32. Enough

186 12 15
                                    


"Kak Vee!" Panggil Yasha. Vira menengok dan mendapati Yasha yang sedang berlari kecil ke arahnya. Sudah sejak istirahat pertama, Yasha tidak melihat Rara. Begitu pun geng nya. Dan baru pulang sekolah ini ia melihat geng Rara. Tapi, Rara tidak.

"Kenapa Sha?" Tanya Vira. Yasha terseyum, "Rara nya mana Vee?" Tanya Yasha. Nita dan Alifa keringat dingin. Sementara Sarah pura-pura sibuk main hp. Vira yang di tanya hanya gelagapan.

"Eh? Itu.. em.. dia tadi pulang duluan." Vira beralasan. Alis Yasha bertaut. "Pulang duluan? Emang kenapa?" Tanya Yasha.

Nita melotot ke arah Vira. Sarah menghela nafas pasrah sementara Alifa menggeplak kepala Vira. "Kenapa sih?" Tanya Yasha bingung melihat tingkah geng Rara.

"Gue duluan ya. Gue mau ngejenguk Zidan. Hari ini dia pulang." Ucap Sarah.

"Kata polisi tentang kejadian ini apa?" Tanya Yasha. "Katanya untuk sekarang ini murni kecelakaan." Jawab Sarah lalu pergi.

"Gue masih surang yakin." Gumam Vira. Yasha dan yang lain mengangguk. "Eh, pertanyaan gue belum lo jawab. Rara dimana?" Tanya Yasha lagi. Mampus saja.

"Dia di rumah. Ehm.. dia sakit. Nah iya! Sakit!" Ucap Nita agak heboh.

"Sakit? Sakit apa?" Tanya Yasha lagi.

"Sakit.. emm.." Vira meliarkan matanya agar tidak melihat mata coklat Yasha.

"Eeh! Itu gue udah di jemput Radit. Gue duluan." Alifa segera pergi meninggal kan koridor yang mulai sepi itu.

"Rara sakit apa?" Tanya Yasha lagi. Kini dia menatap dua sahabat rara dengan lekat-lekat. Untung saja, Nita mampu meredam histeris karena di tatap seperti itu oleh yasha.

"Rara sakit panas Sha. Tadi suhu badannya tinggi banget. Muka nya acak-acakan." Ucap Nita berusaha kalem.

Yasha terbelalak. "Kok lo pada gak ngasih tau gue? Ya udah. Gue ke rumah Rara dulu." Yasha berlari menuju ke parkiran.

Tanpa bisa di cegah.

***

"Mario." Panggilan lembut itu membuat Mario sadar dari lamunannya.

Wajah nya acak-acakan. Rambut acak-acakan, mata juga hidung yang memerah. Nangis rupanya dia.

"Kamu nerima usulan aku?" Tanya Shinta yang kemudian duduk di sebelah Mario.

Mario dan Shinta sedang berada di taman belakang sekolah.

Mario diam tak menjawab. "Jadi kamu ikut saran aku?" Tanya Shinta lagi. Mario menghela nafas lalu menangguk lesu.

Shinta tersenyum lebar. "Kamu gak akan nyesel." Ucap Shinta kemudian memeluk Mario. Tanpa balasan dari Mario.

***

7.00 PM

Rara terbangun dari tidur yang rasanya panjang itu. Ia membuka mata nya yang terasa berair dan panas. Bibirnya pecah-pecah dan kening nya panas.

Ia sakit.

Apakah lemah bila Rara seperti ini? Ah, asal tahu saja, ini lebih buruk dari kejadian Dylan.

Dylan, cowok itu bagaimana kabarnya? Apa dia masih dengan Kanina? Ah! Kanina, siapa yang sudah lupa? Kanina, si primadona sekolah. Terakhir kali bertemu Kanina, di reuni sekolah.

"Dy, wassup?" Rara bermonolog sendiri sambil melihat bingkai foto yang sudah beberapa bulan belakangan ini ia tutup. Kini ia pajang kembali.

"Lo tau gak Dy? Kenapa sih, tiap orang yang gue suka gak pernah suka sama gue. Selalu aja bertepuk sebelah tangan. Geez. Gak enak tau Dy. Sakit banget loh. Kalo lo sih enak, Nina kesayangan lo udah balik." Rara cemberut sambil menatap bingkai foto.

NO LIMITS.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang