Chapter 19: Lost Control

6K 392 35
                                    


Seoul Arabillah POV

Saat aku mendengar gebrakan itu. Aku cukup kaget mendengarnya. Aku sudah mengira kalau Ar mendengar pembicaraan kami. Jauh dari pemikirkan itu, aku tak pernah menyangka kalau Ar akhirnya seperti ini lagi. Maksudku, mendiamkanku sepanjang perjalanan menuju kontrakan dan aku pun tak bisa memecahkan keheningan yang kami ciptakan di dalam mobil.

Radio menyala menghanyutkanku dalam nyanyian sepanjang perjalan menuju kontrakan. Memang tidak jauh dari rumah kami, tapi karena ini sudah sore dan jamnya orang pulang kerja. Jalan raya malah terlihat macet sekali.

Aku pun tertidur di dalam mobil dan saat sampai di kontrakan. Ar membanting pintu mobil sedannya membuatku yang sedang tertidur segera bangun. Ar terlihat susah payah mengeluarkan TV-nya dari jok belakang dan aku hanya menunggu dia perintahkan turun. Kakiku memang belum sepenuhnya sembuh. Nanti malam mungkin aku akan pergi ke rumah Pakde untuk diurut lagi, tapi sekarang aku tak bisa jalan menuju kontrakan.

Aku lihat Ar dengan kuat sekali memasukkan TV yang dia bawa tadi meuju kontrakan. Sedikit lama aku menunggu di dalam mobil. Ar keluar dengan sebuah tongkat di tangannya. Apa itu untukku?

Jadi, Ar memang tak bersedia untuk mengangkatku lagi? Dia bahkan menyediakan tongkat itu untukku. Oh tentu saja Seoul. Kau tak boleh menyusahkan suamimu yang sudah mau mengangkut semua barang ke rumah ini.

Ar membuka pintu mobil untukku. Tanpa ada topik pembicaraan yang bagus. Dia hanya menyandarkan tongkat yang tadi dia bawa di badan mobil seakan-akan tahu apa yang harus aku lakukan. Aku pun segera menarik kakiku perlahan dan mengambil tongkat yang tadi dia bawa, lantas setelah aku keluar dengan hati-hati. Ar menutup pintu mobil cukup keras meski tak sekeras yang pertama. Aku pun hanya bisa diam saja tak bertanya apapun. Memang lebih baik tak usah bertanya dari pada memancing amarahnya lagi.

"Ini kunci pintunya dan jangan kemana pun, ngerti!" ucapnya membuatku terperangah saat dia berjalan menuju pintu kemudi. Dia masuk ke dalam mobil tanpa ku tahu kemana dia akan pergi.

Aku pun mengetuk kaca mobil di mana tadi bangkunya aku tempati. Dia menurunkan kaca yang aku ketuk. "Kau akan kemana Ar?" tanyaku.

Dia terlihat seperti tak peduli dengan pertanyaanku. Sungguh suasana hatinya sangat cepat berubah. Jadi, aku harus super sabar dan tak membuatnya marah lagi. Ya, seharusnya begitu sampai hubungan aku dan Alex usai. Aku tak berhak marah padanya jika Ar tahu aku masih berhubungan dengan Alex.

"Party Icha. Aku pulang malam dan kau jangan ke manapun tanpa seizinku."

"Aku mau ke rumah Pakde. Di mana rumahnya?' tanyaku.

"Itu pagar putih." Untungnya dia menjawab seolah-olah memperbolehkanku pergi ke rumah besar itu.

"Hanya ke rumah Pakde dan setelahnya kembali ke kontrakan!" perintahnya tegas. Ternyata dia masih peduli denganku meski dia terlihat marah sekali denganku.

"Hmmm iyah," jawabku. Setelah dia mendengar jawabanku itu, dia kembali ingin menutup kaca mobilya. Namun, cepat aku cegah.

"Kenapa lagi?" tanyanya seperti kesal.

"Hmmm tidak apa. Hati-hati," kataku akhirnya. Dia terlihat menghela napasnya, tapi aku bisa lihat pancaran matanya yang memang tak sungguhan marah.

"Iya," jawabnya lantas aku menjauh dari mobilnya. Aku biarkan Ar pergi dan aku segera berusaha berjalan dengan tongkat yang Ar berikan padaku ke arah rumah Pakde.

***

Kuperhatikan ke segala arah di setiap sudut kontrakanku. Ini sangat nyaman dan sangat adem. Aku tidak merasa sumpek apalagi gerah karena memang hawa di kotrakan ini memang pas banget buat aku dan Ar. Ar tak salah pilih untuk kontrakan Pakde yang nyaman ini.

MY HEARTBEAT COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang