Enam bulan! Sudah enam bulan
Bibirku membulat, aku yakin bahwa jika aku sedang hidup di dunia kartun, rahangku sekarang sudah jatuh hingga menyentuh tanah. Aku bahkan tidak sedang mencoba melebih-lebihkan sesuatu.
Di hadapanku sekarang sedang ada Arvin dan Rania yang berdiri di tengah-tengah lapangan basket. Keduanya masih mengenakan seragam olahraga dan bahkan peluh masih membanjiri seluruh tubuh Arvin akibat permainan futsal yang baru ia lakukan. Rania yang berdiri di hadapan cowok berkulit putih itu tersenyum malu-malu dengan wajahnya yang memerah hingga ke telinga.
Tangan Arvin yang membawa sebuket mawar merah terulur ke arah Rania yang menerima benda itu dengan malu-malu. Suara sorakan mulai terdengar, kebanyakan dari para cowok-cowok, terutama yang memang sering bermain dengan Arvin. Kebanyakan cewek--termasuk aku--hanya bisa memandang semua adegan yang baru saja terjadi dengan iri. Beberapa hanya memasang wajah datar dan beberapa lainnya mengeluarkan suara mengerikan seperti 'aww' yang mana berhasil membuat bulu kudukku berdiri.
Aku masih tidak percaya semua ini! Rania, Si Kutu Buku yang memakai kacamata tebal dan tak pernah bisa dijaukan oleh buku, berhasil menjadi pacar Arvin, Si Bad Boy yang tak memiliki pekerjaan lain selain membuat ulah, selama enam bulan lamanya! Aku bahkan tidak sedang bercanda. Semua ini membuatku teringat dengan berbagai novel yang kubaca atau FTV yang acap kali kutonton saat sedang bosan.
Aku sudah melakukan berbagai cara untuk memisahkan dua manusia itu. Maksudku, Arvin seharusnya bersamaku, bukan Si Kutu Buku yang tak pernah mendapatkan nilai kurang dari 90. Tapi tak ada satupun cara yang berhasil, mereka justru semakin dekat. Ini membuatku semakin kesal, seharusnya aku yang menjadi pemeran protagonis, namun kenapa malah aku sekarang terlihat seperti sosok antagonis?!
Terkadang, aku benci dengan hidup ini!
Aku buru-buru berjalan pergi, tak kuasa melihat Rania yang sekarang tersenyum malu-malu dan Arvin melihat cewek itu dengan tatapan yang ... ah, sudahlah! Aku tidak suka membahasnya! Terlalu banyak luka yang timbul akibat semua itu, dan sejujurnya, aku sudah sangat lelah.
"Shafa!" seseorang memanggil namaku dengan keras. Menoleh, aku menemukan Shania, dia adalah teman dekatku.
Aku berhenti sejenak, menunggu Shania untuk menjangkauku. Setelah ia berada tepat di sampingku, aku melanjutkan langkahku.
"Kak Rania dikasih bunga sama kak Arvin!" aku bisa mendengar seseorang memekik pelan, namun tak terlalu pelan karena aku masih dapat menjangkau suaranya. Melirik ke arah kananku, aku bisa melihat beberapa anak kelas sepuluh sedang bergerombol, sibuk bergosip seolah tak ada hal lain yang dapat mereka lakukan.
"Demi?!" salah satu di antara anak kelas sepuluh itu berteriak.
"Iya, gue denger kayak gitu."
"Gue udah lihat dari instagram live-nya kak Dido."
"Gue lihat instagran story-nya Mila, dia di lapangan sekarang."
"Lha gue idup di mana selama ini? Kenapa nggak tahu?"
"Kejadiannya belum lama kok."
"Aww mereka so sweet banget!"
Aku bergedik ngeri, jika ada hal yang paling kubenci maka itu adalah ketika seseorang mengeluarkan suara 'aww', itu sangatlah menjijikkan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dialog Musik (One Shots)
Short StoryKumpulan cerita pendek yang tertulis berdasarkan lagu-lagu yang saya dengar. Highest rank so far #141 in Short Story Collection of short stories by yossi novia since 2016 Some of my stories already publish on my personal blog : itskygirl...