[x] Black Paper

250 12 2
                                    

Genre : Misteri/cerita detektif
Length : 2300 words
Disc : pernah dipublish di blog pribadi dan beberapa blog lain pada tahun 2014 (jaman masih anak SMP alay)
Note : ini bukan songfic, entah kenapa aku pingin publish ini ke wattpad wkwk

Semua orang menggunakan topeng dengan cara mereka masing-masing dan ada masa di mana topeng itu terbuka-menunjukan sosok asli di balik topeng itu yang terkadang di luar dugaan para manusia.

.

.

.

Jack bukanlah tipe pria pendendam namun, melihat kedua orangtuanya terbujur kaku di atas lantai marmer dengan darah yang mengucur deras dari kepala juga perut mereka membuat Jack geram.

Jack terlamapaui tahu bahwa kedua orangtuanya itu adalah korban pembunuhan dan Jack ingin agar siapapun pembunuhnya itu bisa tertangkap dan merasakan dinginnya lantai penjara juga dinginnya jeruji besi.

Dua orang detektif, Jane dan Derek, juga para polisi mulai berdatangan ke rumahnya-Jack adalah seorang detektif hingga mudah saja baginya untuk menelpon dua orang detektif terbaik kerumahnya dan menemukan oknum dibalik ini semua dengan waktu secepat-cepatnya.

Inginnya, Jack mencari tahu kasus ini seorang diri bersama Jane, detektif terbaik versi ketua mereka yang juga menjambat sebagai adiknya-namun, mengingat ada satu kasus rumit yang kini ia tangani membuat posisinya digantikan oleh Derek-sahabat sekaligus detektif terbaik versinya.

Malam itu, rinai hujan membasahi setiap jengkal jalanan kota dan sesekali petir menyambar membelah angkasa raya diikuti dengan suara yang berhasil memekakkan telinga para warga kota-untungnya itu tidak membuat semua orang menjadi tuli mendadak.

Jack tidak suka situasi ini; terjebak di kantornya tanpa bisa keluar akibat hujan yang terlampaui deras di luar sana-Jack tak suka jika pakaiannya harus basah akibat rinai hujan.

Sedikit mendegus kesal sebelum ia menikmati kopi mocachino yang sejak sepuluh menit yang lalu tersedia di atas mejanya yang dipenuhi berkas-berkas kematian Jackson-seorang pria asal Canada yang tewas terbunuh di kamar hotel tempatnya menginap.

Jack mengambil salah satu berkas dan mulai memandang dengan saksama setiap gambar yang tercetak dengan rapinya di atas kertas putih tak berdosa itu.

Jack teringat kata dokter forensik yang memeriksa jasad Jackson; ada tiga luka tembak di kepalanya dan tiga luka tusuk pada perutnya.

Jack tak habis pikir dengan siapapun itu pembunuhnya yang terkesan kejam dan pintar-tak ada satupun sidik jari maupun barang bukti sedikitpun disana-Jack menduga bahwa siapapun itu pelakunya, ia tengah membalas dendamnya pada Jackson.

Bunyi ketukan pintu berulang kali menginterupsi kegiatan Jack saat itu, ditaruhnya berkas tersebut kembali di atas meja kayu lantas berseru dengan suara yang cukup lantang-akibat adanya suara petir yang menyambar diluar sana. "Masuk!"

Knop pintu ruangan Jack terputar dan tak lama kemudian pintu itu terbuka menampakkan sosok gadis dengan tinggi sekitar seratus tujuh puluh delapan sentimeter dengan rambut yang menjuntai ke bawah, kaos berwarna putih polos, jeans dan jangan lupakan sneakers yang membuat gadis itu terlihat santai.

Jack terlampaui tahu siapa gadis itu, gadis itu adalah Jane, adiknya, yang kini terlihat lelah; peluh yang menetes dari pelipisnya juga ada kantong mata yang menunjukan bahwa dirinya kurang tidur.

"Aku menemukan fakta mengejutkan," suara parau itu datang dari Jane bersamaan dengan dirinya yang menduduki sebuah kursi yang membuatnya kini berhadapan dengan sang pemilik ruangan, Jack, dengan meja sebagai satu-satunya penghalang di antara keduanya.

Dialog Musik (One Shots)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang