Chapter 26 : Namun pada akhirnya?

196 36 2
                                    

AUTHOR'S POINT OF VIEW.

Innocence - Avril Lavingne

Entah apa yang membuat Clove malam ini tiba-tiba ingin ke Grifith Observatory, namun dia sangat ingin kesana mengenang betapa indahnya malam saat Dave memeluknya dari belakang dan mengatakan dia mencintainya.

Clove menaiki lift. Di dalamnya dua orang perempuan berseragam sama─seragam pegawai Grifith Observatory.

"...untunglah pacar perempuan yang mau bunuh diri di atas gedung tadi segera datang dan berhasil menyelematkannya. Kalau tidak, wah! Pasti perempuan tadi sudah jadi kepingan tubuh. Hiih ngeri sekali."

"Pasti gadis itu frustasi sekali ya sampai mau bunuh diri seperti itu."

"Iya. Kenapa ya kira-kira?"

"Entahlah. Eh tapi kau lihat tidak tadi? Pria yang menyelematkannya? Dia tampan sekali!"

"Iya aku lihat. Sudah tampan, romantis sekali pula. Cara dia memeluk perempuan itu, terlihat sangat romantis, seperti film-film. Aku jadi iri."

Clove menggerenyitkan keningnya bingung dan bertanya-tanya saat mendengarkan percakapan dua gadis itu. Sebenarnya Clove berusaha untuk tidak perduli tapi mereka berisik sekali. Mau tak mau Clove mendengar.

Apa?! Bunuh diri? Siapa yang mau bunuh diri disini? Pasti dramatis sekali. Clove membatin.

Dua gadis itu keluar terlebih dahulu menyisakan Clove sendirian di dalam lift. Dilihatnya ponsel dengan gambar layar bersama Dave saat di Hawaii, membuatnya tersenyum samar karena merindukan pria itu.

Clove tiba di lantai paling atas─lantai dimana seluruh penjuru kota Los Angeles bisa dijangkau. Dilihatnya sepasang pria dan wanita tengah berciuman mesra.

Suatu hal biasa.

Awalnya Clove mengabaikan mereka karena tak sengaja terlihat sekali lewat. Namun Clove tersadar saat begitu familiar dengan jaket kulit berwarna hitam yang di pakai pria itu, seperti yang biasa Dave pakai.

Jaket itu 'kan tidak cuma Dave yang punya. Pikirnya, mencoba tetap positive-thinking.

Namun jika diamati lebih teliti, pria itu sangat mirip dengan Dave. Rambutnya yang kuning keemasan, badan tinggi dan kurus, juga sepatu free-run yang biasa Dave pakai, membuatnya sedikit berpikir macam-macam. Beberapa kali Clove mengucek dan menyipitkan matanya, meyakinkan bahwa pria itu bukanlah Dave.

Bam!

Hati Clove hancur seketika, remuk tak karuan bagaikan ditusuk ribuan anak panah dan dijatuhkan dari ketinggian ribuan kaki. Juga perih, bagai tersayat pisau tajam secara berkala dan di lumuri perasan air jeruk nipis. Clove menggeleng tak percaya saat pria itu menampakkan wajahnya dari samping, selesai berciuman lalu memeluk mesra wanita itu.

Itu Dave. Dave kekasih ku. Dave calon suami ku. Pekiknya dalam hati.

Kakinya bergetar dan lemas, tak mampu lagi menopang tubuhnya yang siap terhuyung detik itu juga. Namun Clove berusaha tetap tegar. Bagai didikte, kaki Clove berjalan mendekat. Air matanya perlahan membahasi pipinya, tak bisa di tahan lagi.

"D─Dave?" Panggil Clove lirih.

Dave dan Emily menoleh kebelakang menuju sumber suara. Dave spontan membulatkan matanya dan melepaskan pelukan Emily darinya. Kaget, bingung, takut, bercampur aduk jadi satu ketika melihat Clove sudah berdiri tegak dibelakangnya dengan air mata berlinang.

"Jadi selama ini kau─"

"Clove─" Dave mendekati Clove, namun Clove seolah membuat jarak menjauh, "ini tidak seperti yang kau lihat. Aku bersumpah Clove, aku tidak menduakanmu."

"Dari kemarin, sejak kita pulang dari Hawaii, kau tidak menghubungiku sama sekali hingga saat ini. Kau bilang tidur, kau bilang tidak ingin keluar seharian dan ingin istirahat. Tapi ternyata? Beginikah istirahatmu?"

"Clove dengarkan aku dulu. Aku baru saja keluar malam ini. Itupun karena Emily menyuruhku untuk kesini. Dia akan bunuh diri melompat dari gedung ini jika aku tidak datang kesini." Dave panik setengah mati.

"Jadi yang menjadi perbincangan hangat orang disini itu kalian? Sang pria tampan yang menyelamatkan pacarnya yang akan bunuh diri dengan memeluknya?"

"Clove aku mohon, kau hanya salah paham."

"Salah paham? Setelah aku menangkap basah kau dan dia berciuman kemudian berpelukan mesra dihadapanku? Dan kau masih menyangkal jika semua ini adalah kesalah pahaman? Aku tidak sebodoh itu, Dave."

Dave menggeleng resah. Dia tidak tahu harus bagaimana meyakinkan Clove. Posisinya benar-benar salah. Dia kehabisan kata-kata dan hanya bisa meneguk ludahnya saja. Pasti Clove tidak akan mempercayainya semudah itu. Dalam hatinya berharap Clove tidak mengakhiri hubungan mereka dan menggagalkan rencana pernikahan mereka yang hanya menghitung hari.

Clove berpaling lalu mendekati Emily. Di tatapnya gadis tengah berdiri tak tau menau itu dengan penuh kebencian yang membara, "selamat ya! Kau sudah menghancurkan semua dongeng indah yang sudah aku buat bersama Dave. Semoga kini kau bahagia."

Sebuah tamparan keras tiba-tiba melayang di pipi Emily. Clove menamparnya, meluapkan semua kesedihan dan kemarahannya juga sebagai balasan sakit hatinya. Emily hanya terdiam, tak berniat membalas. Hanya menatap Clove tak enak dan menyesal.

Dave menggenggam lengan Clove, berniat menahannya keluar dari gedung itu dan berusha menjelaskan kembali, "Clove, dengarkan aku."

"Lepas!" Gretak Clove, "jangan sentuh aku mulai saat ini." Clove mencabut kalung cupcake dilehernya─kalung pertunangan mereka lalu melemparkannya.

"KITA BERAKHIR SAMPAI SINI SAJA, DAVE."

SPACES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang