Playlist #21 : What I Miss Most by Calum Scott

85 4 0
                                    

Terinspirasi dari MV What I Miss Most - Calum Scott. Kalau belum lihat MV-nya sudah aku taruh di atas ya.

---

Aku memasuki kamar dengan air mata yang mengucur deras, pintu kayu tak bersalah aku banting sekeras mungkin hingga meninggalkan suara "BRAK" keras yang mengalahkan omelan mum. Dengan derap kaki yang dihentak-hentakan, aku menuju ke aras kasurku dan duduk di tepiannya.

Aku menarik napas, berusaha menenangkan diriku, namun hal itu justru membuat tangisku semakin hebat.

Aku tak menyangka mum mengatakan bahwa aku tak akan diperbolehkan untuk bermain video game lagi, dia bahkan menyembunyikan laptop dan berbagai peralatan lain yang kubutuhkan. Dia berkata bahwa aku, sebagai satu-satunya perempuan di rumah ini selain dirinya, harus membantunya memasak dan melakukan berbagai kegiatan rumah yang lain.

Ini tidak adil! Kakakku Brian, Trace, dan Alex dapat bermalas-malasan di dalam kamar mereka hampir seharian tanpa perlu melakukan apapun dan aku harus membantu? Kenapa seperti itu?

Aku mulai teringat sosok Maya, aku mengenalnya sebagai seorang pegawai di restoran cepat saji. Dia memiliki rambut berwarna merah muda yang tak dapat dengan mudah dilupakan begitu saja, dia juga memiliki tato burung di lengan kanannya, selain itu, dia memiliki tindik di beberapa bagian tubuhnya seperti hidung, telinga, dan bibir.

Di mataku, Maya adalah seorang perempuan terkeren yang pernah ada. Aku ingat dia mengatakan padaku bahwa kini dia hidup sendiri, ibunya menendangnya keluar dari rumah karena suatu hal yang tak ingin Maya katakan, dia bilang bahwa dengan mengatakan alasan ia ditendang keluar sama saja seperti dia sudah menyebarkan sebuah luka dalam yang ibunya alami. Aku tidak mengerti apa maksudnya, namun aku tahu dengan jelas bahwa aku tak memiliki hak sedikitpun untuk kembali bertanya dan mencari tahu. Maya sekarang hidup sendiri di flat tak jauh dari tempatnya bekerja.

Maya terlihat sangat keren dan dia bisa melakukan apapun dan aku mulai tersadar bahwa semua itu terjadi karena dia tak lagi hidup bersama ibunya. Ia bisa bebas tanpa ada dua pasang mata yang terarah padanya tiap detik.

Mungkin ... mungkin jika aku keluar dari rumah ini, aku bisa bebas dan tak perlu lagi mendengarkan ucapan-ucapan mum.

Aku mungkin masih berumur empat belas tahun, tapi aku yakin bahwa aku bisa hidup sendiri. Aku dan Maya cukup dekat, aku bisa meminta bantuannya, mungkin dia akan bersedia menyediakan tempat untukku di flatnya, selain itu, aku juga bisa mencari pekerjaan. Aku yakin seseorang akan mau memperkejakanku.

Dengan pikiran itu, aku bangkit berdiri sembari mengusap kasar pipiku, berusaha menghilangkan bekas air mata yang menggenang. Aku mengambil tas ranselku yang cukup besar dan memasukkan beberapa pakaianku--kaus, celana jins, jaket, pakaian dalam---, dompetku yang berisi tak lebih dari lima dollar, serta ponselku. Tasku terlihat semakin membesar dengan semua barang-barang yang telah aku masukkan.

Aku menarik napas kemudian mengintip keluar, kamarku berada di lantai satu, dekat dengan ruang tamu serta dapur, dari pintu kamar yang kubuka sedikit, aku bisa melihat mum tengah sibuk memasak di dapur, ia sudah tak lagi mengomel, namun aku bisa melihat guratan kemarahan yang tergambar jelas di atas wajahnya. Ruang tamu nampak sepi, aku yakin Brian, Trace, dan Alex--kakak laki-lakiku yang sama sekali tidak berguna--sedang berada di kamar mereka, tidak ingin berhadapan dengan mum yang marah.

Setelah memastikan semuanya telah aman, aku mengambil tas ranselku dan menyampirkannya di atas pundakku. Aku kemudian membuka pintu kamarku semakin lebar dengan pelan, berusaha untuk tak menciptakan suara apapun, dan segera berjalan pelan ke depan, ke tempat di mana sepatu-sepatu telah berjejer rapi dan jaket tergantung di atasnya. Aku memakai sepatuku, melepas ranselku sejenak untuk memakai jaketku, kemudian menyampirkan tasku kembali.

Dialog Musik (One Shots)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang