16. Believe it or not?

1.5K 80 1
                                    

"Kalau kamu memang sungguh-sungguh, buktikan. Tunjukkan jika kamu peduli, jika kamu benar-benar menginginkannya. Semua orang pasti lelah memikirkan jika kamu tetap ada disampingnya atau lebih parahnya pergi meninggalkannya."

***

Semenjak pernyataan dari Adit tadi aku menjadi tidak fokus sama sekali. Bahkan ketika Vira curhatpun aku benar-benar linglung, aku berusaha mendengarkan walau otak memaksaku untuk memikirkan Adit. Sial! Kenapa harus jadi seperti ini sih?

Jentikan jari Vira membuatku tersentak kaget, "Liv, lo dengerin gue curhat gak sih?"

Aku cengengesan dan menggeleng, "Maaf vir, gue lagi banyak pikiran."

Vira mengerutkan keningnya, "Perasaan sebelum lo keluar kelas, lo terlihat biasa aja. Tapi semenjak lo kembali dari sana lo jadi kayak orang kehilangan kesadaran gitu. Linglung gitu lah."

Aku menghela nafas dengan kasar, "Adit suka sama gue."

"APA?"

"Ish bego."ucapku sambil berdecak kesal, "Dia nyatain perasaannya sama gue tadi dibelakang sekolah."

"Lah dia gak belajar?"tanya Vira bingung, dan sesaat kemudian Vira mengangguk paham, "Ah iya gue lupa satu hal diakan sama kayak lo, pinter as hell."

"Gue bingung vir."ucapku lirih.

"Kenapa lo harus bingung?"

Aku menggeleng sambil menunduk.

"Sekarang gue tanya sama lo, lo sama Davin kayak gimana?"

"Ya gitu, terakhir Davin ngomong dia nyaman sama gue."kataku sambil menatap kosong ke arah papan tulis.

"Nyaman sebagai kawankah? Atau more than a friend?"

Pertanyaan Vira membuatku membisu. Are we friend or are we more vin?

"Lo pernah denger gak sih, 'We ignore the ones who adore us, adore the ones who ignore us, love the ones who hurt us, and hurt the ones that love us.' Huh?"

Aku menggeleng, "Tapi Davinkan gak nyakitin gue."

"Bukan gak nyakitin, tapi belum liv. Lihat aja ntar."ucap Vira santai.

"Lo ada buktinya vir ngomong gitu?"tanyaku dengan nada jutek.

Vira tersenyum, "Rata-rata perempuan di sekolah kita tahu Davin itu suka memberi harapan ke semua perempuan. Lo juga pernah ngerasain kan waktu SMP? So, do you want to get hurt for the second time?"

***

Entah kenapa semenjak Adit menyatakan perasaaanya aku menjadi ingin menghindarinya, bukan apa-apa hanya saja aku takut kalau nanti bisa saja aku menyakiti Adit. Oke ralat, Adit juga bisa saja hanya mempermainkanku, bisa saja dia cuman ingin membuatku baper? Oh shit, kenapa aku berpikiran seperti ini?

"Woy liv, galau boleh tapi jangan kayak gini juga. Lo hampir nabrak tiang tuh."ucap Shila cekikikan. Oh iya tadi sewaktu aku curhat bersama Vira, Shila lagi ke ruang guru disuruh sama bu dona, karena dia telat ngumpul tugas.

Aku mendengus kesal sambil berjalan ke tengah agar tidak tertabrak tiang lagi.

Tiba-tiba tanganku dicekal oleh seseorang, shit Davin.

"Kenapa vin?"tanyaku berusaha tenang walau jantung hampir lepas.

Davin tersenyum manis, "Gue mau ngajak lo makan bareng di kantin utara, mau gak? Gue traktir deh."

Aku melirik ke arah sahabat-sahabatku untuk meminta persetujuan mereka.

"Udah lo sama Davin aja. Lagian lo lagi laperkan liv?"tanya Vira sambil mengedipkan matanya seolah-olah makan-aja-kan-gratis. Dasar Vira.

You AreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang