#Playlist #13 : Towers by Little Mix
Aku akan menjadi pendusta jika berkata bahwa saat ini aku baik-baik saja, karena tidak, aku sama sekali tidak baik-baik saja. Lagipula, manusia waras mana yang merasa dunianya baik-baik saja setelah mendapat kabar bahwa dua orang tuanya resmi bercerai?
Aku menahan tangisku sendiri, kurasa akhir-akhir ini ada banyak air mata yang sudah keluar, dan aku lelah. Aku hanya ingin hidup sebagai remaja normal, remaja yang hanya tahu mengenai bahagia di antara kawan-kawannya, bukan remaja yang diam-diam ingin lompat dari atas gedung karena begitu banyaknya masalah yang menghantamnya telak.
Atau, agar semuanya menjadi lebih sederhana, aku ingin kembali menjadi seorang anak kecil.
Aku berjalan ke arah balkon, memandang ke arah perkarangan luas yang tiada artinya. Aku tidak ingin perkerangan luas itu, aku hanya ingin bisa bersama dengan dua orang tuaku, berbagi cerita lucu sampai perut kami kram karena terlalu banyak tertawa.
Beberapa tahun lalu, perkarangan itulah tempat kami sekeluarga membuat pesta bbq, menginap di sebuah tenda kecil dan melupakan fakta bahwa rumah kami hanya beberapa langkah dari tenda. Secepat waktu berdetak, secepat itu pula segalanya lantas berubah seratus delapan puluh derajat.
Tidak bisakah aku hanya kembali ke waktu di mana semuanya masih baik-baik saja?
Aku butuh seseorang.
Seseorang yang tidak berkata semuanya akan baik-baik saja namun tetap berada di sampingku, memberi ketenangan.
Aku kemudian mengambil ponselku, menghubungi seseorang yang mengaku sebagai kekasihku. Telpon kemudian diangkat, setelah sekian lama, suaranya yang sudah lama tak kudengar akhirnya kembali merayap masuk ke dalam telingaku.
"Hallo?"
"Hallo, Dane."
"Ada apa? Mengapa kau menelponku?"
Aku mengeratkan genggamanku pada ponsel. "Dua orang tuaku ... mereka...." Rasanya begitu berat untuk mengungkapkan satu kata itu. Karena kata itulah hidupku hancur.
"Ada apa? Cepat katakan, jangan membuang waktuku!"
Rasanya begitu menyakitkan mendengarnya mengatakan hal itu. Maksudku, ya, aku tahu dia sangat sibuk dengan pertandingan renangnya, dia masuk final jadi dia pasti lebih sering berlatih, aku tahu bahwa dia sangat sibuk, tapi apa harus dia sekasar itu?
Aku berdehem. "Mereka bercerai."
Dane di sebrang sana terdiam dalam waktu lama, aku bahkan hampir curiga bahwa dia menutup sambungan telpon atau hanya menaruh ponselnya begitu saja sementara dia pergi menjauh. "Oh, Im sorry to hear that."
"Ya."
"Maaf, Am, tapi aku sedang sibuk, aku tutup dulu." Dan setelah itu, sambungan terputus. Aku memandang ke arah ponselku dengan nanar.
Jika kupikir-pikir Dane memang sangat menjengkelkan, dia tidak pernah ada untukku. Alasannya selalu sama; dia sibuk. Ini benar-benar mengesalkan, apa dia tidak bisa menyisihkan saja sedikit waktunya untukku?
Saat ini aku sedang sedih. Duniaku seolah tengah runtuh dan semua ini terjadi karena dua orang tuaku bercerai, namun dia hanya meresponnya dengan singkat kemudian pergi dengan alasan yang sama; sibuk. Apa dia tidak bisa meninggalkan sejenak latihan renangnya untuk menenangkanku? Apa dia tidak bisa mengatakan hal sederhana semacam 'hey, semuanya akan baik-baik saja, ada aku di sisimu', apa dia tidak bisa seperti itu?
-
"Im done with you," kataku sambil memandang ke arah tautan tanganku.
Mengatakan hal itu tidaklah mudah, selalu ada dorongan agar mulutku terkatup dan menelan ucapan itu saja. Dan aku tidak boleh seperti itu! Dane adalah laki-laki tidak berguna dalam hidupku! Dia tidak pernah melakukan hal baik untukku, rasanya semua perasaanku yang menggebu-gebu untuknya hanyalah sebuah perasaan yang bertepuk sebelah tangan.
Aku bisa mendengar Dane di hadapanku menarik napas terkejut.
"Kenapa?"
"Aku tidak bisa terus bersamamu, Dane."
Dane meraih tanganku dan aku terus memandang ke bawah, sama sekali tak berniat untuk memandang ke arah matanya.
"Am, tatap aku!" kata Dane lembut.
Aku masih menunduk, tak bernai untuk mengangkat kepalaku.
"Am, tatap aku! Aku mohon...."
Sialan! Akhirnya aku mengangkat kepalaku, menemukan sepasang mata berwarna hijau yang begitu indah. Aku menelan ludahku. Fokus!
"Tidak bisakah kau memberikan kita kesempatan kedua?" kata Dane, menekan kata kita.
Ada satu titik dalam diriku yang ingin mengatakan ya, tapi aku lebih menuruti titik lainnya. "Tidak bisa, Dane."
Dane membuat pola lingkaran pada punggung tanganku, sesuatu yang selalu dia lakukan saat aku mengatakan aku ingin kami berakhir, hal ini selalu berhasil membuatku lemah apalagi ditambah tatapannya yang melembut, namun kali ini, aku tidak akan melakukan hal bodoh itu lagi! "Kumohon...."
"Aku sudah berulang kali memberimu kesempatan, Dane, tapi kau selalu mengecewakanku pada akhirnya. Kau tidak pernah ada untukku."
"Am, aku tidak tahu bagaimana hidupku tanpamu? Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan tanpamu?"
"Kau bisa, Dane, sebelum kau bertemu denganku, kau sangat baik-baik saja."
"Aku tidak bisa, Am, aku bisa mati tanpamu."
"Kalau begitu, silakan mati saja!" kataku, mungkin sangat kasar namun aku benar-benar ingin agar hubunganku dan Dane kali ini benar-benar berakhir. Aku benar-benar tak bisa melanjutkan hal bodoh ini.
"Aku akan bunuh diri!"
Aku menghempaskan genggamnya dan bangkit berdiri, sambil mengambil tasku, aku berkata, "silakan bunuh diri! Aku tidak akan termakan ucapanmu kali ini, idiot! Aku tahu betul kau tidak akan bunuh diri, kau sedang dalam puncak karirmu sebagai atlet."
Dane nampak terkejut dengan ucapanku. Tanpa mengucapkan apapun, aku bergegas pergi.
Aku memang masih menyukai Dane. Salah, aku memang masih mencintai Dane, tapi kurasa, mengakhiri hubungan ini adalah sesuatu yang baik bagi kami berdua. Dan aku tidak berniat untuk kembali padanya, kembali pada seseorang yang tidak pernah ada di masa suram dalam hidupku.
-
I was listening to Troye Sivan's album, Blue Neighbourhood, when I wrote this but I thought this story fit with Little Mix's song called Towers.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dialog Musik (One Shots)
Short StoryKumpulan cerita pendek yang tertulis berdasarkan lagu-lagu yang saya dengar. Highest rank so far #141 in Short Story Collection of short stories by yossi novia since 2016 Some of my stories already publish on my personal blog : itskygirl...