Arzan Rafadinata POV
Sedikit tak percaya bahwa Gina langsung menciumku tanpa aba-aba. Dia menjijitkan kakinya saat menarik tengkukku. Ingin meronta, tapi aku tak kuasa melihat dia yang menangis tepat di depan bola mataku. Tepat saat itu aku mendengar suara pecahan beling berasal dari dapur.
Tak sengaja aku mendorong tubuh Gina menjauh dariku, tapi Gina seakan menahan tubuhku untuk tak melepaskannya. Kubiarkan sesaat apa yang dia inginkan. Kupeluk tubuhnya dan menenangkannya yang sedikit masih mengeluarkan air matanya.
"Aku mencintaimu," ungkapnya padaku. Kata-kata itu masih terngiang di telingaku hingga saat ini. Sulit memilih meski aku tahu ini semua pilihan.
Aku renta di depan dua wanita yang sangat berarti di hidupku. Hatiku sulit melepas Gina, tapi aku tak bisa terus seperti ini. Saat aku tahu Seoul tak sengaja memecahkan gelas. Aku langsung frustasi, karena aku pikir dia melihatnya. Aku pikir dia sangat marah denganku, karena hingga sampai malam tiba pun dia tak keluar.
Aku hanya melihat Cleo dan juga Vanilla bergantian masuk ke dalam kamarnya. Lantas mereka tak terlihat lagi, hingga aku pikir... Apa mungkin Seoul tak mau makan hingga Vanilla maupun Cleo harus membujuknya mati-matian.
Bahkan saat aku berusaha menyentuh dahinya saat di ruang TV tadi. Dia terlihat jelas menolakku. Aku kira dia akan menolak sentuhan Alex juga karena setahuku Seoul akan tidak suka jika laki-laki menyentuhnya. Maksudku, yaaa mengangkat tubuhnya seperti yang Alex lakukan. Bagiku itu berlebihan. Namun pemikiranku saat itu salah, karena Seoullah yang meminta Alex untuk mengantarnya ke kamar.
Aku cemburu? Ya aku tahu, aku memang cemburu. Apa mungkin aku mencintai sahabat sekaligus istriku sendiri? Tapi, tak ada salahnya bukan? Lalu bagaimana dengan Gina? Aku juga mencintainya karena dia kekasihku. Jujur saja, aku belum siap meninggalkannya.
Aku mencoba mengetuk pintu kamar Seoul. Kubuka pintunya perlahan dan kudapati suara yang ramai dari bibir Cleo. "Tidak! Tidak! Aku yang lebih dulu ke kamar ini. Kau itu ishh..., menyebalkan! Kau kan bisa belajar sendiri. Kau lebih pintar dariku!" ucap Cleo seperti memarahi Vanilla. Kini mataku beralih pada Vanilla yang hanya diam dengan wajah datarnya.
"Aku hanya ingin bertanya teori Max Weber, aku juga tak sepintar yang Kakak kira," kata Vanilla tak mau kalah.
"Yasudah sini Cleo dulu saja. Kita akan belajar bersama," kata Seoul menengahi. Aku pun hanya bisa tersenyum di ambang pintu. Mereka belum sadar keberadaanku hingga Vanilla menolehkan kepalanya dan mendapatiku.
Dia terlihat berdiri dari pinggir ranjang Seoul dan mengangkat buku sosiologi yang dia taruh di atas nakas. "Tapi sepertinya tak akan ada yang bisa Kak Seoul ajari di antara kita." Vanilla berbicara pada Cleo seraya melirik ke arahku.
"Abang jelas punya urusan lebih penting dengan Kak Seoul dibanding kita," ungkap Vanilla seperti bisa membaca pikiranku.
Cleo melirik ke arahku. Dia mendengus kesal dan berdecak. "Ayo kak," kata Vanilla menarik tangan Cleo. Aku bisa lihat kedewasaan Vanilla. Dia lebih cocok menjadi kakaknya Cleo, dibandingkan Cleo yang menjadi kakaknya Vanilla.
"Ahh baiklah. Kalau begitu kau yang harus mengajariku," kata Cleo pada Vanilla yang sudah menarik tangannya menjauh dari ranjang Seoul. Mereka pun berjalan menghampiriku yang di ambang pintu.
"Ganggu aja!" Cleo mendengus ke arahku lantas melewatiku begitu saja seraya menghentakkan kakinya kesal.
Aku menelan salivaku sejenak. Menetralkan aliran darah yang berdesir di daerah dadaku. Aku lihat dia mengikat satu rambutnya ke belakang yang terlihat tebal. Kemudian dia tersenyum padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY HEARTBEAT COMPLETED
RomanceIsi bab lengkap baca aja! Sahabat jadi cinta? Tapi kenapa Seoul harus menikahi sahabatnya yang sudah memiliki kekasih? Dia tak membalas ciumanku, tapi aku bisa merasakan tangan Seoul yang mencengkram tangan kiriku. Setelah kurasa dia tak bisa bernap...