Chapter 1 : Pelajaran terakhir

914 86 10
                                    

CLOVE'S POINT OF VIEW

The Lonely-Christina Perry

Pagi di Los Angeles, California.

Tar!

Tar!

"Haah!"

Aku terbangun dengan nafas terengah setelah mendengar nyaringnya suara tembakan entah dari mana asalnya.

Yang pasti, suaranya begitu dekat dengan kamar Chloe. Aku mendapati Chloe tidak lagi tidur disebelahku, mungkin dia sudah bangun.

Aku bangkit dari tempat tidur dan meregangkan otot-otot yang pegal sisa perjalanan kemarin sembari mencari dimana suara tembakan tersebut berasal dari jendela kamar.

Ternyata ayah. Dia dengan gagah berdiri di belakang halaman rumah, menembaki sebuah target lingkaran berwarna kuningdengan sebuah pistol, lengkap dengan pelindung telinga. Aku penasaran, apa yang membuat ayah ku melakukannya? Apa itu bagian dari pekerjaan yang selama ini dia rahasiakan dari ku dan Chloe?

Aku menuruni anak tangga, berniat menghampiri ayah. Di dapur, terlihat Chloe masih dengan piyama merah muda dan mantelnya sedang menyiapkan sarapan. Aroma harum roti panggang dan kopi hitam yang dibuatnya begitu harum menusuk indra penciuman dan sangat menggairahkan rasa laparku pagi ini.

Aku melewatinya dan melanjutkan langkahku menemui ayah.

"Kau gagah sekali, Ayah." Aku memposisikan diri berdiri menghalangi target ayah.

"Clove! Apa kau gila? Untung saja ayah belum menembak keluar peluru ini keluar. Menjauhlah dari pohon itu sekarang." Ayah membentakku, namun itu tidak membuatku pergi dari sana.

"Apa yang sedang kau lakukan, Yah?" tanyaku seraya berjalan menghampirinya.

"Bermain dengan pistolku."

Aku menggeleng, "Permainanmu terlalu berbahaya."

"Kemarilah, Ayah akan mengajarkamu menggunakannya."

"Aku tidak mau. Itu terlalu berisiko."

"Tidak jika kau tau cara menggunakannya. Ayo kemari."

Ayah menarik paksa lenganku lalu dipasangkannya pelindung telinganya padaku. Ayah berkata, suara tembakan ini lumayan keras. Jika tidak terbiasa, telingaku bisa saja berdenging hebat dan terasa pengang. Dia memposisikan diri berdiri di belakangku, menyuruhku untuk menggenggam Air gun-nya lalu meluruskan lenganku dengan keras agar sejajar dengan target.

Sekarang aku merasa seperti berada di markas militer.

"Baiklah, ini disebut Air gun Beretta, pistol buatan Itali. Pistol ini paling mudah di gunakan dari jenis-jenis pistol lainnya. Kau harus menggenggam grip pistol dengan weapon hand secara penuh dan konsisten. Genggam dengan erat. Karena genggamanmu akan memberikan resistensi ke arah weapon hand saat pistol meletus." Jelasnya, membuatku sedikit bingung memahaminya.

Ayah menunjukkan bagian-bagian air gun beretta tersebut. Sedikit membingungkan, karena aku sama sekali tidak tau apa itu weapon hand dan grip pistol sebelumnya. Tanganku cukup gemetar, jantung ku pun ikut berdegub begitu kencang karena takut pistol yang aku arahkan malah melenceng ke arah lain.

Wajar saja 'kan? Ini kali pertamaku memegang benda berbahaya seperti ini.

"Perhatikan bidang pistol yang akan digenggam reaction hand. Area tersebut adalah area prioritas yang harus kau cover menggunakan reaction hand—dan yang terakhir, Pastikan tidak ada jarak antara beaver tail dan selaput tangan mu agar memberikan tahanan saat ada recoil ke belakang."

SPACES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang