matanya menetes beriringan dengan air mata ku.

"Kenapa bisa." Dia mencoba menyentuh pipiku melalui angin. Air matanya semakin deras hingga tanpa sadar tangan ku menghapus sisa tangis pada pipinya.

"Aku sayang kamu Gibran, aku sayang sama kamu." Dia mengangguk dan meremas bajunya.

"Aku lebih sayang sama kamu Tasya." Dia kembali menangis dalam diam.

Lama terdiam, kini dia kembali menatap ku dan memperbaiki rambutku yang turun menutupi wajah. Aku tersenyum dan menatapnya lekat. Dia ikut tersenyum namun tak selebar dulu.

"Gue mau memperjuangkan cinta gue ke lo. Gak peduli seberapa banyak penghalang, gue akan tetap perjuangin lo."

Aku hanya diam dengan senyum tipis di wajah.

Aku percaya sama kamu Gibran.

Aku percaya.

Ketua Osis [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang