Chapter 29 : Pertanda.

217 36 5
                                    

AUTHOR'S POINT OF VIEW

Flares - The Script

Semua anggota The Red Eye sudah berada di pesawat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semua anggota The Red Eye sudah berada di pesawat. Juga semua persenjataan sudah di angkut ke dalamnya. Pesawat itu sejenis pesawat tempur yang disebut Berg. Pesawat bermuatan 150 orang itu akan membawa mereka ke San Francisco, tepatnya markas incaran The Hot Knife.

Clove duduk ditengah-tengah, menatap sekelilingnya bingung. Dia berdampingan dengan Martin dan jajaran agent lain dihadapannya. Penampilan Clove sudah berubah total─tidak beratakan seperti tadi dari ujung kaki sampai ujung kepala. Kaus oblong dan ripped jeans yang semula dia kenakan sebelum berangkat, kini sudah diganti dengan kaus hitam dan celana kulit berwarna  serupa. Mulai dari atasan hingga boots yang dia kenakan─persis seperti anggota mafia pada umumnya. Wajahnya pun tak kusut lagi, karena ia dia sudah mandi di barak.

"Apa kau tegang?" Tanya Martin sembari menyikut lengan Clove.

"Sedikit."

"Wajar. Ini kali pertama mu melakukan hal seperti ini 'kan? Tapi aku percaya, kau pasti bisa melewatinya. By the way, kau tadi sungguh keren saat menembaki target dengan pistol itu. Aku jadi kagum padamu." Martin berusaha menghibur Clove dan mencairkan suasana, namun sepertinya tidak berhasil. Clove masih tetap bungkam dengan wajah datarnya terlihat sama sekali tak tertarik dengan candaan Martin.

"Kau cantik." Perkataan Martin membuat Clove spontan menoleh ke arah laki-laki yang kini sedang menatap langit-langit pesawat dengan berbinar.

"Apa yang sedang kau bicarakan?"

"Tidak ada. Aku hanya mengatakan jika kau cantik. Thats all."

***

Setelah 5 jam 45 menit dalam perjalan menuju San Francisco, Clove dan The Red Eye Agents keluar dari pesawat dan melanjutkan perjalanan dengan mobil jeep terbuka. Dikarenakan markas itu berada di dalam sebuah hutan lebat dengan jalan setapak yang berlumpur. Clove jadi sosok pendiam semenjak berada disana bersama dengan orang berwajah sangar dan menakutkan. Dia lebih memilih menyendiri dan larut dalam diam, ketimbang bergabung dengan yang lain. Dia duduk di bagian belakang mobil bersama tumpukan peti senjata yang tersusun rapi. Untunglah, ada Martin yang selalu hadir dan setia menemani kala Clove tengah sendirian.

"Hati-hati, kau bisa jatuh nanti." Martin memposisikan dirinya duduk disebelah Clove, menghembuskan asap rokoknya ke udara.

"Aku tidak apa-apa."

"Pakai ini. Kau pasti kedinginan." Martin membuka mantel coklatnya lalu meletakkannya di pundak Clove.

"Aku baik-baik saja, Martin."

SPACES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang