Playlist #17 : Would You Be So Kind? by Dodie (doddleoddle)

89 6 2
                                    

"'Cause I like you but that's not enough so if you will please fall in love with me"
-Would You Be So Kind? by Dodie

Kalau nggak pernah dengerin lagunya itu udah aku cantumin di atas ya heheh atau cari di YouTube "Would You Be So Kind? doddleoddle".

-

Sudah bukan sebuah rahasia lagi bahwa seorang Charlotte Lynch menyukai Brandon White. Semua orang di sekolahan juga tahu mengenai hal tersebut--bahkan Brandon sekalipun.

Dan bukan sebuah rahasia lagi bahwa sampai detik ini Charlotte tak juga mendapatkan kepastian dari Brandon. Cowok itu berpura-pura tak mengetahui bahwa cewek itu menyukainya, memperlakukan Charlotte seperti ia memperlakukan teman ceweknya yang lain.

Kesal bukanlah kata yang tepat untuk mendeskripsikan bagaimana perasaan Charlotte saat ini. Cewek itu marah besar, merasa seperti tengah dipermainkan oleh cowok dengan mata hijau yang kerap bermain basket di tiap waktu senggangnya.

Charlotte memandang jam yang tertempel manis di tembok dengan jemarinya yang memainkan pena, dalam hati berharap agar jarum jam tersebut dapat bergerak lebih cepat. Dia bosan dengan pelajaran sejarah Amerika, gurunya terdengar seperti tengah membacakannya sebuah dongeng sebelum tidur, lagipula dia sudah memiliki misi untuk menyudutkan Brandon sepulang sekolah nanti--yakni sekitar dua puluh menit dari sekarang.

Charlotte berencana untuk mengutarakan semua perasaannya pada Brandon dan sedikit menekan cowok itu untuk jujur terhadap perasaannya sendiri, mungkin sedikit membujuknya juga agar dapat menyukai Charlotte seperti Charlotte menyukai cowok itu.

Dua puluh menit kemudian--yang terasa seperti dua puluh jam, omong-omong--bel pertanda bubarnya kegiatan belajar mengajar hari ini akhirnya terdengar. "Baiklah, sampai jumpa di pertemuan berikutnya."

Charlotte mendengus, dalam hati berkata bahwa dia tidak ingin bertemu dengan guru itu di pertemuan berikutnya. Dia benci sejarah dan dia benci guru tersebut, sama seperti rasa bencinya terhadap Brandon jika cowok itu tak kunjung memberinya kepastian yang jelas.

Buru-buru Charlotte mengembalikan semua barangnya ke dalam tas. Dengan gerakan secepat kilat, ia berlari keluar dari ruang kelas sejarah dan menuju loker milik Brandon yang sudah ia hapal di luar kepala. Ia tak mau merepotkan dirinya dengan pergi ke lokernya sendiri terlebih dahulu, lagi pula dia sudah menaruh semua barang-barang yang tak ia butuhkan ke dalam lokernya tadi di pergatian antara kelas kalkulus dan kelas sejarah.

"Hey!" Charlotte menyapa Brandon yang sampai di lokernya di waktu yang bersamaan.

"Hey," gumam Brandon, cowok itu memandang cewek di hadapannya dengan salah satu alisnya yang terjingkat naik, ia terlihat sedikit terhibur dengan bagaimana Charlotte berusaha untuk mengatur napasnya. "Ada apa? Dan kenapa kau berlari?" tanya Brandon sembari melemparkan pandangannya ke arah loker dan membuka benda itu.

"Hah," Charlotte menarik napas panjang dengan kasar untuk terakhir kalinya sebelum akhirnya napasnya kembali teratur. "Hey, Brand, aku berpikir untuk pulang bersamamu, Bree sedang sibuk bersama Dave, dan aku tidak mempercayai temanku yang lainnya, maksudku, kau tahu, mereka bukanlah supir mobil yang baik, aku tidak mau mati muda dan bis sekolah, katamu, oh tidak tidak tidak, aku tidak akan pulang dengan benda itu!"

Brandon terkekeh, setelah selesai dengan semua urusannya, ia menutup lokernya dan mengalihkan pandangannya ke arah cewek berambut pirang panjang yang ia kenal sejak tahun pertama sekolah menengah. "Aku tahu, Lottie, aku tahu. Kau terdengar seperti ini pertama kalinya kau pulang bersamaku, kita sudah sering melakukannya, bukan?"

Charlotte mengangguk, senyumnya melebar hingga nampaklah deretan giginya. Jantungnya berdegup dengan sangat kencang, hal yang ia rasakan tiap kali Brandon memanggilnya 'Lottie'. Entahlah, nama itu terdengar sangat imut di telinganya, dan lagi pula itu terdengar sangat spesial. Charlotte suka ketika ia dibuat spesial, terutama jika yang membuatnya spesial adalah Brandon.

"Hmm ... mari kita tunggu Collins, dia bilang dia butuh tumpangan karena mobilnya rusak," kata Brandon, pandangan matanya ia tunjukan ke arah koridor, mencoba mencari sosok cowok berambut merah yang sangat familiar di antara remaja lainnya.

Mata Charlotte membulat, di otaknya kini terlintas bagaimana rencananya akan hancur begitu saja karena ada sosok ketiga di mobil Brandon. Tanpa sadar, tangannya mengepal, ia benci ketika rencananya rusak, apalagi dirusak oleh orang lain. Lagi pula bagaimana mungkin semua ini terjadi? Seingatnya ia sudah memberi peringatan pada semua teman Brandon untuk tidak menumpang pada cowok itu hari ini.

Dasar Collin! gerutu Charlotte dalam hati, satu-satunya hal yang terdengar masuk akal saat ini adalah bahwa Collin sengaja melakukannya untuk membuatnya merasa kesal.

"Brandon, kau yakin Collin pulang bersamamu? Setahuku dia akan bersama Frank."

"Huh? Benarkah?" Brandon bertanya sembari mengalihkan pandangannya ke arah Charlotte.

Charlotte mengangguk.

Brandon mengangkat dua pundaknya dan mulai berjalan pergi. "Ayo pulang!"

---

"Aku suka sekali dengan lagu mereka," kata Brandon, dua tangannya masih tergenggam erat pada roda kemudi dan matanya terarah pada jalanan. Ia tengah membicarakan band yang lagunya kini tengah dimainkan di radio.

Charlotte mengangguk. "Aku juga." Dia tidak bohong. Charlotte melirik ke arah Brandon, diperhatikannya cowok berambut brunette yang tengah mengendarai mobil itu. "Kau tahu apa hal lain yang aku suka?" tanya Charlotte, suaranya terdengar seperti bisikan dan matanya masih tertuju ke arah Brandon.

"Hm?" Brandon menggumam, ia melirik Charlotte sekilas sebelum kembali memfokuskan pandangannya pada jalanan padat yang tengah ia lalui.

"Kau," bisik Charlotte. "Selain lagu mereka, aku juga menyukaimu."

Brandon terkekeh. "Jadi kau menyamakanku dan lagu mereka?"

Charlotte menarik napas, ia mengalihkan pandangannya ke arah jalanan yang dapat ia lihat pada jendela di samping kanannya. "Brandon ... kau paham maksudku 'kan?"

Brandon tak menjawab. Cowok itu sibuk menghentikan mobilnya di depan sebuah taman yang terlihat sedikit sepi. Ketika mesin mobil dimatikan sepenuhnya, ia menarik napas dalam-dalam yang mana berhasil membuat Charlotte menaruh pandangannya kembali ke arahnya.

"Aku tahu kalau kau tahu aku menyukaimu, bahkan semua orang juga sudah tahu. Aku sudah menyukaimu sejak kau terus mempercayaiku bahwa aku bisa masuk ke tim pemandu sorak. Brand, kau mempercayaiku ketika banyak sekali yang berpikir aku tidak akan mampu melakukannya hanya karena aku sedikit gemuk pada saat itu. Kau benar-benar luar biasa dan sejak saat itu aku menyukaimu. Itu memang sudah sangat lama, aku bahkan tak percaya bahwa rasa suka ini tidak juga menghilang setelah bertahun-tahun lamanya. Sekarang aku bertanya padamu, apa kau juga merasa hal yang sama denganku?"

Brandon menatap Charlotte tepat pada mata biru cewek itu. "Apa yang kau rasakan?"

"Aku merasa hal aneh di perutku saat kau melakukan hal manis padaku, saat kau tersenyum padaku, saat tubuh kita sangat dekat. Aku merasa jantungku berdetak dengan terlalu cepat hingga terasa sakit namun tetap terasa menyenangkan saat kau memanggilku Lottie, saat kau membuatku merasa aku spesial, dan saat kau memperlakukanku dengan sangat ... sangat baik. Apa kau merasakan hal itu juga Brandon?"

Brandon tidak menjawab apapun. Ekspresi yang ia pasang di wajahnya sangatlah sulit untuk dideskripsikan hingga Charlotte tak mampu menebak apa yang akan Brandon katakan atau apa yang akan Brandon perbuat, hal ini berhasil membuat Charlotte merasa sangat kesal.

"Brand, kumohon ... a-aku tidak bisa merasakan semua ini sendirian."

Charlotte dapat bersumpah demi segala hal di dunia ini bahwa dia sudah hampir menangis. Raut wajah Brandon yang sulit dideskripsikan dan bibirnya yang terus terbungkam tidak membantu semuanya, justru hal itu membuat Charlotte semakin ingin menangis dengan keras.

"Brand...."

"Charlotte ... a-aku minta maaf, oke?"

Dan Charlotte tidak bisa menahan air matanya.

[-][-][-]

Dialog Musik (One Shots)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang