23. Semakin dalam

6.7K 359 5
                                    

°°°°°°
"Avril lavigne~when your gone"

Aku berjalan mondar mandir di depan ruang osis. Pak Azam menyuruh ku mencari Gibran dan anehnya kenapa harus aku. Sudah seminggu aku tidak melihatnya. Pikir ku dia udah kawin lari sama kak Karin. Tapi ternyata dia masih hidup tapi dia tenggelam dengan kak Karin dan tugasnya sebagai ketua osis.

Aku memberanikan diri mengetuk pintu ruang osis, kali ini tanpa ada ancang ancang ataupun lompat ala atlet boxing karna saat ini sedang dalam masa istirahat. Malu kalau kelihatan seperti orang gila apalagi orang gila nyasar.

Aku kembali mengetuk dan tak ada sahutan. Aku membuka kenop dan terlihat lah keadaan didalam nya. Gibran dan kak Karin yang sedang duduk dipangkuannya. Mulut ku terbuka dan mata ku mengerjap.

Hati begitu sakit diikuti dengan kaki ku yang melemas. Tampak Kak karin dan Gibran menatap ku tanpa berkedip. Gibran tampak mendorong kak Karin turun dan mereka bertingkah seperti biasa tanpa merasa ada sesuatu yang salah.

"Mau apa lo!." Terdengar nyolot tapi aku balas dengan senyum. Suara itu berasal dari Kak karin yang berada di samping Gibran. Mereka terlihat mesra dengan tangan Kak karin menggandeng tangan Gibran dengan erat.

Aku menarik nafas dalam dan berusaha menahan air mata yang mulai turun. "Kak Gibran di panggil pak Azam." Aku memalingkan wajah saat air mata ku turun. Dengan cepat aku menghapusnya dan kembali memperhatikan mereka.

Kak Karin terlihat berjalan kearah ku dan menatap ku tajam. Sesekali ku lihat Gibran membuka mulut namun selalu terpotong dengan Kak karin.

Kak Karin menghentikan jalannya disamping kenop pintu. Dia menatap dan menyentuh kenop itu perlahan dan kembali menatap ku. "Lo seorang PHO dan terus menjadi PHO, dimanapun akan menjadi PHO walaupun lo sudah menjauh dari Gibran dan Gibran kembali kepemilikan ku-." Dia mendesis dan menggantungkan perkataannya. "Lo tetap menjadi PHO." Ucapnya penuh penekanan.

Pintu mulai tertutup dan kulihat Gibran menatap ku dengan tatapan yang tidak dapat di jelaskan. Bersamaan dengan itu air mata ku turun membasahi pipi. Ini lah yang ingin ku hindari jika berada di sini.  Aku selalu takut jika sakit hati ku semakin dalam. Aku terlalu takut.

Aku berlari dan terus berlari, hingga akhirnya aku berhenti saat tubuh ku menabrak seseorang. Aku menatap wajahnya dan terlihat dia begitu cekatan menghapus semua air mata ku. Kak Dika membawa ku kepeluknya tanpa ingin ku balas. Aku terus menangis dan menangis tanpa ingin menghentikan. Terlalu sulit bagi ku menerima semua kenyataan ini. Terlau sulit.

"Keluarin dan jangan lo tahan." Kak Dika memukul pundak ku pelan. Dia juga bersenandung kecil untuk menghiburku. Aku melepas peluknya dan berjalan menjauh.

Mata ku langsung menangkap Siluet Gibran yang berdiri dari kejauhan. Matanya menampakkan kekecewaan dan kesedihan. Aku membuang muka dan kembali menatap ke arah kak Dika. Aku tidak kuat jika berlama lama beradu pandang dengan Gibran. Aku takut jika luka dalam hati ku semakin terbuka jika aku terus melihatnya.

"Makasih." Aku berbalik tanpa ingin menatap kak Dika. Aku terus berlari tanpa ingin kak Dika mengejar ku. Aku terus berlari hingga aku dapat menemukan tempat yang layak untuk ku dimana tidak ku temukan orang yang mempergunakan orang lain untuk kepentingannya. Seperti yang dilakukan Gibran kepada ku.

Gimana guys...
Konfliknya mendalam nggak??

Kalau nggak, maaf ya. Otak ku lagi lola nih. Lagian juga mikirnya sulit. Sulit mengalir alias lagi beku.

Oh ya maaf aku update selalu singkat dan bahkan nggak nyampe 1000 kata.

Alasan....

Menyingkat.

Lagi mau cerita yang pendek pendek aja.

Selamat membaca part selanjutnya.

Thanksss

Jangan lupa

Vote dan coment.

Ketua Osis [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang