Chapter 20 : Janji.

242 41 7
                                    

AUTHOR'S POINT OF VIEW

Night Changes - One Direction

Beberapa hari terakhir, cuaca memang sedang tidak bersahabat. Angin begitu kencang. Hujan deras mengguyur tak kenal waktu, disusul dengan gemuruh guruh. Baik itu pagi, siang, maupun menjelang sore.

Senja hari ini diselimuti awan gelap. Langit yang seharian ini mendung, akhirnya mulai merintikan butiran air dari langit yang kembali membasahi tanah dan dedaun. Clove termenung di bawah pohon belakang rumahnya─tempat sang ayah bermain dengan pistonya. Memikirkan semua yang sudah terjadi, sesuatu yang membuatnya mati secara perlahan, sesuatu yang menggerogoti kebahagiaan dalam hatinya, sembari menancapkan pisau di pohon dengan penuh perasaan amarah dan kebencian kemudian mencabutnya kembali secara berulang-ulang.

Hujan mulai melebat namun tak membuatnya beranjak dari sana. Butiran hujan itu sudah membasahi kepala yang tertutup topi hoodie-nya, membasahi sekujur tubuhnya, juga membasahi mata pisau yang kini terlihat semakin mengkilap.

"Bagaimana jika bekerja sama..."

"Bukankah kita memiliki musuh yang sama..."

Suara itu terngiang di kepalanya. Memenuhi relung pikirannya. Clove menacapkan pisau itu di pohon dan menggantukan kalung ayahnya disana, "ayah, ini adalah satu-sayunya kesempatanku untuk membalas perbuatan Ender."

Clove berlalu masuk kerumahnya, membirkan kalung dan pisau itu tetap menancap. Ia membuka ponselnya yang kini sudah di penuhi notif pesan dari Dave.

04:30 p.m

Clove, aku ingin bertemu denganmu ada yang dua hal penting yang ingin aku bicarakan.

04:45 p.m

Jam 9 malam nanti aku tunggu di Klub malam. Ok?

05:30 p.m

Aku anggap kau menyetujuinya😈. Sampai bertemu nanti malam. Meja nomor 4 paling sudut.

Clove tersenyum. Pesan singkat pria itu mampu membuatnya perasaannya sedikit lebih baik. Dave memang selalu membuatnya lupa akan semua kebencian dan kesedihan di hatinya. Dave juga telah berhasil menghadirkan cinta yang sesungguhnya di hati Clove.

***

Good vibes only nightclub.

Dave berpangku tangan di satu meja bernomor 4 di pojokan─meja tempat pertama kali mereka bertemu. Senyumannya tak lekang luntur penuh kebahagiaan. Membayangkan jika Clove memakai kalung lamarannya─kalung perak berbandul cupcake berukuran kecil yang ada di tangannya. Malam ini Dave hanya berharap Clove mau menerima lamaran untuk menjadi istrinya setelah ia kembali menyelesaikan misi 'sialan' itu.

From : Clove

Aku akan datang sedikit terlambat.

Lima belas menit berlalu, namun gadis pujaannya itu tak kunjung terlihat. Hanya pesan singkat terakhir Clove yang menjadi pemberitahuan atas keterlambatannya. Dan, Dave tak heran lagi akan hal itu. Pasalnya, setiap mereka berkencan dan memutuskan untuk bertemu di suatu tempat, Clove selalu terlambat beberapa menit bahkan beberapa jam. Untunglah, Dave masih dengan sabar mau mentoleransi dan mengerti karena Clove tinggal sendirian.

"Clove, mau kah kau menjadi suamiku...ah! Bodoh, bukan suami, tapi istri"

"Clove, setelah aku kembali, kita akan menikah. Kau bebas memilih tempat berbulan madu. Ah sebaiknya jangan bicarakan masalah bulan madu dulu."

"Argg! Kenapa aku terlahir tidak memiliki bakat mengarang kalimat romantis sih!"

Dave bergusar, berbicara sendiri pada kalung yang ia genggam. Berusaha menyusun rangkaian kata-kata lamaran nan romantis di otaknya.

Clove memasuki klub. Dilihatnya dari kejauhan Dave dengan blous biru tua dilapis sweater hitamnya sedang duduk di kursi yang ia janjikan. Dave pun tersenyum saat melihat Clove terlihat sedang berjalan dari ambang pintu menghampiri dirinya.

"Maaf, aku terlambat. Ada sedikit urusan yang harus aku selesaikan." Clove manarik kursi di hadapan Dave lalu mendudukinya.

"Its ok. Kau minum apa?"

"Tidak usah. Aku sedang tidak mood untuk minum. Kita langsung saja. Jadi dua hal penting apa yang ingin kau bicarakan padaku?"

"Kau mau mendengar yang bagus atau yang kurang bagus dulu?"

Clove mengerutkan dahinya bingung. "Ada bagus ada yang tidak?"

Dave hanya mengangguk mengiyakan.

Clove menghela nafas sembari terus mengetuk meja dengan kuku jarinya. "beritahu aku dulu tentang hal yang kurang bagus."

"Ada sebuah pekerjaan besar yang harus aku selesaikan bersama ayahku. Sabtu ini berangkat untuk beberapa minggu."

"Kemana?"

"Tidak jauh."

Ketukan tangannya berhenti. Mata Clove tiba-tiba sayu, menunjukkan tatapan kesedihan. Wajahnya tiba-tiba murung. Rasanya ia tidak ingin pria itu pergi apalagi saat ini Dave sudah menjadi sosok penting bagi di kehidupannya. Clove hanya khawatir Dave tidak bisa kembali. Hanya itu.

"Itu berarti hanya ada empat hari lagi?"

Dave mengangguk. "Tapi kau jangan khawatir. Aku hanya pergi sebentar. Setelah aku pulang, kita tidak akan terpisahkan lagi. Aku berjanji." Dave menggenggam erat tangan Clove penuh keyakinan.

Clove menarik bibirnya, tersenyum disela kegundahannya. Ditatapnya wajah Dave, lalu menghela nafas sekali lagi dan menyeka air matanya yang berair.

"Lalu hal bagusnya apa?"

Dave mengeluarkan sebuah kalung perak dari saku blous-nya lalu tersenyum samar. "Kita akan menikah setelah aku kembali. Kau mau 'kan?"

Hati Clove seolah bergejolak. Seperti bunga mawar yang sudah layu lalu segar kembali. Merekah dan memerah. Wajah murung itu tiba-tiba berubah dengan senyuman kebahagiaan dengan tatapan berbinar. Dia menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan, terkejut tak menyangka─menahan diri agar tidak berteriak.

"Kau ingat 'kan? Tempat ini adalah tempat kita pertama kali bertemu. Di tempat ini juga aku jatuh hati pada seorang gadis yang tengah mabuk malam itu. Aku tidak perlu waktu lama untuk meyakinkan hatiku bahwa kau adalah gadis yang tepat untuk menjadi masa depanku. Dan, di tempat ini pula, aku akan melamarmu menjadi istriku." Dave berlutut, sengan meggenggam tangan Clove.

Momen lamaran itu disaksikan para pengunjung klub dan sahabatnya, Daniel. Alunan Electronik Dance Music yang menggema di seluruh ruangan tiba-tiba berubah menjadi lagu romantis nan mengharukan khas untuk para pasangan yang sedang di mabuk asmara.

"Will you marry me, Clove?"

Tak perlu waktu lama untuk Clove menjawab. Dan Dave sepertinya tidak perlu menanyakan akan hal itu. Clove mengangguk semangat dan menangis haru.

"I will."

Dave berdiri, memposisikan dibelakang tubuh Clove "Aku tidak melamarmu dengan cincin. Tapi dengan ini..." ujarnya sembari mengalungkan kalung berbandul cupcake itu di leher Clove.

"Cupcake?"

"Ya. Kau suka kan?"

"Aku sangat menyukainya!"

Clove berbalik. Keduanya berpelukan lalu berciuman sebagai bentuk kasih sayang dan ungkapan kebahagiaan atas malam pertunangan mereka. Semua pengunjung yang melihat bertepuk tangan─ikut bahagia.

SPACES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang