Tiada guna madu diganti Racun

9.7K 301 2
                                    

Malam teman teman, apa kabar? Semoga semua sehat, baik kantong baju maupun kantong celana, terlebih kantong hati,
Terima kasih atas vote kalian yang buat aku semangat ngetik lagi, walau jujur dunia kerja ku seharian penuh dengan keyboard, rasanya lelah hayati namun aku sadar masih punya tanggung jawab terhadap Mas Ganesh n Mba Laras kasihan mereka mencari mas Mahesh, jadi saya akan menyelesaikan semuanya.

Selamat membaca teman teman.

Author pov

Malam itu mungkin bukan malam purnama, hanya malam biasa bagi semua orang namun malam itu adalah malam penuh kesakitan bagi seorang ibu.

Tatapan matanya tak teralihkan sejenak, tangannyabterus membelai lembut, bibirnya tak berhenti berucap segala doa dan harapan. Tak dibiarkan seorang pun mendekat, waktu terus berputar seperti biasa tak akan berhenti atau berbalik.

"Dek, sayang ibu bangun nak, lihat ibu sudah bawa mobil yang dedek mau sayang!"

"Dek, buka matanya sebentar saja ibu mau lihat mata adek, lihat mobil ini dek sebentar saja ibu mohon dek!"

***

"Lepas lepas lepaaasss saya ibunya saya ibunya saya ibunya!"

Rontaan kaki dan tubuh mungilnya tak mampu menepis 3 orang perawat yang mengunci tubuhnya. Isak dan jerit tangis saling bersahutan menggema diruang ICU. Bulir airmata sudah menyatu dengan keringat, tak satu pun bersuara detak irama jantung terus berpacu dalam kelemahan.

"Maaf pak, tapi kami sudah berusaha menyelamatkan putra anda namun Tuhan berkehendak lain, saya mohon maaf dan saya turut berduka cita ya pak!"

Tak ada satu kata pun terucap, dengan segala kehampaan dalam jiwanya melangkahkan kaki ke arah ranjang sang anak yang telah berdamai dalam tidurnya. Perlahan isak pun lolos dari bibir hitam akibat rokok. Air mata pun bergulir hingga membasahi tangan sang anak. Suara nafas sang anak sudah tak terdengar lagi. Gerak lemah mata yang terbuka pun tak nampak.

***

Pusara sang anak sudah rata dengan tanah, lantunan doa terus bergulir, langit nampak bersahabat mengumpulkan awan menghalangi sinar matahari. Tangis dari setiap insan yang datang.

"Mas jangan mas jangaaan mas jangaan adek masih hidup mas bongkar maaass!"

Dua tiga wanita disana menahan tubuh lemahnya, berkali kali dibisikkannya doa dan rapalan rapalan pengharapan yang seakan semu bagi jiwanya.
Langit pun semakin terik, kerumunan pun makin mengecil hanya tinggal seorang laki laki yang belum lama menyandang gelar ayah. Duduk bersimpuh, mengusap lembut kayu nisan sederhana yang mengukir namanya di bawah nama putra pertamanya. Titik air mata mulai menetes diantara ketegaran hatinya.

"Nak, maaf bapak belum sempat memberikan yang terbaik selama kamu hidup, tapi Nak bapak janji akan selalu mengirimkan doa untuk menemanimu disana, tunggu bapak dan ibu disana ya Nak!"

***

Sudah 3 bulan semenjak sang anak pergi dari dunia ini,namun bayangannya pun tak pernah berlalu dari mata penglihatan sang ibu. Raut kesedihan masih nampak dari sembab kedua matanya. Nafasnya kadang tercekat di tenggorokan, menyisakan bulir yang kembali mengalir. Tak ada rasa dalam hidupnya kini semua sudah direnggut mati.

"Mar, mangan yo mangan ora elok mangan karo nangis, anak mu ora bakal balik!"

(Mar, makan ya makan tidak baik makan sambil nangis, anakmu tidak akan kembali)

Bukan jawaban yang diberika tapi isak yang semakin keras. Sudah lelah rasanya sang ibu menasehati putri satu satunya itu. Dari perkataan yang lembut hingga terucaplah kalimat sadis di telinga. Suaminya pun sudah merasa putus asa kepulangannya sebulan sekali harus di perhadapkan pada kesedihan yang tak berujung. Dokter puskesmas sudah menyarankan agar sang istri di bawa ke rumah sakit jiwa untuk berobat, namun hati kecilnya masih menyangkal bahwa istrinya gila. Dia hanya merasa istrinya masih belum merelakan sang anak tiada.

Siapkah Kau? Istriku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang