Chapter 4 : Perubahan Drastis

305 59 1
                                    

CLOVE'S POINT OF VIEW

Im with you - Avril Lavingne

Aku dan Max meninggalkan restauran dan melanjutkan perjalan pulang ke rumah masing-masing. Max sempat menawarkanku untuk menginap di rumahnya, tapi aku menolak dengan alasan tidak membawa baju ganti. Aku dan Max akhirnya berpisah saat arah rumah kami tak lagi sama.

"Clove, pakailah ini. Kau tidak mungkin berjalan tanpa alas kaki sampai ke rumahmu." Max memberikanku boots-heels dan mantelnya, menyisakan tank-top hitam ketat dan rok mini berwarna merah yang ia kenakan.

"Bagaimana denganmu?" Aku meraih boots-heels dan mantel miliknya dengan ragu, "kau pasti kedinginan pulang dengan pakaian seperti ini."

"Aku tinggal tak jauh dari sini. Ada gang menuju rumah susun di belakang restauran ini. Disanalah aku tinggal. Rumah bernomor 20 di lantai dua."

"Oh, baiklah kalau begitu. Aku akan mengembalikannya nanti."

"Kau bisa kembalikan kapan saja."

"Terimakasih, Max."

"Tidak-tidak. Aku yang harusnya berterima kasih padamu karena kau sudah banyak membantuku. Kapan-kapan kau main ke rumah ku ya? Kau juga boleh menginap kapan saja jika kau mau."

"Baiklah, aku akan mengunjungimu nanti. Aku harus pulang sekarang, malam sudah semakin larut."

"Okay. See you."

Aku pulang dengan mantel tebal coklat dan sepatu milik Max. Dia benar, aku tidak mungkin pulang berjalan kaki ke rumah tanpa mantel dan sepatu karena jika malam semakin larut, semakin dingin pula cuacanya.

Setelah berjalan sekitar 15 menit menuju South Olive Street, aku akhirnya sampai di rumah. Sekeliling rumah itu masih terpasang garis polisi. Aku menerobos masuk ke dalamnya, menelusuri setiap ruangan dan mencari barang-barang yang bisa aku bawa. Aku memasukan beberapa pasang baju ke dalam tas ransel, 3 pistol milik ayah yang masih tersisa di bawah tanah, dan teddy kesayangan Chloe, satu-satunya benda kesayangannya sejak kecil dan benda peninggalannya yang akan selalu mengingatkanku aku padanya.

Pembalasan ini akan segera dimulai. Aku akan pindah dari rumah ini dan akan mencari dimana pria bernama Ender berada. Tapi sebelum itu, aku akan mencari Mike. Bagaimana pun juga dia yang sudah melibatkan ayahku dalam bisnis 'panas' ini dan dia juga harus bertanggung jawab atas kematian ayah dan Chloe.

***

Los Angeles, 6:00 a.m

Setelah sepasang sepatu kets terpasang, aku langsung berjalan keluar rumah sembari menutup kepalaku dengan tudung kepala hoodie yang aku kenakan.

Aku berharap tak satupun orang melihatku keluar dari rumah itu. Saat ini langit pagi masih sangat gelap, jalanan sekitar rumahku masih sepi dan sunyi, hanya terdengar suara gonggongan anjing dan sesekali terlihat mobil truk pengangkut sapi dan sayuran yang lewat menuju sebuah pasar kaki lima di ujung jalan.

Aku akan mengunjungi rumah Max. Mengembalikan mantel dan sepatu miliknya. Walaupun aku tahu mengetuk rumah orang di subuh hari itu sangat mengganggu, tapi aku sangat butuh bantuannya untuk mengizinkan ku menginap di rumahnya selama beberapa hari sebelum aku berangkat ke San Fransisco, mencari Mike.

Setelah mengetuk pintu rumah Max beberapa kali─sesekali melihat ke celah jendela, sang pemilik rumah akhirnya keluar dengan wajah setengah sadar, antara masih tidur atau sudah terbangun.

"Apa kau harus datang sepagi ini?" Max menggerutu dengan mata masih terpejam, "kau sudah menghancurkan mimpi indahku, Clove."

"Maafkan aku Max, tapi aku benar-benar membutuhkanmu. Aku tidak tau harus kemana selain kemari."

Max menguap dengan kasar. "Yasudah ayo masuk."

Aku terperanga saat melihat sekeliling rumah Max yang begitu sempit dan pengap. Hanya ruangan persegi yang terbagi atas beberapa ruangan. Ruang tengah berukuran 2x3 dengan satu sofa di pojokan, dapur dan satu kamar mandi di sudut rumah. Ini benar-benar miris.

"Inilah rumahku, Clove. Tidak besar dan jauh dari kata mewah." Max menyuguhi secangkir kopi hangat lalu duduk di sebelahku. Dia masih terlihat mengantuk, aku jadi merasa bersalah sudah membangunkannya.

"Tidak apa. Rumah lama ku juga seperti ini. Maaf aku sudah membangunkanmu ya?"

"Tidak apa, Clove. Anyway, Ada apa kau kemari?"

"Aku ingin mengembalikan barang milikmu. Dan juga meminta pertolonganmu."

"Pertolongan apa?"

"Boleh tidak jika aku tinggal di rumahmu untuk beberapa hari?"

"Kau bisa tinggal disini selama kau mau."

"Tidak Max, aku hanya akan tinggal disini untuk beberapa hari saja. Aku tidak mau merepotkanmu. Lagipula, dalam waktu dekat ini, aku akan pergi ke San Fransisco."

"Hmm yasudah, terserah kau saja. Tapi kau tenang saja, rumah ini selalu terbuka untukmu."

"Terimakasih banyak, Max."

"Does not matter. Ayo minumlah, kau terlihat kacau sekali, Clove. Setelah ini kau bisa mandi dan beristirahat."

***

Aku merebahkan tubuhku diatas kasur berukuran single milik Max. Sementara gadis itu sibuk di dapur dan memasak untuk sarapan. Aku sedikit lega setelah bertemu dengannya. Walaupun baru saja kenal, dia sudah menganggapku seperti teman dekatnya.

Aku tetap saja tidak bisa terlelap dengan tenang. Meskipun Max sudah memberiku obat tidur, mataku seakan menolak untuk terpejam. Mataku tidak kunjung lelah meski sudah berhari-hari tidak tidur, pikiranku kalut, perasaanku tidak tenang, selalu dibayang-bayangi sadisnya tragedi pembunuhan keluarga ku.

Aku tidak akan pernah tenang sebelum dendam ini terbalaskan. Aku sudah menanamkan api kebencian di dasar hatiku. Dan sekarang, kebencian itu menyeruak, tumbuh, hingga mengalir di dalam darah.

Aku tidak akan memberi ampun bagi Ender, orang terdekatnya, bahkan semua anak buahnya. Mereka harus merasakan apa yang aku rasakan saat ini.

SPACES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang