Chapter 12 : Pengobat hati

305 48 2
                                        

AUTHOR'S POINT VIEW

Flashlight - Jessie J

Clove terbangun dalam sebuah ruang persegi berdinding putih yang kosong melompong. Tanpa jendela dan pintu. Clove bertanya-tanya, dimana kah ini? Kenapa dia bisa berada disini? Dia berlari dan mencari jalan keluar. Dilihatnya sekeliling namun tak ada apapun disana. Dia seolah terkurung tanpa jalan keluar.

"Clove, de...dengar...kan ayah. Kau anakku yang kuat. Kau bisa melewati semua ini sendiri. Maafkan ayah sudah membuatmu dalam bahaya seperti ini."

Suara itu. Suara yang begitu lirih. Suara yang tidak asing bagi Clove terdengar begitu menggema di seluruh ruangan. Padangan Clove memutari ruagan itu. Tidak ada siapapun dan apapun.

"Ayah?!" Teriaknya histeris.

Hening. Suara itu tak muncul lagi. Clove terduduk meringkuk memeluk lututnya penuh ketakutan dan menangis histeris. "Ayah...Chloe..."

"Balaskan dendam ayah."

"Balaskan dendam Chloe."

"Mereka sudah merenggut kebahagiaanmu, Clove!"

"Bunuh mereka!"

"Bunuh mereka semua! Jangan beri ampun!"

Suara yang sama bertubi-tubi memekik berulang-ulang kali. Clove menutup telinga dan kedua matanya. Suara itu lantas membuatnya berteriak histeris.

"AKU AKAN MEMBALASNYA!"

***

Clove membuka matanya spontan, tubuhnya bergerak hebat, dan nafasnya pun terengah sehingga membuat pergerakan pada pundaknya. Mimpi buruk itu datang dan menuntutnya untuk balas dendam. Dave yang senantiasa masih memeluknya erat tubuh Clove, sampai terbangun setelah merasakan gerakan pada tubuh Clove yang begusar gelisah.

"Hey, kau kenapa? Mimpi buruk?"

Clove menelan ludahnya. Dia terlihat gelisah, namun gelagatnya sangat menjawab pertanyaan Dave bahwa ia baru saja mendapatkan mimpi buruk.

"Aku disini. Kau akan baik-baik saja." Ujar Dave menenangkan. Dia mengelus rambut Clove lalu mengeratkan pelukannya.

***

Sang raja langit sudah meninggi dan memacarkan cahayanya. Dave terbangun saat cahaya matahari yang masuk lewat celah jendela itu berhasil mengaburkan pandangannya. Dave mendapati gadis disebelahnya sudah tidak ada disana. Clove memang sudah bangun dan pergi ke supermarket dan apotek untuk membeli obat Dave. Dave melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 10 pagi lalu berjalan keluar dari kamar.

"Dave?" Sapa Clove dari ambang pintu dengan sekotak pizza dan paper-bag berisi obat di tangannya.

"Kau darimana?" Dave menyahut dari ruang tengah sembari duduk santai dan menonton acara TV. Seperti di rumahnya sendiri.

"Aku habis berbelanja. Ini obatmu, aku sudah menebusnya."

"Tidak usah repot-repot, lagipula aku sudah tidak apa-apa."

"Jangan membatah! Kau sudah merepotkan ku semalam. Jadi jangan merepotkan aku lagi." Clove menjawab ketus lalu memposisikan dirinya duduk disebelah Dave. "Ayo makan. Setelah itu minum obat mu ya, anak nakal." Dave terkekeh saat Clove memperlakukannya seperti anak kecil dengan mengacak-acak rambutnya.

Clove mengeluarkan sekotak pizza yang akan menjadi sarapan mereka.

"Semalam kau mimpi buruk ya?" Tanya Dave ditengah kunyahannya.

Clove menggelengkan kepalanya. Dia enggan menceritakan semua mimpi itu pada Dave.

"Jangan bohong. Ceritakan saja padaku jika kau tidak keberatan."

"Aku tidak apa-apa, sudah makan saja sarapanmu setelah itu minum obat ini, ok?"

Dave hanya mengangguk. Dalam hatinya yakin bahwa Clove sengaja menutup-nutupi sesuatu darinya. Tapi tidak apa, Dave cukup mengerti akan hal itu. Tidak mudah bagi gadis selugu Clove untuk membuka diri pada pria yang baru saja ia kenal.

"But you should know, Clove. Im here and i will always be. Dont worry, you will be fine with me."

Clove tersenyum samar. Hatinya begitu bahagia saat mendengar pria itu tampak serius dengan kata-katanya. Tidak terselip sedikitpun sekedar kata gombalan dan omong kosong. Bagai disampaikan benar-benar dari dalam lubuk hatinya.

"Kenapa kau mengatakan hal itu padaku? Kenapa kau bisa jatuh hati pada gadis yang baru saja kau kenal?"

Dave menyerongkan posisinya, menghadap Clove. Dia menatap sepasang bola mata Clove gitu lekat. Matanya seolah berbicara dan memancarkan sebuah ketulusan. Dipegangnya kedua pipi Clove agar dia membalas tatapan itu.

"Tidak perlu ada alasan mengapa aku jatuh hati padamu. Tidak perlu ada alasan mengapa aku ingin selalu ada bersamamu. Kau berbeda dari setiap wanita yang aku kenal dan kau mampu membuat aku benar-benar merasakan apa itu yang disebut cinta meski rasanya terlalu singkat."

"Tapi kau belum tahu aku yang sebenarnya, kau terlalu─"

Belumlah Clove meyelesaikan perkataannya, Dave sudah membungkam bibirnya dengan sebuah ciuman. Jantung Clove seolah melompat kedalam perut. Semua sistem syaraf pada tubuhnya pun seolah berhenti bekerja. Dia tidak bisa menggerkan tubuhnya yang kini terasa dingin dan membeku. Tidak ada penolakan sedikitpun, justru ciuman itu kini semakin nyaman dan menenangkan.

Lima detik kemudian, Dave melepaskan ciuman itu dan menggenggam tangan Clove dengan erat.

"Tidak perlu waktu lama untuk mengenal mu lebih jauh, Clove. Dan kau tidak perlu mempunyai rasa yang sama denganku, karena mencintaimu adalah sebuah kebahagiaan tersendiri untukku."

"Aku hanya butuh waktu untuk meyakinkan hatiku. Apa ini cinta atau hanya sekedar perasaan kagum padamu."

"Aku bukan pria yang suka memaksa. Itu lebih baik daripada kau harus berpura-pura mencintaiku."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SPACES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang