20. Perhatian

6.9K 341 0
                                    

°°°°°

Jam olahraga begitu panas dengan peluh membasahi wajah. Dari kejauhan aku melihat Gibran dan teman temannya berbincang bincang. Semua tampak memeberikan selamat atas pesta pertunangannya. Terlihat begitu bahagia dengan kecemburuan ku saat ini. Miris memang.

"Tasya!."

"Iya buk." Pak jono menatap ku tajam dan berjalan mendekati ku. "Eh maksudnya pak." Aku meralat perkataan ku dan pak jono langsung menjewer telinga ku sehingga seketika tawa pun pecah dengan suara gaduh anak kelas ku.

"Anak nakal, bukannya ikut pendinginan malah ngeliat cowok."

Seluruh anak berteriak cie dan terhenti saat pak Jono membunyikan pluit andalannya.

Aku sedikit menjinjit agar tarikan tangan pak jono di telinga ku tidak terlalu sakit. "Pak lepasin." Aku merengek dan menghentakkan kaki.

Pak Jono menggeleng dan membawa ku keluar barisan. "Kamu lari 5 putaran dan setelah itu bersihin wc!." Pak Jono menghempaskan tangannya dan mengusir ku seperti anak ayam.

Aku menatap pak Jono dengan memohon dan pak Jono menggerakkan tangan didepan muka ke kiri dan ke kanan menandakan tidak ada penolakan.

Aku mulai berlari dan berlari hingga akhirnya selesailah 5 putaran. aku melanjutkan tugas ku di Wc yang bau itu.

Setelah selesai aku duduk di kantin dan membaringkan kepala ku di meja. Kipas sana kipas sono, ac nggak ada, kardus pun jadi. Aku memejamkan mata menikmati sedikit angin dari kipas kardus milik ku. Suara malaikat seperti memanggil ku untuk pergi ke surga dimana tempat itu begitu sejuk dan dingin. Kepala ku terasa dingin dan sekarang suara itu berubah menjadi suara tawa renyah yang lumaian jelas.

Aku membuka mata dan ku lihat Gibran duduk di samping ku dengan tangan kiri menangkup dagu serta diiringi dengan senyum manis. Ku lihat kedepan ternyata rasa dingin itu berasal dari air mineral yang dia tempel ke kening ku. Ku pikir aku bakal ke surga eh ternyata masih disini sini aja tuh.

Gibran cengengesan. Lega juga hati. Tadinya aku sempat khawatir kalau dia nggak mau ngomong lagi.

"Napa lo sini?." Aku berlagak sok dingin.

"Jiah... gitu banget sama gue, lagian gue kasian sama lo dihukum gara gara ngeliatin gue." Dia menatap ku dengan tatapan aneh. Sulit diidentifikasi, bisa di bilang senang dan juga bisa dibilang suka.

"Masa ia?." Kata ku. Dia menangguk dan memberikan minum pada ku. Aku langsung mengambilnya tanpa basa basi dan menghabisi air mineral itu.

Dia menatap ku dengan tatapan melongo serta mulut terbuka. Mungkin karna dia baru liat cewek kepanasan yang rakus kali, sampe segitunya ngeliatin.

"Lo haus atau rakus?." Tanyanya. Aku menggedikkan bahu acuh dan kembali membaringkan kepala ke meja. "Lo sekarang pendiam, lo ikut ikutan jadi stalker, lo murung, lo sering dihukum, cuek dan sukanya melamun." Gibran terdengar lesu mengatakan semuanya. Aku hanya diam dan berpura pura tidur.

"Gue kira, lo bakal bahagia kalau gue ngejauh dari lo. Ternyata gue salah, lo semakin buruk sikapnya?."

Aku menodongkan kepala ku tapi dengan posisi yang sama. Aku membuka mata dan melihatnya dalam keadaan sama dengan ku.

"Mending lo urus tunangan lo, lagian gue bukan siapa siapa lo, gue cuman cewek onar yang ngancurin hidup lo." Aku memutar kepala menghindari tatapannya.

Tak ada suara, hingga ku pikir dia sudah pergi. "Lo memang nggak ngerti perasaan gue." Ucap ku samar.

"Gue emang nggak ngerti."

Aku menoleh dan mendapati dia masih tetap dalam keadaanya.

"Gue sama Karin juga nggak tunangan, lagian kemaren lo seenaknya motong pembicaraan gue sih." Dia menatap ku dan aku langsung mendirikan kepala ku yang terkulai lemas.

"Maksud lo?." Tanya ku penasaran.

Dia menggeser kepalanya ke posisi yang lebih nyaman lalu menatap ku intens. "Yang tunangan itu tante dia sama abang sepupu gue. Tapi lo kira gue yang tunangan." Dia berdiri dan meninggalkan ku sendiri tanpa ingin mendengarkan kata maaf dari ku.

Apa dia kecewa?

Apa aku yang salah?

Pusingkan jadinya...

Akhh

Ketua Osis [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang